29.5 C
Jember
Tuesday, 28 March 2023

Kembangkan Maggot, Solusi Jitu Urai Sampah Organik

Mobile_AP_Rectangle 1

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Pemkab Jember memiliki inovasi tersendiri dalam mengolah dan mengoptimalkan sampah di TPA Pakusari. Terbaru, Bupati Jember juga meninjau lokasi gudang di TPA Pakusari yang akan dimaksimalkan untuk budi daya maggot.

Baca Juga : Kuli Bangunan di Jember Cabuli Gadis di Bawah Umur Sampai Enam Kali

Awal pekan kemarin, Bupati Jember Hendy Siswanto mengaku cukup salut dengan inovasi yang terus dilakukan Dinas Lingkungan Hidup (DHL) terkait sampah. Menurutnya, sampah ternyata bisa menjanjikan secara ekonomi. Seperti pembudidayaan maggot. Selain membantu penguraian sampah organik, maggot bisa diperjualbelikan dan bisa dijadikan pakan ikan koi. “Jadi, dari sampah yang menjijikkan menjadi menjanjikan,” katanya.

Mobile_AP_Rectangle 2

Menurut Agus Subagiyo dari Koperasi Malindo Jaya yang berkolaborasi dengan TPA Pakusari dalam pengolahan dan budi daya maggot, hewan yang satu ini lebih dikenal sebagai belatung. Berbedaannya dengan belatung pada umumnya, maggot adalah belatung dari lalat dengan jenis black soldier fly atau disebut BSF.

Perbedaannya antara lalat biasa dengan BSF, secara ukuran lebih panjang BSF dan berwarna lebih hitam. Perbedaan yang mendasar, BSF tidak menularkan bakteri, penyakit, ataupun kuman kepada manusia. Belatung dari BSF atau maggot lebih membutuhkan banyak makanan. Karena itu, lebih cepat mengurai sampah organik.

Selain itu, harga per kilogram maggot sekitar Rp 6 ribu. Dirinya juga menjelaskan bahwa maggot bisa digunakan untuk pakan burung, ikan, dan lainnya. “Tentu ini adalah langkah yang sangat tepat untuk mengurangi sampah secara efektif,” jelasnya.

Setelah melewati masa produksi selama 14 hari, kata Agus, maggot akan siap panen. “Namun, tidak semuanya dipanen. Sekitar 90 persen yang dapat dipanen.  Sisanya akan dilakukan pembudidayaan kembali,” tuturnya.

Dirinya juga menambahkan, budi daya maggot cukup bermanfaat untuk mengurangi sampah organik, utamanya di rumah. Sebab, hanya butuh waktu 1×24 jam untuk dapat mengurangi sampah organik sekitar satu ton, jika maggot BSF yang dimiliki sebanyak 100 kilogram.

Menurutnya, hal ini lebih efektif daripada solusi pengurangan sampah lain seperti metode kompos. Selain memerlukan lahan yang luas, metode kompos ini juga membutuhkan waktu yang lama untuk mengurai sampah.

 

 

Jurnalis : mg1
Fotografer : Istimewa
Redaktur :  Dwi Siswanto

- Advertisement -

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Pemkab Jember memiliki inovasi tersendiri dalam mengolah dan mengoptimalkan sampah di TPA Pakusari. Terbaru, Bupati Jember juga meninjau lokasi gudang di TPA Pakusari yang akan dimaksimalkan untuk budi daya maggot.

Baca Juga : Kuli Bangunan di Jember Cabuli Gadis di Bawah Umur Sampai Enam Kali

Awal pekan kemarin, Bupati Jember Hendy Siswanto mengaku cukup salut dengan inovasi yang terus dilakukan Dinas Lingkungan Hidup (DHL) terkait sampah. Menurutnya, sampah ternyata bisa menjanjikan secara ekonomi. Seperti pembudidayaan maggot. Selain membantu penguraian sampah organik, maggot bisa diperjualbelikan dan bisa dijadikan pakan ikan koi. “Jadi, dari sampah yang menjijikkan menjadi menjanjikan,” katanya.

Menurut Agus Subagiyo dari Koperasi Malindo Jaya yang berkolaborasi dengan TPA Pakusari dalam pengolahan dan budi daya maggot, hewan yang satu ini lebih dikenal sebagai belatung. Berbedaannya dengan belatung pada umumnya, maggot adalah belatung dari lalat dengan jenis black soldier fly atau disebut BSF.

Perbedaannya antara lalat biasa dengan BSF, secara ukuran lebih panjang BSF dan berwarna lebih hitam. Perbedaan yang mendasar, BSF tidak menularkan bakteri, penyakit, ataupun kuman kepada manusia. Belatung dari BSF atau maggot lebih membutuhkan banyak makanan. Karena itu, lebih cepat mengurai sampah organik.

Selain itu, harga per kilogram maggot sekitar Rp 6 ribu. Dirinya juga menjelaskan bahwa maggot bisa digunakan untuk pakan burung, ikan, dan lainnya. “Tentu ini adalah langkah yang sangat tepat untuk mengurangi sampah secara efektif,” jelasnya.

Setelah melewati masa produksi selama 14 hari, kata Agus, maggot akan siap panen. “Namun, tidak semuanya dipanen. Sekitar 90 persen yang dapat dipanen.  Sisanya akan dilakukan pembudidayaan kembali,” tuturnya.

Dirinya juga menambahkan, budi daya maggot cukup bermanfaat untuk mengurangi sampah organik, utamanya di rumah. Sebab, hanya butuh waktu 1×24 jam untuk dapat mengurangi sampah organik sekitar satu ton, jika maggot BSF yang dimiliki sebanyak 100 kilogram.

Menurutnya, hal ini lebih efektif daripada solusi pengurangan sampah lain seperti metode kompos. Selain memerlukan lahan yang luas, metode kompos ini juga membutuhkan waktu yang lama untuk mengurai sampah.

 

 

Jurnalis : mg1
Fotografer : Istimewa
Redaktur :  Dwi Siswanto

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Pemkab Jember memiliki inovasi tersendiri dalam mengolah dan mengoptimalkan sampah di TPA Pakusari. Terbaru, Bupati Jember juga meninjau lokasi gudang di TPA Pakusari yang akan dimaksimalkan untuk budi daya maggot.

Baca Juga : Kuli Bangunan di Jember Cabuli Gadis di Bawah Umur Sampai Enam Kali

Awal pekan kemarin, Bupati Jember Hendy Siswanto mengaku cukup salut dengan inovasi yang terus dilakukan Dinas Lingkungan Hidup (DHL) terkait sampah. Menurutnya, sampah ternyata bisa menjanjikan secara ekonomi. Seperti pembudidayaan maggot. Selain membantu penguraian sampah organik, maggot bisa diperjualbelikan dan bisa dijadikan pakan ikan koi. “Jadi, dari sampah yang menjijikkan menjadi menjanjikan,” katanya.

Menurut Agus Subagiyo dari Koperasi Malindo Jaya yang berkolaborasi dengan TPA Pakusari dalam pengolahan dan budi daya maggot, hewan yang satu ini lebih dikenal sebagai belatung. Berbedaannya dengan belatung pada umumnya, maggot adalah belatung dari lalat dengan jenis black soldier fly atau disebut BSF.

Perbedaannya antara lalat biasa dengan BSF, secara ukuran lebih panjang BSF dan berwarna lebih hitam. Perbedaan yang mendasar, BSF tidak menularkan bakteri, penyakit, ataupun kuman kepada manusia. Belatung dari BSF atau maggot lebih membutuhkan banyak makanan. Karena itu, lebih cepat mengurai sampah organik.

Selain itu, harga per kilogram maggot sekitar Rp 6 ribu. Dirinya juga menjelaskan bahwa maggot bisa digunakan untuk pakan burung, ikan, dan lainnya. “Tentu ini adalah langkah yang sangat tepat untuk mengurangi sampah secara efektif,” jelasnya.

Setelah melewati masa produksi selama 14 hari, kata Agus, maggot akan siap panen. “Namun, tidak semuanya dipanen. Sekitar 90 persen yang dapat dipanen.  Sisanya akan dilakukan pembudidayaan kembali,” tuturnya.

Dirinya juga menambahkan, budi daya maggot cukup bermanfaat untuk mengurangi sampah organik, utamanya di rumah. Sebab, hanya butuh waktu 1×24 jam untuk dapat mengurangi sampah organik sekitar satu ton, jika maggot BSF yang dimiliki sebanyak 100 kilogram.

Menurutnya, hal ini lebih efektif daripada solusi pengurangan sampah lain seperti metode kompos. Selain memerlukan lahan yang luas, metode kompos ini juga membutuhkan waktu yang lama untuk mengurai sampah.

 

 

Jurnalis : mg1
Fotografer : Istimewa
Redaktur :  Dwi Siswanto

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca