30.5 C
Jember
Friday, 9 June 2023

Penanganan Lemah, Program Bisa Meleset

Data masih menjadi masalah laten di setiap periode pemerintahan. Padahal, itu erat kaitannya dengan proses pengalokasian anggaran dan penanganan. Namun, keberadaannya acap kali dipandang sebelah mata.

Mobile_AP_Rectangle 1

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Beragam data berkaitan dengan kepentingan publik sejatinya sangat penting. Oleh karena itu, keberadaannya mesti valid dan senantiasa ada update secara berkala. Ketidakakuratan data selama ini memang sering terjadi, sehingga terkesan seperti dibuat asal jadi. Akibatnya, masalah-masalah klasik sulit dibendung.

BACA JUGA : Cegah Kekerasan Anak, Polres Gorontalo Utara Sinergi dengan Berbagai Pihak

Seperti data ganda, data lawas (out of the date), data yang kurang akurat by name by address, terpisah-pisah tanpa ada di satu pintu, hingga terindikasi hanya hasil olah di atas meja. Belum lagi, data yang sudah tidak relevan seperti data kemiskinan, data yang salah karena human error, serta sarat kepentingan atau like and dislike.

Mobile_AP_Rectangle 2

Di Jember, persoalan data itu bisa ditemukan pada data penanganan stunting, misalnya. Tiga organisasi perangkat daerah (OPD) di lingkungan Pemkab Jember masing-masing memiliki data dengan versi sendiri-sendiri. Celakanya, data di tiga OPD itu justru berbeda jauh, ketika disandingkan dengan data pembanding dari pemerintah pusat atau provinsi.

Seperti data Dinkes Jember, disebutkan ada 12.000 dari 173.043 balita di Jember mengalami stunting, atau 7,37 persen. Namun, berbeda jauh dengan survei SSGI Kemenkes RI yang menyebut stunting Jember mencapai 34,9 persen, atau setara 35 ribu balita. Sementara, Dinsos Jember menyajikan data ada 30,244 balita rentan terkena stunting, berdasarkan DTKS Februari 2022. Lalu, DP3AKB Jember juga menyajikan ada 132.235 keluarga berisiko stunting, hasil data yang telah melalui verifikasi dan validasi (verval) oleh BKKBN Provinsi Jatim.

Data yang berbeda-beda versi itu mengindikasikan bahwa dalam urusan data di Jember, setiap OPD seperti berjalan sendiri-sendiri. Tidak terkoordinasi dan tanpa satu komando.

Lebih jauh, akibat semrawutnya data itu, penanganan dan target program yang digeber pemerintah seperti tidak jelas. Hal itu membuat persoalan data tidak cukup ditangani oleh satu pihak. Namun, mesti melibatkan berbagai pihak terkait.

 

- Advertisement -

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Beragam data berkaitan dengan kepentingan publik sejatinya sangat penting. Oleh karena itu, keberadaannya mesti valid dan senantiasa ada update secara berkala. Ketidakakuratan data selama ini memang sering terjadi, sehingga terkesan seperti dibuat asal jadi. Akibatnya, masalah-masalah klasik sulit dibendung.

BACA JUGA : Cegah Kekerasan Anak, Polres Gorontalo Utara Sinergi dengan Berbagai Pihak

Seperti data ganda, data lawas (out of the date), data yang kurang akurat by name by address, terpisah-pisah tanpa ada di satu pintu, hingga terindikasi hanya hasil olah di atas meja. Belum lagi, data yang sudah tidak relevan seperti data kemiskinan, data yang salah karena human error, serta sarat kepentingan atau like and dislike.

Di Jember, persoalan data itu bisa ditemukan pada data penanganan stunting, misalnya. Tiga organisasi perangkat daerah (OPD) di lingkungan Pemkab Jember masing-masing memiliki data dengan versi sendiri-sendiri. Celakanya, data di tiga OPD itu justru berbeda jauh, ketika disandingkan dengan data pembanding dari pemerintah pusat atau provinsi.

Seperti data Dinkes Jember, disebutkan ada 12.000 dari 173.043 balita di Jember mengalami stunting, atau 7,37 persen. Namun, berbeda jauh dengan survei SSGI Kemenkes RI yang menyebut stunting Jember mencapai 34,9 persen, atau setara 35 ribu balita. Sementara, Dinsos Jember menyajikan data ada 30,244 balita rentan terkena stunting, berdasarkan DTKS Februari 2022. Lalu, DP3AKB Jember juga menyajikan ada 132.235 keluarga berisiko stunting, hasil data yang telah melalui verifikasi dan validasi (verval) oleh BKKBN Provinsi Jatim.

Data yang berbeda-beda versi itu mengindikasikan bahwa dalam urusan data di Jember, setiap OPD seperti berjalan sendiri-sendiri. Tidak terkoordinasi dan tanpa satu komando.

Lebih jauh, akibat semrawutnya data itu, penanganan dan target program yang digeber pemerintah seperti tidak jelas. Hal itu membuat persoalan data tidak cukup ditangani oleh satu pihak. Namun, mesti melibatkan berbagai pihak terkait.

 

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Beragam data berkaitan dengan kepentingan publik sejatinya sangat penting. Oleh karena itu, keberadaannya mesti valid dan senantiasa ada update secara berkala. Ketidakakuratan data selama ini memang sering terjadi, sehingga terkesan seperti dibuat asal jadi. Akibatnya, masalah-masalah klasik sulit dibendung.

BACA JUGA : Cegah Kekerasan Anak, Polres Gorontalo Utara Sinergi dengan Berbagai Pihak

Seperti data ganda, data lawas (out of the date), data yang kurang akurat by name by address, terpisah-pisah tanpa ada di satu pintu, hingga terindikasi hanya hasil olah di atas meja. Belum lagi, data yang sudah tidak relevan seperti data kemiskinan, data yang salah karena human error, serta sarat kepentingan atau like and dislike.

Di Jember, persoalan data itu bisa ditemukan pada data penanganan stunting, misalnya. Tiga organisasi perangkat daerah (OPD) di lingkungan Pemkab Jember masing-masing memiliki data dengan versi sendiri-sendiri. Celakanya, data di tiga OPD itu justru berbeda jauh, ketika disandingkan dengan data pembanding dari pemerintah pusat atau provinsi.

Seperti data Dinkes Jember, disebutkan ada 12.000 dari 173.043 balita di Jember mengalami stunting, atau 7,37 persen. Namun, berbeda jauh dengan survei SSGI Kemenkes RI yang menyebut stunting Jember mencapai 34,9 persen, atau setara 35 ribu balita. Sementara, Dinsos Jember menyajikan data ada 30,244 balita rentan terkena stunting, berdasarkan DTKS Februari 2022. Lalu, DP3AKB Jember juga menyajikan ada 132.235 keluarga berisiko stunting, hasil data yang telah melalui verifikasi dan validasi (verval) oleh BKKBN Provinsi Jatim.

Data yang berbeda-beda versi itu mengindikasikan bahwa dalam urusan data di Jember, setiap OPD seperti berjalan sendiri-sendiri. Tidak terkoordinasi dan tanpa satu komando.

Lebih jauh, akibat semrawutnya data itu, penanganan dan target program yang digeber pemerintah seperti tidak jelas. Hal itu membuat persoalan data tidak cukup ditangani oleh satu pihak. Namun, mesti melibatkan berbagai pihak terkait.

 

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca