30.4 C
Jember
Friday, 24 March 2023

Akibat Data Amburadul, 8.000 Bansos Ngendon Tak Tersalurkan

Mobile_AP_Rectangle 1

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Program-program bantuan untuk masyarakat kurang mampu atau miskin masih jauh dari harapan. Dari tahun ke tahun, persoalan ada dan akar masalahnya masih sama, yaitu data penerima bantuan yang tidak akurat. Akibatnya, hingga berita ini ditulis, ribuan bantuan tidak tersalurkan.

BACA JUGA : Undang Pasangan Gay di Podcast, Netizen Kritik Deddy Corbuzier

Fakta ini terkuak dalam rapat dengar pendapat (RDP), kemarin (11/5). Rapat digelar antara DPRD Jember dan Dinas Sosial (Dinsos), serta pihak Bank Mandiri Jember selaku penyalur Bansos berupa Kartu Keluarga Sejahtera (KKS). Kartu yang juga berfungsi sebagai ATM itu peruntukannya mengaver keluarga penerima manfaat (KPM), baik dari Program Keluarga Harapan (PKH), KPM Bantuan Sosial Non Tunai (BPNT), dan maupun Bantuan Sosial Tunai (BST).

Mobile_AP_Rectangle 2

Saat itu, pihak Bank Mandiri menuturkan, ada sekitar 8.000 lebih bansos yang tidak tersalurkan ke penerima atau KPM. Jumlah itu rata-rata KPM program BPNT. Padahal, ada sejumlah uang di dalam ATM. Ketika tidak tersalurkan ke KPM, akan hangus. “Ada sekitar 8.000-an kartu ATM yang tidak bisa tersalurkan ke KPM, dan karena tidak tersalurkan itu, jadi hangus. Dan uang kembali ke kas negara,” kata Yuli Agus Setyono, Bagian Operator Bank Mandiri Cabang Jember.

Menurut Yuli Agus, dari jumlah 8.000-an yang tidak tersalurkan itu, sudah menjadi ketentuan dari Kementerian Sosial. Penyebabnya, banyak data KPM yang tidak valid. “Kami banyak mendapat data, hanya berupa nama orang dan asal desa, tanpa alamat lengkapnya,” aku Agus.

Data yang tidak lengkap dianggap menyulitkan pihaknya. Ketika petugas hendak melakukan pembagian kartu ATM program bantuan PKH ke kecamatan-kecamatan, banyak masyarakat atau KPM disebutnya tidak hadir. Padahal, ribuan bantuan yang ngendon itu terhitung sejak periode awal Januari hingga sekitar April 2022. Hal itu jelas disayangkan. Namun demikian, pihak Bank Mandiri berdalih, selaku pihak penyalur, pihaknya tidak memiliki kewenangan lebih soal data. “Karena urusan data itu kan kita dapat matangnya. Dan kami hanya selaku penyalur, tidak lebih,” dalih Agus.

Keruwetan program bantuan untuk wong cilik ini tidak terhenti di situ. Pada medio 2021, Kemensos RI Tri Rismaharini sempat ke Jember. Dalam lawatannya, Mensos Risma sempat dibuat meradang setelah menemukan ada sekitar 17 ribuan bansos milik penerima program PKH yang tidak tersalurkan dan ngendon di Kantor Cabang Bank Mandiri Jember.

Mensos Risma kala itu juga sempat menyayangkan hal itu bisa sampai terjadi. Usut punya usut, ternyata persoalannya lagi-lagi pada data penerima bansos yang minim di-update. Sehingga data yang diterima pihak bank penyalur tidak jauh berbeda dari data-data beberapa bulan terakhir. Bahkan sebelas dua belas dengan data tahun sebelumnya. Kini, setahun pascalawatan Mensos Risma ke Jember, kasus serupa kembali terjadi. Sebanyak 8000-an bansos itu ngendon, dan terpaksa uangnya harus kembali ke kas negara.

Berkaitan dengan alur input data dari tingkat desa, lalu ke kecamatan, berlanjut ke kabupaten, dan sampai ke pusat, Plt Kepala Dinsos Jember Isnaini Dwi Susanti mengaku juga tidak habis pikir. Seharusnya, kata dia, validasi data itu dilakukan secara berkala, bukan lagi setiap semester sekali. “Idealnya memang ada updating data tiap bulan melalui musdes. Lalu desa-desa menggerakkan kasun dan kepala RT/RW untuk updating data. Di sana juga seharusnya ada data yang bertambah dan berkurang,” urainya.

Dengan begitu, ada pembaruan data secara berkala. Namun demikian, yang terjadi hari ini benar-benar di luar ekspektasi. Ketika Bank Mandiri datang ke kecamatan-kecamatan untuk menyalurkan ATM bansos tersebut, banyak yang justru tidak datang. Entah dari pihak kecamatan atau desa yang kurang menyosialisasikan, atau justru dari masyarakat selaku KPM sendiri yang mengabaikan undangan pemberian bantuan tersebut.

Isnaini menduga bahwa banyaknya masyarakat yang kurang tanggap kala ada penyaluran bantuan itu karena data penerima bantuan yang berubah-ubah. Bisa saja, data KPM sudah pindah, meninggal, atau sudah dirasa mampu dan tidak perlu menerima program bantuan lagi. Dan itu yang tidak di-update datanya. “Yang terjadi dari beberapa periode penyaluran seperti itu. Data itu selalu bermasalah. Padahal data itu utuh dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS),” imbuh perempuan yang juga menjabat Kepala Dukcapil Jember itu.

Entah siapa yang musti bertanggung jawab atas urusan akurasi data penerima bantuan tersebut. Baik Dinsos maupun pihak Bank Mandiri mengaku tidak bisa melakukan banyak hal. Termasuk intervensi ke desa atau ke pemerintah pusat untuk soal updating data. “Mencapai 8.000 lebih itu, sangat banyak. Setara dengan satu penduduk desa. Mengapa sampai bisa terjadi?” sesal Edi Cahyo Purnomo, Sekretaris Komisi D DPRD Jember.

DPRD menyayangkan, mengapa kesannya urusan data penerima bantuan itu, baik Dinsos maupun Bank Mandiri saling lempar tanggung jawab. Justru dugaannya ada banyak permainan dan abai soal pendataan. Padahal, keduanya merupakan stakeholder yang diamanatkan untuk ngopeni wong cilik dalam urusan program bantuan sosial macam program PKH maupun program-program sejenisnya.

Politisi Partai PDIP ini menilai, jika mengacu pada data di DTKS, seharusnya sudah valid. Namun yang terjadi justru sebaliknya. Data masih amburadul dan cenderung saling lempar tanggung jawab, hingga menyalahkan pemerintah pusat. “Kami tidak habis pikir, mana ada data dalam sistem pemerintahan pusat itu hanya tertuang nama orang dan asal desa saja, tanpa lengkap dengan jalan dan RT/RW-nya. Data itu kan diinput dari KTP, seharusnya alamat penerima itu lengkap. Tidak mungkin pemerintah pusat menginput data, tanpa ada sumbernya,” sesal Ipung, sapaan akrabnya.

Dalam waktu dekat, Komisi D berencana bakal melawat ke Dinsos Pemprov Jatim dan ke Kemensos RI untuk menggali akar permasalahannya di mana. “Kami akan jadwalkan nanti. Ini permasalahan laten, seharusnya kepedulian bersama, pemerintah daerah hingga ke desa,” tukas Ipung. Lantas, sampai kapan urusan data mejadi momok penghalang bantuan?

 

Jurnalis : Maulana
Fotografer : Maulana
Redaktur : Nur Hariri

- Advertisement -

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Program-program bantuan untuk masyarakat kurang mampu atau miskin masih jauh dari harapan. Dari tahun ke tahun, persoalan ada dan akar masalahnya masih sama, yaitu data penerima bantuan yang tidak akurat. Akibatnya, hingga berita ini ditulis, ribuan bantuan tidak tersalurkan.

BACA JUGA : Undang Pasangan Gay di Podcast, Netizen Kritik Deddy Corbuzier

Fakta ini terkuak dalam rapat dengar pendapat (RDP), kemarin (11/5). Rapat digelar antara DPRD Jember dan Dinas Sosial (Dinsos), serta pihak Bank Mandiri Jember selaku penyalur Bansos berupa Kartu Keluarga Sejahtera (KKS). Kartu yang juga berfungsi sebagai ATM itu peruntukannya mengaver keluarga penerima manfaat (KPM), baik dari Program Keluarga Harapan (PKH), KPM Bantuan Sosial Non Tunai (BPNT), dan maupun Bantuan Sosial Tunai (BST).

Saat itu, pihak Bank Mandiri menuturkan, ada sekitar 8.000 lebih bansos yang tidak tersalurkan ke penerima atau KPM. Jumlah itu rata-rata KPM program BPNT. Padahal, ada sejumlah uang di dalam ATM. Ketika tidak tersalurkan ke KPM, akan hangus. “Ada sekitar 8.000-an kartu ATM yang tidak bisa tersalurkan ke KPM, dan karena tidak tersalurkan itu, jadi hangus. Dan uang kembali ke kas negara,” kata Yuli Agus Setyono, Bagian Operator Bank Mandiri Cabang Jember.

Menurut Yuli Agus, dari jumlah 8.000-an yang tidak tersalurkan itu, sudah menjadi ketentuan dari Kementerian Sosial. Penyebabnya, banyak data KPM yang tidak valid. “Kami banyak mendapat data, hanya berupa nama orang dan asal desa, tanpa alamat lengkapnya,” aku Agus.

Data yang tidak lengkap dianggap menyulitkan pihaknya. Ketika petugas hendak melakukan pembagian kartu ATM program bantuan PKH ke kecamatan-kecamatan, banyak masyarakat atau KPM disebutnya tidak hadir. Padahal, ribuan bantuan yang ngendon itu terhitung sejak periode awal Januari hingga sekitar April 2022. Hal itu jelas disayangkan. Namun demikian, pihak Bank Mandiri berdalih, selaku pihak penyalur, pihaknya tidak memiliki kewenangan lebih soal data. “Karena urusan data itu kan kita dapat matangnya. Dan kami hanya selaku penyalur, tidak lebih,” dalih Agus.

Keruwetan program bantuan untuk wong cilik ini tidak terhenti di situ. Pada medio 2021, Kemensos RI Tri Rismaharini sempat ke Jember. Dalam lawatannya, Mensos Risma sempat dibuat meradang setelah menemukan ada sekitar 17 ribuan bansos milik penerima program PKH yang tidak tersalurkan dan ngendon di Kantor Cabang Bank Mandiri Jember.

Mensos Risma kala itu juga sempat menyayangkan hal itu bisa sampai terjadi. Usut punya usut, ternyata persoalannya lagi-lagi pada data penerima bansos yang minim di-update. Sehingga data yang diterima pihak bank penyalur tidak jauh berbeda dari data-data beberapa bulan terakhir. Bahkan sebelas dua belas dengan data tahun sebelumnya. Kini, setahun pascalawatan Mensos Risma ke Jember, kasus serupa kembali terjadi. Sebanyak 8000-an bansos itu ngendon, dan terpaksa uangnya harus kembali ke kas negara.

Berkaitan dengan alur input data dari tingkat desa, lalu ke kecamatan, berlanjut ke kabupaten, dan sampai ke pusat, Plt Kepala Dinsos Jember Isnaini Dwi Susanti mengaku juga tidak habis pikir. Seharusnya, kata dia, validasi data itu dilakukan secara berkala, bukan lagi setiap semester sekali. “Idealnya memang ada updating data tiap bulan melalui musdes. Lalu desa-desa menggerakkan kasun dan kepala RT/RW untuk updating data. Di sana juga seharusnya ada data yang bertambah dan berkurang,” urainya.

Dengan begitu, ada pembaruan data secara berkala. Namun demikian, yang terjadi hari ini benar-benar di luar ekspektasi. Ketika Bank Mandiri datang ke kecamatan-kecamatan untuk menyalurkan ATM bansos tersebut, banyak yang justru tidak datang. Entah dari pihak kecamatan atau desa yang kurang menyosialisasikan, atau justru dari masyarakat selaku KPM sendiri yang mengabaikan undangan pemberian bantuan tersebut.

Isnaini menduga bahwa banyaknya masyarakat yang kurang tanggap kala ada penyaluran bantuan itu karena data penerima bantuan yang berubah-ubah. Bisa saja, data KPM sudah pindah, meninggal, atau sudah dirasa mampu dan tidak perlu menerima program bantuan lagi. Dan itu yang tidak di-update datanya. “Yang terjadi dari beberapa periode penyaluran seperti itu. Data itu selalu bermasalah. Padahal data itu utuh dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS),” imbuh perempuan yang juga menjabat Kepala Dukcapil Jember itu.

Entah siapa yang musti bertanggung jawab atas urusan akurasi data penerima bantuan tersebut. Baik Dinsos maupun pihak Bank Mandiri mengaku tidak bisa melakukan banyak hal. Termasuk intervensi ke desa atau ke pemerintah pusat untuk soal updating data. “Mencapai 8.000 lebih itu, sangat banyak. Setara dengan satu penduduk desa. Mengapa sampai bisa terjadi?” sesal Edi Cahyo Purnomo, Sekretaris Komisi D DPRD Jember.

DPRD menyayangkan, mengapa kesannya urusan data penerima bantuan itu, baik Dinsos maupun Bank Mandiri saling lempar tanggung jawab. Justru dugaannya ada banyak permainan dan abai soal pendataan. Padahal, keduanya merupakan stakeholder yang diamanatkan untuk ngopeni wong cilik dalam urusan program bantuan sosial macam program PKH maupun program-program sejenisnya.

Politisi Partai PDIP ini menilai, jika mengacu pada data di DTKS, seharusnya sudah valid. Namun yang terjadi justru sebaliknya. Data masih amburadul dan cenderung saling lempar tanggung jawab, hingga menyalahkan pemerintah pusat. “Kami tidak habis pikir, mana ada data dalam sistem pemerintahan pusat itu hanya tertuang nama orang dan asal desa saja, tanpa lengkap dengan jalan dan RT/RW-nya. Data itu kan diinput dari KTP, seharusnya alamat penerima itu lengkap. Tidak mungkin pemerintah pusat menginput data, tanpa ada sumbernya,” sesal Ipung, sapaan akrabnya.

Dalam waktu dekat, Komisi D berencana bakal melawat ke Dinsos Pemprov Jatim dan ke Kemensos RI untuk menggali akar permasalahannya di mana. “Kami akan jadwalkan nanti. Ini permasalahan laten, seharusnya kepedulian bersama, pemerintah daerah hingga ke desa,” tukas Ipung. Lantas, sampai kapan urusan data mejadi momok penghalang bantuan?

 

Jurnalis : Maulana
Fotografer : Maulana
Redaktur : Nur Hariri

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Program-program bantuan untuk masyarakat kurang mampu atau miskin masih jauh dari harapan. Dari tahun ke tahun, persoalan ada dan akar masalahnya masih sama, yaitu data penerima bantuan yang tidak akurat. Akibatnya, hingga berita ini ditulis, ribuan bantuan tidak tersalurkan.

BACA JUGA : Undang Pasangan Gay di Podcast, Netizen Kritik Deddy Corbuzier

Fakta ini terkuak dalam rapat dengar pendapat (RDP), kemarin (11/5). Rapat digelar antara DPRD Jember dan Dinas Sosial (Dinsos), serta pihak Bank Mandiri Jember selaku penyalur Bansos berupa Kartu Keluarga Sejahtera (KKS). Kartu yang juga berfungsi sebagai ATM itu peruntukannya mengaver keluarga penerima manfaat (KPM), baik dari Program Keluarga Harapan (PKH), KPM Bantuan Sosial Non Tunai (BPNT), dan maupun Bantuan Sosial Tunai (BST).

Saat itu, pihak Bank Mandiri menuturkan, ada sekitar 8.000 lebih bansos yang tidak tersalurkan ke penerima atau KPM. Jumlah itu rata-rata KPM program BPNT. Padahal, ada sejumlah uang di dalam ATM. Ketika tidak tersalurkan ke KPM, akan hangus. “Ada sekitar 8.000-an kartu ATM yang tidak bisa tersalurkan ke KPM, dan karena tidak tersalurkan itu, jadi hangus. Dan uang kembali ke kas negara,” kata Yuli Agus Setyono, Bagian Operator Bank Mandiri Cabang Jember.

Menurut Yuli Agus, dari jumlah 8.000-an yang tidak tersalurkan itu, sudah menjadi ketentuan dari Kementerian Sosial. Penyebabnya, banyak data KPM yang tidak valid. “Kami banyak mendapat data, hanya berupa nama orang dan asal desa, tanpa alamat lengkapnya,” aku Agus.

Data yang tidak lengkap dianggap menyulitkan pihaknya. Ketika petugas hendak melakukan pembagian kartu ATM program bantuan PKH ke kecamatan-kecamatan, banyak masyarakat atau KPM disebutnya tidak hadir. Padahal, ribuan bantuan yang ngendon itu terhitung sejak periode awal Januari hingga sekitar April 2022. Hal itu jelas disayangkan. Namun demikian, pihak Bank Mandiri berdalih, selaku pihak penyalur, pihaknya tidak memiliki kewenangan lebih soal data. “Karena urusan data itu kan kita dapat matangnya. Dan kami hanya selaku penyalur, tidak lebih,” dalih Agus.

Keruwetan program bantuan untuk wong cilik ini tidak terhenti di situ. Pada medio 2021, Kemensos RI Tri Rismaharini sempat ke Jember. Dalam lawatannya, Mensos Risma sempat dibuat meradang setelah menemukan ada sekitar 17 ribuan bansos milik penerima program PKH yang tidak tersalurkan dan ngendon di Kantor Cabang Bank Mandiri Jember.

Mensos Risma kala itu juga sempat menyayangkan hal itu bisa sampai terjadi. Usut punya usut, ternyata persoalannya lagi-lagi pada data penerima bansos yang minim di-update. Sehingga data yang diterima pihak bank penyalur tidak jauh berbeda dari data-data beberapa bulan terakhir. Bahkan sebelas dua belas dengan data tahun sebelumnya. Kini, setahun pascalawatan Mensos Risma ke Jember, kasus serupa kembali terjadi. Sebanyak 8000-an bansos itu ngendon, dan terpaksa uangnya harus kembali ke kas negara.

Berkaitan dengan alur input data dari tingkat desa, lalu ke kecamatan, berlanjut ke kabupaten, dan sampai ke pusat, Plt Kepala Dinsos Jember Isnaini Dwi Susanti mengaku juga tidak habis pikir. Seharusnya, kata dia, validasi data itu dilakukan secara berkala, bukan lagi setiap semester sekali. “Idealnya memang ada updating data tiap bulan melalui musdes. Lalu desa-desa menggerakkan kasun dan kepala RT/RW untuk updating data. Di sana juga seharusnya ada data yang bertambah dan berkurang,” urainya.

Dengan begitu, ada pembaruan data secara berkala. Namun demikian, yang terjadi hari ini benar-benar di luar ekspektasi. Ketika Bank Mandiri datang ke kecamatan-kecamatan untuk menyalurkan ATM bansos tersebut, banyak yang justru tidak datang. Entah dari pihak kecamatan atau desa yang kurang menyosialisasikan, atau justru dari masyarakat selaku KPM sendiri yang mengabaikan undangan pemberian bantuan tersebut.

Isnaini menduga bahwa banyaknya masyarakat yang kurang tanggap kala ada penyaluran bantuan itu karena data penerima bantuan yang berubah-ubah. Bisa saja, data KPM sudah pindah, meninggal, atau sudah dirasa mampu dan tidak perlu menerima program bantuan lagi. Dan itu yang tidak di-update datanya. “Yang terjadi dari beberapa periode penyaluran seperti itu. Data itu selalu bermasalah. Padahal data itu utuh dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS),” imbuh perempuan yang juga menjabat Kepala Dukcapil Jember itu.

Entah siapa yang musti bertanggung jawab atas urusan akurasi data penerima bantuan tersebut. Baik Dinsos maupun pihak Bank Mandiri mengaku tidak bisa melakukan banyak hal. Termasuk intervensi ke desa atau ke pemerintah pusat untuk soal updating data. “Mencapai 8.000 lebih itu, sangat banyak. Setara dengan satu penduduk desa. Mengapa sampai bisa terjadi?” sesal Edi Cahyo Purnomo, Sekretaris Komisi D DPRD Jember.

DPRD menyayangkan, mengapa kesannya urusan data penerima bantuan itu, baik Dinsos maupun Bank Mandiri saling lempar tanggung jawab. Justru dugaannya ada banyak permainan dan abai soal pendataan. Padahal, keduanya merupakan stakeholder yang diamanatkan untuk ngopeni wong cilik dalam urusan program bantuan sosial macam program PKH maupun program-program sejenisnya.

Politisi Partai PDIP ini menilai, jika mengacu pada data di DTKS, seharusnya sudah valid. Namun yang terjadi justru sebaliknya. Data masih amburadul dan cenderung saling lempar tanggung jawab, hingga menyalahkan pemerintah pusat. “Kami tidak habis pikir, mana ada data dalam sistem pemerintahan pusat itu hanya tertuang nama orang dan asal desa saja, tanpa lengkap dengan jalan dan RT/RW-nya. Data itu kan diinput dari KTP, seharusnya alamat penerima itu lengkap. Tidak mungkin pemerintah pusat menginput data, tanpa ada sumbernya,” sesal Ipung, sapaan akrabnya.

Dalam waktu dekat, Komisi D berencana bakal melawat ke Dinsos Pemprov Jatim dan ke Kemensos RI untuk menggali akar permasalahannya di mana. “Kami akan jadwalkan nanti. Ini permasalahan laten, seharusnya kepedulian bersama, pemerintah daerah hingga ke desa,” tukas Ipung. Lantas, sampai kapan urusan data mejadi momok penghalang bantuan?

 

Jurnalis : Maulana
Fotografer : Maulana
Redaktur : Nur Hariri

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca