22.9 C
Jember
Wednesday, 29 March 2023

 Jember Naik Level Wujudkan KLA, PR Wajib Penuhi Substansi 

Raperda KLA dan Komitmen Pemkab Penuhi Hak Anak Hanya Naikkan Level, Belum Sentuh Substansi Pemerintah daerah telah merancang regulasi yang mendorong terwujudnya Kabupaten Layak Anak (KLA). Awalan yang baik ini wajib terus dikawal. Karena masih banyak pekerjaan rumah yang harus dituntaskan. Jangan sampai, peraturan ini hanya menaikkan level Jember sebagai KLA saja, dan justru tidak menyentuh substansi pemenuhan dan perlindungan hak anak.

Mobile_AP_Rectangle 1

JEMBER, RADARJEMBER.ID- Jember telah meraih predikat Kabupaten Layak Anak (KLA). Dan sebentar lagi juga akan memiliki peraturan daerah (perda) tentang pemenuhan hak anak. Saat ini rancangan perda tersebut masih digodok di DPRD. Dalam rancangan regulasi itu, ada enam indikator yang wajib dipenuhi oleh pemerintah daerah. Yakni kelembagaan, kesehatan dasar dan kesejahteraan, pendidikan, pemanfaatan waktu luang dan kebudayaan, perlindungan khusus, hak sipil kebebasan, serta lingkungan keluarga dan pengasuh alternatif.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Pemkab Jember Suprihandoko mengatakan, Raperda KLA berisikan mengenai banyak hal. Mulai dari hak-hak anak, kewajiban anak, serta indikator lain yang dapat memengaruhi tumbuh kembangnya anak. “Dalam Raperda KLA itu, mulai dari hak anak untuk belajar, hak dasar kesehatan, sampai hak anak untuk mengembangkan minat dan bakatnya diatur untuk pemenuhan hak anak,” katanya.

Mengenai hak anak, lanjut Handoko, juga diimbangi dengan aturan indikatornya. Bukan saja mewajibkan bagi anak-anak untuk berperilaku baik, belajar, cinta keluarga dan teman, tetapi juga mewajibkan indikatornya sebagai pendukung yang tidak dapat dipisahkan. Sepertikewajiban keluarga, orang, maupun badan usaha, termasuk pemenuhan hak anak di sekolah, di tempat umum, maupun yang lain. “Hak dasar di bidang kesehatan juga diatur,” ucapnya.

Mobile_AP_Rectangle 2

Anak-anak tersebut juga memiliki hak untuk ikut dalam forum anak atau kelompok belajar. Selain itu, untuk melakukan apa yang menjadi minat bakat anak juga perlu diwadahi. “Tahun 2022, akan dibentuk forum anak secara masif. Kalau tahun ini, sudah ada beberapa forum anak di beberapa desa,” ungkap Handoko.

Guna mencapai pemenuhan hak anak serta menjaga kewajiban anak, Handoko menyebutkan, ada upaya yang dilakukan seperti disebut dalam Raperda KLA. Diantaranya adanya kewajiban pemerintah untuk melakukan penyiapan menuju KLA. “Ada gugus tugas yang nanti dibentuk untuk melakukan perencanaan, evaluasi, sampai laporan. Gugus tugas terdiri atas berbagai unsur,” ungkapnya.

Apabila penyiapan dan perencanaan sesuai KLA dapat dilakukan nantinya, anak-anak diharapkan dapat belajar dengan baik, tanpa harus meninggalkan hal-hal penting lain seperti waktu bermain maupun melakukan minat bakatnya. Dengan demikian, tumbuh kembangnya anak setidaknya dapat dikontrol dan perkembangannya tidak timpang dengan anak-anak lain. “Untuk forum anak, beberapa sudah ada yang resmi. Tahun 2022 eksekusinya akan lebih masif,” tuturnya.

Penelusuran Jawa Pos RadarJember,untuk memenuhi KLA tersebut, ada tanggung jawab pemerintah daerah yang tidak dapat dipisahkan. Diantaranya mengembangkan kebijakan dan produk hukum daerah yang mendukung pemenuhan hak anak. Adanya alokasi anggaran untuk pemenuhan hak anak, serta alokasi anggaran untuk penguatan kelembagaan.

Forum anak atau kelompok anak nantinya juga bisa terlibat dalam penyusunan kebijakan dan produk hukum daerah, khususnya di bidang hak-hak anak. Kapasitas pemerintah untuk menampung kepentingan anak juga dituntut agar ditingkatkan demi pemenuhan hak anak.

Melalui hak kebebasan berkumpul dan berorganisasi, anak pun dapat menyampaikan pendapatnya pada produk kebijakan pemerintah. Pemikiran cerdas anak dapat disalurkan melalui forum anak di tingkat desa/kelurahan, kecamatan, dan kabupaten pada momen musyawarah rencana pembangunan atau forum-forum lainnya. Hal lain seperti perjuangan pendidikan anak, kesehatan anak, juga dapat disalurkan melalui forum anak tersebut.

Dengan demikian, forum anak dapat melahirkan semacam rekomendasi untuk diteruskan kepada pemerintah. Selain itu, forum anak juga dapat terlibat dalam musyawarah di tingkat desa/kelurahan, kecamatan, dan kabupaten. Paling tidak, setelah Raperda KLA disahkan nanti, pemerintah mewadahi pikiran dan aspirasi anak melalui musyawarah rencana pembangunan desa atau kelurahan (musrenbangdes/kel), musrenbangcam, maupun musrenbangkab. Selain itu, anak juga dapat menyampaikan aspirasi hasil forum anak untuk diteruskan kepada pemerintah.

Terpisah, Wakil Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Jember Alfian Andri Wijaya mengungkapkan, penggodokan Raperda KLA diharapkan dapat diterapkan di Kabupaten Jember demi masa depan anak. “Kalau sudah disahkan nanti, kami harap bisa diterapkan dengan baik. Jangan sampai Perda KLA nanti hanya sebatas kertas bertuliskan hak-hak anak,” cetusnya.

Politisi Gerindraitu menyebut, DPRD Jember tetap memiliki tugas untuk melakukan pengawasan terhadap produk raperda. “Kami akan dorong dan melakukan pengawasan agar Raperda KLA nantinya berjalan dengan baik. Apa yang menjadi kewajiban pemerintah untuk pemenuhan hak anak, harus dilakukan,” ungkapnya.

Jangan Sekadar Tagline

KLA diharapkan tidak sekadar tagline semata. Namun lebih dari itu.Karena dalam KLA ini juga ada unsur-unsur penting atau substansi yang harus diwujudkan pemerintah daerah. Bukan hanya tentang perlindungan, tapi juga pemenuhan hak-hak anak.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Jember (Unej) Al Khanif mengatakan, KLA ada tingkatannya bila merujuk dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Namun, menurutnya, ada sebuah informasi keliru yang ditangkap masyarakat. “Kabupaten ramah anak, kabupaten layak anak, atau KLA. Padahal KLA itu ada levelnya. Paling atas pemenuhan hak anak,” ucapnya.

Bahkan, menurut Khanif, tidak akan ada se-Indonesia yang bisamemenuhi hak-hak anak. Sebab, menurutnya, konsep pemenuhan hak anak itu adalah ketika anak bisa mengakses semua kebutuhan secara mandiri tanpa ada rasa takut, meski itu hal-hal kecil. “Diuji saja, apakah pelajar di Jember sekolah dengan berangkat dan pulang sendiri tanpa ada rasa takut. Begitu pula saat mereka bermain, kalau tanpa ada rasa takut itu bagus,” jelasnya.

Karena itu, Jember menjadi kabupaten layak anak itu salah besar. Sebab, masyarakat menilai ramah anak ini secara utuh dan masyarakat juga tidak tahu-menahu tentang level KLA itu. Menurutnya, adanya Perda KLA juga hanya menaikkan level KLA saja. Tidak sampai menyentuh substansi pemenuhan hak-hak anak. “Hak-hak anak itu sangat banyak sekali,” terangnya.

Tidak hanya tentang pendidikan, juga ada sektor tenaga kerja anak yang masih dipakai baik di pertanian, penjaga toko, hingga jadi buruh tembakau. Bahkan, menurut Khanif, paling penting adalah pemenuhan hak anak, bukan laporan penurunan angka perkawinan anak atau lainnya. “Perda itu hanya perlindungan saja,” imbuhnya.

Pria yang pernah menempuh pendidikan di Inggris ini mencontohkan, di sana fasilitas publik atau taman bermain itu banyak ditemukan. “Kalau hanya alun-alun layak anak di kota Jember, itu sangat diskriminasi sekali. Karena anak di Jember itu bukan di kota saja, tapi mulai Sumberbaru hingga Garahan, Silo,” pungkas pengajar hak asasi manusia (HAM) tersebut.

Sementara itu, Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unej Khoiron mengatakan, menjadi KLA tentu saja harapan besar bagaimana anak bisa tumbuh berkembang dengan baik di Jember. Implementasi di lapangan juga perlu diperhatikan bagaimana ini bisa terjaga.

Dia melihat ada hal yang kurang di Jember, yaitu penataan kawasan tanpa rokok (KTR). Khoiron mengaku, KTR memang bukan hal yang baru lagi. Namun, kenyataannya implementasi sulit didapat, terutama sarana pendidikan atau sekolah. “Jember yang tertib melaksanakan KTR ini bisa dikatakan hanya stasiun kereta api dan rumah sakit,” ucapnya.

Padahal, kata dia, anak-anak sebagian waktu besarnya dihabiskan di sekolah. Sayangnya, di sekolah pun tidak sepenuhnya bebas dari asap rokok. Artinya, masih dijumpai tenaga pendidik dan staf sekolah yang mengisap asap rokok di lingkungan sekolah. Bila tenaga kerja di sekolah adalah perokok, maka juga perlu smoking area.

Menurutnya, asap rokok dampaknya terhadap anak terdapat jangka pendek dan panjang. Jangka pendeknya adalah menjadi perokok pasif, yang berdampak buruk kepada kesehatan, salah satunya infeksi saluran pernafasan (ISPA).Sedangkan jangka panjang adalah gangguan perilaku. Tidak sedikit KTR ini yang tidak diterapkan di area publik di Jember. Bahkan kantor-kantor dan dinas pelayanan masyarakat, juga tidak ada smoking area.

Reporter : Nur Hariri /Dwi Siswanto
Fotografer : Dok. Radar Jember
Editor : Mahrus Sholih

- Advertisement -

JEMBER, RADARJEMBER.ID- Jember telah meraih predikat Kabupaten Layak Anak (KLA). Dan sebentar lagi juga akan memiliki peraturan daerah (perda) tentang pemenuhan hak anak. Saat ini rancangan perda tersebut masih digodok di DPRD. Dalam rancangan regulasi itu, ada enam indikator yang wajib dipenuhi oleh pemerintah daerah. Yakni kelembagaan, kesehatan dasar dan kesejahteraan, pendidikan, pemanfaatan waktu luang dan kebudayaan, perlindungan khusus, hak sipil kebebasan, serta lingkungan keluarga dan pengasuh alternatif.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Pemkab Jember Suprihandoko mengatakan, Raperda KLA berisikan mengenai banyak hal. Mulai dari hak-hak anak, kewajiban anak, serta indikator lain yang dapat memengaruhi tumbuh kembangnya anak. “Dalam Raperda KLA itu, mulai dari hak anak untuk belajar, hak dasar kesehatan, sampai hak anak untuk mengembangkan minat dan bakatnya diatur untuk pemenuhan hak anak,” katanya.

Mengenai hak anak, lanjut Handoko, juga diimbangi dengan aturan indikatornya. Bukan saja mewajibkan bagi anak-anak untuk berperilaku baik, belajar, cinta keluarga dan teman, tetapi juga mewajibkan indikatornya sebagai pendukung yang tidak dapat dipisahkan. Sepertikewajiban keluarga, orang, maupun badan usaha, termasuk pemenuhan hak anak di sekolah, di tempat umum, maupun yang lain. “Hak dasar di bidang kesehatan juga diatur,” ucapnya.

