JEMBER, RADARJEMBER.ID – Pansus Covid-19 DPRD Jember menilai refocusing anggaran Rp 479 miliar untuk dana penanggulangan Covid-19 merupakan kebijakan yang buruk. Perencanaan tidak matang dan tidak ada kajian. Akibatnya, realisasinya menyisakan sejumlah persoalan. Salah satu yang menjadi sorotan adalah surat pertanggungjawaban (SPj) dana sebesar Rp 107 miliar dari anggaran refocusing itu tidak disertai pengesahan.
Setelah tertunda gara-gara mantan pejabat di Satgas Covid-19 Pemkab Jember tidak hadir, akhirnya rapat dengar pendapat (RDP) untuk menelisik realisasi dana korona itu jadi digelar, kemarin (15/6). Salah satu program yang ditanyakan dalam RDP di DPRD Jember itu tentang pengadaan wastafel atau tempat mencuci tangan. Program ini dinilai muspro, karena tidak banyak memberi manfaat. Dewan menduga, program pengadaan wastafel yang kini banyak mangkrak itu hanya akal-akalan untuk menghabiskan besarnya dana penanganan korona.
“Kami tidak habis pikir. Sekolah diliburkan, tetapi pengadaan wastafel diperbanyak. Logika berpikirnya di mana? Apakah wastafel ini hanya untuk menghabiskan refocusing anggaran? Lihatlah, banyak wastafel rusak dan tidak bermanfaat,” kata Agusta Jaka Purwana, anggota Pansus Covid-19 DPRD Jember, dalam RDP.
Pada RDP hari kedua itu, Agusta juga mempertanyakan berapa banyak paket pengadaan wastafel. “Bagaimana sistemnya dan siapa saja rekanan yang mendapat pengadaan wastafel tersebut. Jangan-jangan itu titipan semua,” cecarnya, kepada mantan pejabat Satgas Covid-19 Pemkab Jember yang hadir.
Dari pengadaan itu, Pansus DPRD juga meminta penjelasan mengenai SPj-nya. Salah satu yang ditanyakan yaitu mengapa SPj dana Rp 107 miliar tanpa pengesahan. Termasuk, mengapa sebagian dana yang masuk di bagian umum juga ada yang tidak disertai pengesahan. “Kami minta penjelasan, mengapa tidak ada pengesahan. Ini yang menjadi temuan BPK,” timpal Mufid, anggota pansus lain, yang juga memimpin rapat bersama Agusta.
Anggota pansus yang lain, Hasan Basuki, juga mempertanyakan tentang pembukuan satgas. Apabila pembukuannya baik, maka program pengadaan wastafel serta sejumlah program lain tak akan menjadi temuan BPK. Apa yang dibahas, lagi-lagi bermuara kepada pertanyaan, mengapa dana Rp 107 miliar tidak disertai pengesahan?
Dalam RDP itu, sejumlah pejabat tampak hadir. Seperti Plt Kepala BPBD M Jamil. Plt Kabag Hukum Ratno Cahyadi Sambodo, dan Plt Kepala Dinsos Widi Prasetyo. Namun demikian, beberapa pejabat ini sama sekali tidak mengetahui bagaimana proses refocusing anggaran karena tidak terlibat secara langsung terkait refocusing itu. Sementara, tiga pejabat lain yang datang adalah Danang Andri Asmara, mantan kabag umum, mantan kepala BPKAD Penny Artha Medya, dan Harifin sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK).
Ketiga pejabat ini pun memberikan penjelasan atas pertanyaan yang disampaikan dewan. Menurut Danang, pengadaan wastafel ada pada bagian umum. “Itu masuk ke RKB (rencana kerja belanja, Red),” katanya.
Dalam rapat itu, Danang menyebut, pengadaan wastafel ada sekitar seratus paket lebih. SPj dari pengadaan wastafel juga telah dilakukan, termasuk tindak lanjut temuan BPK juga telah diserahkan. Namun, terkait anggaran Rp 50 miliar yang ada di bagian umum, yang tidak ada pengesahannya, dirinya mengaku tidak mengetahuinya. “Semua sudah ada SPJ-nya (dari bagian umum, Red). Sudah dilakukan review beberapa kali,” katanya. Danang juga mengaku tidak tahu mengapa SPj ada yang tidak disahkan.
Harifin, yang menjadi PPK saat refocusing anggaran Covid-19, menjelaskan, pengadaan khusus penanganan Covid-19, termasuk wastafel, dengan sistem tunjuk langsung. Hal itu karena anggaran Covid-19 masuk kategori BTT alias bantuan tidak terduga. “SOP BTT seperti itu, tunjuk penyedia,” ucapnya.
Dalam hal pengadaan wastafel ada sekitar seratus lebih rekanan yang ditunjuk. Dia pun menyebut, untuk seluruh rekanan yang menangani pengadaan untuk program penanggulangan Covid-19 ada sekitar 300 rekanan. “Kami sudah diaudit BPK tiga kali. Hasilnya memang ada temuan,” ucapnya.
Dalam sistem pengadaan wastafel, menurut Harifin, ada spesifikasinya. Namun, bagi rekanan yang tidak bisa memenuhi spesifikasi, maka pembayarannya langsung dipotong. “Bahkan, bagi yang tidak menyelesaikan, tidak dibayar,” ucapnya.
Sementara itu, mantan kepala BPKAD Penny menjelaskan, dana refocusing muncul berdasar surat refocusing dari Bupati Faida yang meminta agar OPD-OPD menggunakan dananya untuk di-refocusing. Dari situlah, kemudian muncul dana sebesar Rp 479 miliar. “Jadi, berdasar surat refocusing,” kata Penny dalam rapat tersebut.
Penny mengaku, dirinya menjadi Kepala BPKAD hanya sampai 13 November 2020. Sejak itu, dirinya tidak memiliki wewenang untuk penandatanganan pengesahan. Per 13 November tersebut, dirinya digantikan oleh Yuliana Harimurti. Kaitan dengan pertanyaan mengapa dana Rp 107 miliar tidak ada pengesahannya, Penny menyatakan tidak memiliki wewenang untuk menjawabnya. “Saya tidak bisa menjawab itu,” ujarnya.
RDP tentang kasus dugaan korupsi di balik refocusing anggaran itu sebenarnya juga mengundang mantan bendahara Satgas Covid-19, Fitria Ningsih. Namun, Fitria memberitahukan jika dirinya tidak bisa hadir karena ada urusan yang tidak bisa ditinggalkan.
Dengan berlangsungnya RDP pada hari kedua tersebut, pertanyaan mengapa Rp 107 miliar tidak disertai pengesahan, masih belum terjawab. DPRD pun perlu memanggil pejabat yang terlibat langsung dalam urusan Satgas Covid-19. Bisa beberapa pejabat yang sempat tidak hadir pada RDP sebelumnya, termasuk memanggil Fitria untuk kali kedua.
Sementara itu, ketidakhadiran sejumlah pejabat pada RDP Pansus Covid-19 mendapat perhatian khusus dari Bupati Jember Hendy Siswanto. Menurutnya, pejabat yang dipanggil harus datang. DPRD Jember pun pastinya akan membantu Pemkab Jember untuk mengatasi kesulitan-kesulitan. “Harapan saya, DPRD bisa membantu. Teman-teman mungkin ada kesulitan,” kata Hendy.
Sebelumnya, sempat diberitakan, sejumlah pejabat mantan Satgas Covid-19 mangkir dari panggilan Pansus DPRD Jember. Ketidakhadiran mereka juga tanpa pemberitahuan. Atas insiden itu, dewan merasa tidak dihormati oleh para pejabat. Padahal, rapat yang digelar untuk membahas miliaran dana yang SPj-nya tidak disertai pengesahan itu, menjadi bagian dari temuan BPK.
Jurnalis : Nur Hariri
Fotografer : Dwi Siswanto
Redaktur : Mahrus Sholih