30.4 C
Jember
Friday, 24 March 2023

Pemkab Jember Cabut Hak Pengelolaan Lahan Perusahaan Tambang Gunung Sadeng

Operasi Lagi Tanpa Izin, Pidana Menunggu

Mobile_AP_Rectangle 1

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Pemkab Jember akhirnya menunjukkan superioritasnya selaku pemilik aset atas Gunung Sadeng di Kecamatan Puger. Setelah mencabut hak pengelolaan lahan (HPL) bagi 10 perusahaan tambang kapur Gunung Sadeng di Kecamatan Puger yang dinyatakan bermasalah, secara bersamaan lahan seluas 71,59 hektare diambil alih.

Baca Juga : Kuli Bangunan di Jember Cabuli Gadis di Bawah Umur Sampai Enam Kali

Kebijakan mencabut HPL 10 perusahaan tambang itu juga ditandai dengan pemasangan papan bertuliskan larangan aktivitas penambangan dalam kawasan bekas lahan yang semula dikuasai 10 perusahaan tersebut. “Papan terpasang di 10 titik lokasi sesuai dengan jumlah area yang HPL-nya dicabut,” kata Sekretaris Daerah Jember Mirfano saat melakukan pemasangan patok di Gunung Sadeng, siang kemarin.

Mobile_AP_Rectangle 2

Pada papan yang dipasang Pemkab Jember itu tertulis, “Tanah Milik Pemerintah Kabupaten Jember, Barang Siapa Memanfaatkan Aset Ini Tanpa Izin, Akan Dikenakan Sanksi Pidana Pasal 385 KUHP”. Langkah itu, menurut Mirfano, kesepuluh perusahaan telah diberi tahu pencabutan HPL mereka secara tertulis melalui surat yang dikirim via kantor pos, beberapa waktu lalu. “Ini bukti kami serius menjalankan perintah Bupati Jember untuk mengamankan aset daerah dan merealisasikan hasil kajian tentang pelanggaran para perusahaan tambang di Gunung Sadeng,” tegas Mirfano.

Setidaknya, ada enam persoalan yang melatarbelakangi di balik sikap tegas Pemkab Jember terkait pencabutan HPL 10 perusahaan tersebut. Di antaranya meliputi aktivitas penambangan ilegal karena keluar dari lahan HPL sampai dengan jual beli lahan di bawah tangan.

Pertama, lahan dibiarkan telantar tidak dikelola sehingga menjadi lahan tidur sejak HPL diberikan pada tahun 2015 silam. Kedua, perusahaan tambang dinilai tidak memiliki kemampuan mengelola lahan, sehingga praktiknya yang mengerjakan perusahaan lain melalui pola bagi hasil. Ketiga, pembiaran kawasan HPL mengakibatkan lahan dicaplok dalam penguasaan perusahaan lain tanpa seizin Pemkab Jember. Keempat, perusahaan tidak melakukan reklamasi pada bekas galian tambang sehingga berdampak pada kerusakan lingkungan yang parah. Kelima, perusahaan yang terevaluasi kedapatan tidak melakukan aktivitas pertambangan sejak tahun 2019 hingga sekarang. Keenam, banyak di antara HPL justru diperjualbelikan oleh pemegang izin kepada perusahaan lain untuk tujuan keuntungan di bawah tangan.

Bupati Jember Hendy Siswanto akhir tahun 2021 lalu membuat BPN bersedia menerbitkan surat sertifikat tanah seluas hampir 200 hektare sebagai aset daerah. Tujuannya untuk memproteksi lahan dari kemungkinan dicaplok atau disalahgunakan oleh perusahaan tambang.

Hendy memproyeksikan Gunung Sadeng ke depan dikelola secara mandiri melalui Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Saat ini, Pemkab Jember dengan DPRD tengah membahas rancangan Perda tentang BUMD Gunung Sadeng. Harapannya, pajak yang dihasilkan dari Gunung Sadeng bisa naik. Dari yang sebelumnya hanya 5 persen menjadi 25 persen. Lebih jauh, dapat menyumbangkan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemkab Jember.

Sekadar informasi, sepuluh perusahaan yang sempat beroperasi yakni CV Guna Abadi (15,4 ha), CV Formitra Raya (4,18 ha), CV Susanti Megah Perkasa (5 ha), CV Mada Karya (6,7 ha), CV Karya Nusantara (5,19 ha), dan CV Dwi Joyo Utomo (9,61 ha). Ada pula CV Indoline Prima Utama (4,6 ha), PT Iksan Tunggal Jaya (4,43 ha), PT Mahera Jaya (6,8 ha), dan PT Kurnia Alam Perkasa (9,68 ha).

 

 

Jurnalis : Maulana
Fotografer : Maulana
Redaktur : Nur Hariri

- Advertisement -

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Pemkab Jember akhirnya menunjukkan superioritasnya selaku pemilik aset atas Gunung Sadeng di Kecamatan Puger. Setelah mencabut hak pengelolaan lahan (HPL) bagi 10 perusahaan tambang kapur Gunung Sadeng di Kecamatan Puger yang dinyatakan bermasalah, secara bersamaan lahan seluas 71,59 hektare diambil alih.

Baca Juga : Kuli Bangunan di Jember Cabuli Gadis di Bawah Umur Sampai Enam Kali

Kebijakan mencabut HPL 10 perusahaan tambang itu juga ditandai dengan pemasangan papan bertuliskan larangan aktivitas penambangan dalam kawasan bekas lahan yang semula dikuasai 10 perusahaan tersebut. “Papan terpasang di 10 titik lokasi sesuai dengan jumlah area yang HPL-nya dicabut,” kata Sekretaris Daerah Jember Mirfano saat melakukan pemasangan patok di Gunung Sadeng, siang kemarin.

Pada papan yang dipasang Pemkab Jember itu tertulis, “Tanah Milik Pemerintah Kabupaten Jember, Barang Siapa Memanfaatkan Aset Ini Tanpa Izin, Akan Dikenakan Sanksi Pidana Pasal 385 KUHP”. Langkah itu, menurut Mirfano, kesepuluh perusahaan telah diberi tahu pencabutan HPL mereka secara tertulis melalui surat yang dikirim via kantor pos, beberapa waktu lalu. “Ini bukti kami serius menjalankan perintah Bupati Jember untuk mengamankan aset daerah dan merealisasikan hasil kajian tentang pelanggaran para perusahaan tambang di Gunung Sadeng,” tegas Mirfano.

Setidaknya, ada enam persoalan yang melatarbelakangi di balik sikap tegas Pemkab Jember terkait pencabutan HPL 10 perusahaan tersebut. Di antaranya meliputi aktivitas penambangan ilegal karena keluar dari lahan HPL sampai dengan jual beli lahan di bawah tangan.

Pertama, lahan dibiarkan telantar tidak dikelola sehingga menjadi lahan tidur sejak HPL diberikan pada tahun 2015 silam. Kedua, perusahaan tambang dinilai tidak memiliki kemampuan mengelola lahan, sehingga praktiknya yang mengerjakan perusahaan lain melalui pola bagi hasil. Ketiga, pembiaran kawasan HPL mengakibatkan lahan dicaplok dalam penguasaan perusahaan lain tanpa seizin Pemkab Jember. Keempat, perusahaan tidak melakukan reklamasi pada bekas galian tambang sehingga berdampak pada kerusakan lingkungan yang parah. Kelima, perusahaan yang terevaluasi kedapatan tidak melakukan aktivitas pertambangan sejak tahun 2019 hingga sekarang. Keenam, banyak di antara HPL justru diperjualbelikan oleh pemegang izin kepada perusahaan lain untuk tujuan keuntungan di bawah tangan.

Bupati Jember Hendy Siswanto akhir tahun 2021 lalu membuat BPN bersedia menerbitkan surat sertifikat tanah seluas hampir 200 hektare sebagai aset daerah. Tujuannya untuk memproteksi lahan dari kemungkinan dicaplok atau disalahgunakan oleh perusahaan tambang.

Hendy memproyeksikan Gunung Sadeng ke depan dikelola secara mandiri melalui Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Saat ini, Pemkab Jember dengan DPRD tengah membahas rancangan Perda tentang BUMD Gunung Sadeng. Harapannya, pajak yang dihasilkan dari Gunung Sadeng bisa naik. Dari yang sebelumnya hanya 5 persen menjadi 25 persen. Lebih jauh, dapat menyumbangkan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemkab Jember.

Sekadar informasi, sepuluh perusahaan yang sempat beroperasi yakni CV Guna Abadi (15,4 ha), CV Formitra Raya (4,18 ha), CV Susanti Megah Perkasa (5 ha), CV Mada Karya (6,7 ha), CV Karya Nusantara (5,19 ha), dan CV Dwi Joyo Utomo (9,61 ha). Ada pula CV Indoline Prima Utama (4,6 ha), PT Iksan Tunggal Jaya (4,43 ha), PT Mahera Jaya (6,8 ha), dan PT Kurnia Alam Perkasa (9,68 ha).

 

 

Jurnalis : Maulana
Fotografer : Maulana
Redaktur : Nur Hariri

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Pemkab Jember akhirnya menunjukkan superioritasnya selaku pemilik aset atas Gunung Sadeng di Kecamatan Puger. Setelah mencabut hak pengelolaan lahan (HPL) bagi 10 perusahaan tambang kapur Gunung Sadeng di Kecamatan Puger yang dinyatakan bermasalah, secara bersamaan lahan seluas 71,59 hektare diambil alih.

Baca Juga : Kuli Bangunan di Jember Cabuli Gadis di Bawah Umur Sampai Enam Kali

Kebijakan mencabut HPL 10 perusahaan tambang itu juga ditandai dengan pemasangan papan bertuliskan larangan aktivitas penambangan dalam kawasan bekas lahan yang semula dikuasai 10 perusahaan tersebut. “Papan terpasang di 10 titik lokasi sesuai dengan jumlah area yang HPL-nya dicabut,” kata Sekretaris Daerah Jember Mirfano saat melakukan pemasangan patok di Gunung Sadeng, siang kemarin.

Pada papan yang dipasang Pemkab Jember itu tertulis, “Tanah Milik Pemerintah Kabupaten Jember, Barang Siapa Memanfaatkan Aset Ini Tanpa Izin, Akan Dikenakan Sanksi Pidana Pasal 385 KUHP”. Langkah itu, menurut Mirfano, kesepuluh perusahaan telah diberi tahu pencabutan HPL mereka secara tertulis melalui surat yang dikirim via kantor pos, beberapa waktu lalu. “Ini bukti kami serius menjalankan perintah Bupati Jember untuk mengamankan aset daerah dan merealisasikan hasil kajian tentang pelanggaran para perusahaan tambang di Gunung Sadeng,” tegas Mirfano.

Setidaknya, ada enam persoalan yang melatarbelakangi di balik sikap tegas Pemkab Jember terkait pencabutan HPL 10 perusahaan tersebut. Di antaranya meliputi aktivitas penambangan ilegal karena keluar dari lahan HPL sampai dengan jual beli lahan di bawah tangan.

Pertama, lahan dibiarkan telantar tidak dikelola sehingga menjadi lahan tidur sejak HPL diberikan pada tahun 2015 silam. Kedua, perusahaan tambang dinilai tidak memiliki kemampuan mengelola lahan, sehingga praktiknya yang mengerjakan perusahaan lain melalui pola bagi hasil. Ketiga, pembiaran kawasan HPL mengakibatkan lahan dicaplok dalam penguasaan perusahaan lain tanpa seizin Pemkab Jember. Keempat, perusahaan tidak melakukan reklamasi pada bekas galian tambang sehingga berdampak pada kerusakan lingkungan yang parah. Kelima, perusahaan yang terevaluasi kedapatan tidak melakukan aktivitas pertambangan sejak tahun 2019 hingga sekarang. Keenam, banyak di antara HPL justru diperjualbelikan oleh pemegang izin kepada perusahaan lain untuk tujuan keuntungan di bawah tangan.

Bupati Jember Hendy Siswanto akhir tahun 2021 lalu membuat BPN bersedia menerbitkan surat sertifikat tanah seluas hampir 200 hektare sebagai aset daerah. Tujuannya untuk memproteksi lahan dari kemungkinan dicaplok atau disalahgunakan oleh perusahaan tambang.

Hendy memproyeksikan Gunung Sadeng ke depan dikelola secara mandiri melalui Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Saat ini, Pemkab Jember dengan DPRD tengah membahas rancangan Perda tentang BUMD Gunung Sadeng. Harapannya, pajak yang dihasilkan dari Gunung Sadeng bisa naik. Dari yang sebelumnya hanya 5 persen menjadi 25 persen. Lebih jauh, dapat menyumbangkan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemkab Jember.

Sekadar informasi, sepuluh perusahaan yang sempat beroperasi yakni CV Guna Abadi (15,4 ha), CV Formitra Raya (4,18 ha), CV Susanti Megah Perkasa (5 ha), CV Mada Karya (6,7 ha), CV Karya Nusantara (5,19 ha), dan CV Dwi Joyo Utomo (9,61 ha). Ada pula CV Indoline Prima Utama (4,6 ha), PT Iksan Tunggal Jaya (4,43 ha), PT Mahera Jaya (6,8 ha), dan PT Kurnia Alam Perkasa (9,68 ha).

 

 

Jurnalis : Maulana
Fotografer : Maulana
Redaktur : Nur Hariri

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca