SUMBERSARI, Radar Jember – Keterbukaan informasi publik di Kabupaten Jember dinilai belum sepenuhnya berjalan, sebagaimana amanat UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
BACA JUGA :Â Keutamaan Haji, Sabar, dan Usaha Jadi Kuncinya
Mantan ketua Komisi Informasi (KI) Provinsi Jawa Timur Periode 2014-2019 Kety Tri Setyorini menyebut, transparansi menjadi unsur penting dalam berjalannya sistem demokrasi di daerah. “Itu sudah amanat undang-undang. Apalagi Kabupaten Jember sudah punya Perda Nomor 8 Tahun 2016 tentang Keterbukaan Informasi Publik,” urainya saat dikonfirmasi di forum hearing bersama Komisi A DPRD Jember, Rabu (15/3).
Kety mengutarakan, Kabupaten Jember pernah berada di urutan ke-36 dari 38 kabupaten/kota se-Jawa Timur, sebagai daerah dengan keterbukaan informasi yang buruk. Menurutnya, seharusnya, segala hal yang berkaitan dengan kepentingan publik, pemerintah harus berani membuka. Sebagaimana ketentuan yang diatur dalam UU. “Kalau memang tidak ada yang disembunyikan, jangan takut. dibuka saja. Sepanjang tidak menyalahi ketentuan keterbukaan informasi,” kata perempuan yang juga warga Jember itu.
Kety juga mengaku mengetahui persis mengenai komposisi Perda Jember Nomor 8 Tahun 2016 tersebut. Sebab, sebelum disahkan, ia juga sempat memverifikasi ketika masih difasilitasi di provinsi. Dalam perda itu diatur, kata dia, tindak lanjut keterbukaan informasi bisa atau dapat berupa pembentukan Komisi Informasi Daerah atau KID Kabupaten Jember. Namun, sejauh ini KID Jember belum pernah ada wujudnya.
Kety meyakinkan, untuk kondisi Jember sejauh ini, KID dianggapnya perlu meskipun telah ada Dinas Komunikasi dan Informasi (Diskominfo). Selain memang amanat UU dan perda, juga untuk memastikan hak-hak masyarakat memperoleh akses informasi bisa tersedia dan dapat turut mengawal berjalannya pemerintahan. “Masyarakat punya hak untuk tahu dan mengaksesnya. Misal soal transparansi APBD, LHP, atau LPP. Kalau informasi yang berkaitan dengan kepentingan publik seperti itu tidak bisa diakses, mending dibatalkan saja Perda Nomor 8 Tahun 2016 itu,” paparnya.