JEMBER, RADARJEMBER.ID – Bocornya pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor reklame, sebenarnya bisa disumbat dengan proses perizinan yang mudah. Maka dari itu, kejelasan syarat, prosedur, dan lamanya waktu pengurusan menjadi penentu dalam proses layanan tersebut. Karena bagaimanapun, antara pengusaha advertising dan pemerintah daerah, sama-sama membutuhkan. Pengusaha perlu layanan yang cepat dan mudah, pemerintah butuh PAD dari pajak yang mereka bayarkan.
Di sisi lain, setelah proses perizinan tuntas, masyarakat juga perlu dilibatkan dalam pengawasan. Karena bisa saja, ada pengusaha nakal yang main kucing-kucingan dengan memasang reklame bodong. Namun, sejauh ini, untuk mengetahui apakah reklame itu telah mengantongi izin atau tidak, publik masih belum mengetahuinya. Sebab, tidak ada petunjuk fisik yang bisa dipantau langsung oleh masyarakat.
“Kalau untuk mengetahui itu berizin atau tidak, jelasnya harus dicek ke kantor PTSP,” kata Arief Tjahjono, Plt. Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Jember.
BACA JUGA :Â Cegah Kebocoran PAD dari Sektor Reklame
Dari data perizinan yang dikeluarkan PTSP itu, bisa diketahui reklame itu di ruas jalan mana, berapa ukurannya, dan telah memiliki izin atau tidak. “Jika tidak ada dalam data, pastinya ilegal,” sebutnya.
Menurut dia, selama ini Dinas PTSP hanya mengeluarkan izin pada reklame yang tetap. Artinya, reklame yang terpasang untuk kepentingan jangka waktu satu tahun atau beberapa tahun, bukan reklame yang sifatnya insidental atau reklame semi permanen yang menggunakan kayu dan sejenisnya. “Kalau jenis itu, nanti tugasnya satpol PP yang menertibkan,” jelas Arief.
Sementara untuk jenis reklame berizin itu, lanjutnya, merupakan banner yang diurus oleh pengusaha advertising dari sejak awal pengajuan, memperoleh izin, hingga membayar pajaknya ke Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Jember.
Pria yang baru beberapa bulan menjabat Plt. Kepala DPMPTSP Jember ini menjelaskan, sedari awal, pemasangan advertising harus membayar sewa ruang milik jalan (Rumija). Baik di trotoar, maupun pinggir-pinggir jalan. Misalnya, di jalan sekitar pemkab, berarti menyewanya ke pemkab.
Dari situ, pengusaha advertising kemudian bisa mendatangi kantor PTSP untuk keperluan proses pengajuan izin mendirikan bangunan (IMB). Setelah keluar IMB, berlanjut mengurus izin reklamenya. Setelah itu, baru bisa mendapatkan surat ketetapan pajak daerah (SKPD) untuk membayar pajak per tahun. Dari situ, pengusaha advertising bisa menyewakan atau menjualnya. “Cepat lambatnya bergantung berkas pemohon. Kalau di kami, khusus IMB itu kisaran tiga sampai empat hari,” jelasnya.
Selama pengurusan IMB itu, kata Arief, berlanjut disodorkan ke Dinas Cipta Karya untuk keperluan menyurvei lokasi dan sebagiannya. Durasi waktunya maksimal 14 hari. Setelah itu, muncul rekomendasi dari Dinas Cipta Karya. Atas dasar rekomendasi itu, Dinas PTSP mengeluarkan IMB, izin reklame, dan SKPD-nya. “Dari situ pemohon bisa langsung membayar pajak ke Bapenda Jember. Baru kami serahkan IMB dan SKPD. Kalau belum bayar, ya tidak kami keluarkan,” bebernya saat ditemui Jawa Pos Radar Jember, belum lama ini.
Uraian Arief itu untuk pemohon baru. Jika telah terdaftar sebelumnya, pemohon bisa cukup memperpanjang dengan membayar pajaknya tiap tahun. Terlebih lagi, sejak Maret lalu, pihaknya menetapkan durasi perizinan itu selama satu tahun. Dari yang tahun-tahun sebelumnya berdurasi dua tahun. “Kemudahan akses perizinan ini sebenarnya juga berpengaruh pada pendapatan daerah. Kalau akses izin mudah, pajak dari pengusaha advertising itu juga terserap optimal,” tutupnya.
Jurnalis : Maulana
Fotografer : Grafis reza
Redaktur : Mahrus Sholih