Anak-anak tersebut juga memiliki hak untuk ikut dalam forum anak atau kelompok belajar. Selain itu, untuk melakukan apa yang menjadi minat bakat anak juga perlu diwadahi. “Tahun 2022, akan dibentuk forum anak secara masif. Kalau tahun ini, sudah ada beberapa forum anak di beberapa desa,” ungkap Handoko.

Guna mencapai pemenuhan hak anak serta menjaga kewajiban anak, Handoko menyebutkan, ada upaya yang dilakukan seperti disebut dalam Raperda KLA. Diantaranya adanya kewajiban pemerintah untuk melakukan penyiapan menuju KLA. “Ada gugus tugas yang nanti dibentuk untuk melakukan perencanaan, evaluasi, sampai laporan. Gugus tugas terdiri atas berbagai unsur,” ungkapnya.

Apabila penyiapan dan perencanaan sesuai KLA dapat dilakukan nantinya, anak-anak diharapkan dapat belajar dengan baik, tanpa harus meninggalkan hal-hal penting lain seperti waktu bermain maupun melakukan minat bakatnya. Dengan demikian, tumbuh kembangnya anak setidaknya dapat dikontrol dan perkembangannya tidak timpang dengan anak-anak lain. “Untuk forum anak, beberapa sudah ada yang resmi. Tahun 2022 eksekusinya akan lebih masif,” tuturnya.

Penelusuran Jawa Pos RadarJember,untuk memenuhi KLA tersebut, ada tanggung jawab pemerintah daerah yang tidak dapat dipisahkan. Diantaranya mengembangkan kebijakan dan produk hukum daerah yang mendukung pemenuhan hak anak. Adanya alokasi anggaran untuk pemenuhan hak anak, serta alokasi anggaran untuk penguatan kelembagaan.

Forum anak atau kelompok anak nantinya juga bisa terlibat dalam penyusunan kebijakan dan produk hukum daerah, khususnya di bidang hak-hak anak. Kapasitas pemerintah untuk menampung kepentingan anak juga dituntut agar ditingkatkan demi pemenuhan hak anak.

Melalui hak kebebasan berkumpul dan berorganisasi, anak pun dapat menyampaikan pendapatnya pada produk kebijakan pemerintah. Pemikiran cerdas anak dapat disalurkan melalui forum anak di tingkat desa/kelurahan, kecamatan, dan kabupaten pada momen musyawarah rencana pembangunan atau forum-forum lainnya. Hal lain seperti perjuangan pendidikan anak, kesehatan anak, juga dapat disalurkan melalui forum anak tersebut.

Dengan demikian, forum anak dapat melahirkan semacam rekomendasi untuk diteruskan kepada pemerintah. Selain itu, forum anak juga dapat terlibat dalam musyawarah di tingkat desa/kelurahan, kecamatan, dan kabupaten. Paling tidak, setelah Raperda KLA disahkan nanti, pemerintah mewadahi pikiran dan aspirasi anak melalui musyawarah rencana pembangunan desa atau kelurahan (musrenbangdes/kel), musrenbangcam, maupun musrenbangkab. Selain itu, anak juga dapat menyampaikan aspirasi hasil forum anak untuk diteruskan kepada pemerintah.

Terpisah, Wakil Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Jember Alfian Andri Wijaya mengungkapkan, penggodokan Raperda KLA diharapkan dapat diterapkan di Kabupaten Jember demi masa depan anak. “Kalau sudah disahkan nanti, kami harap bisa diterapkan dengan baik. Jangan sampai Perda KLA nanti hanya sebatas kertas bertuliskan hak-hak anak,” cetusnya.

Politisi Gerindraitu menyebut, DPRD Jember tetap memiliki tugas untuk melakukan pengawasan terhadap produk raperda. “Kami akan dorong dan melakukan pengawasan agar Raperda KLA nantinya berjalan dengan baik. Apa yang menjadi kewajiban pemerintah untuk pemenuhan hak anak, harus dilakukan,” ungkapnya.

Jangan Sekadar Tagline

KLA diharapkan tidak sekadar tagline semata. Namun lebih dari itu.Karena dalam KLA ini juga ada unsur-unsur penting atau substansi yang harus diwujudkan pemerintah daerah. Bukan hanya tentang perlindungan, tapi juga pemenuhan hak-hak anak.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Jember (Unej) Al Khanif mengatakan, KLA ada tingkatannya bila merujuk dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Namun, menurutnya, ada sebuah informasi keliru yang ditangkap masyarakat. “Kabupaten ramah anak, kabupaten layak anak, atau KLA. Padahal KLA itu ada levelnya. Paling atas pemenuhan hak anak,” ucapnya.

Bahkan, menurut Khanif, tidak akan ada se-Indonesia yang bisamemenuhi hak-hak anak. Sebab, menurutnya, konsep pemenuhan hak anak itu adalah ketika anak bisa mengakses semua kebutuhan secara mandiri tanpa ada rasa takut, meski itu hal-hal kecil. “Diuji saja, apakah pelajar di Jember sekolah dengan berangkat dan pulang sendiri tanpa ada rasa takut. Begitu pula saat mereka bermain, kalau tanpa ada rasa takut itu bagus,” jelasnya.

Karena itu, Jember menjadi kabupaten layak anak itu salah besar. Sebab, masyarakat menilai ramah anak ini secara utuh dan masyarakat juga tidak tahu-menahu tentang level KLA itu. Menurutnya, adanya Perda KLA juga hanya menaikkan level KLA saja. Tidak sampai menyentuh substansi pemenuhan hak-hak anak. “Hak-hak anak itu sangat banyak sekali,” terangnya.

Tidak hanya tentang pendidikan, juga ada sektor tenaga kerja anak yang masih dipakai baik di pertanian, penjaga toko, hingga jadi buruh tembakau. Bahkan, menurut Khanif, paling penting adalah pemenuhan hak anak, bukan laporan penurunan angka perkawinan anak atau lainnya. “Perda itu hanya perlindungan saja,” imbuhnya.

Pria yang pernah menempuh pendidikan di Inggris ini mencontohkan, di sana fasilitas publik atau taman bermain itu banyak ditemukan. “Kalau hanya alun-alun layak anak di kota Jember, itu sangat diskriminasi sekali. Karena anak di Jember itu bukan di kota saja, tapi mulai Sumberbaru hingga Garahan, Silo,” pungkas pengajar hak asasi manusia (HAM) tersebut.

Sementara itu, Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unej Khoiron mengatakan, menjadi KLA tentu saja harapan besar bagaimana anak bisa tumbuh berkembang dengan baik di Jember. Implementasi di lapangan juga perlu diperhatikan bagaimana ini bisa terjaga.

Dia melihat ada hal yang kurang di Jember, yaitu penataan kawasan tanpa rokok (KTR). Khoiron mengaku, KTR memang bukan hal yang baru lagi. Namun, kenyataannya implementasi sulit didapat, terutama sarana pendidikan atau sekolah. “Jember yang tertib melaksanakan KTR ini bisa dikatakan hanya stasiun kereta api dan rumah sakit,” ucapnya.

Padahal, kata dia, anak-anak sebagian waktu besarnya dihabiskan di sekolah. Sayangnya, di sekolah pun tidak sepenuhnya bebas dari asap rokok. Artinya, masih dijumpai tenaga pendidik dan staf sekolah yang mengisap asap rokok di lingkungan sekolah. Bila tenaga kerja di sekolah adalah perokok, maka juga perlu smoking area.

Menurutnya, asap rokok dampaknya terhadap anak terdapat jangka pendek dan panjang. Jangka pendeknya adalah menjadi perokok pasif, yang berdampak buruk kepada kesehatan, salah satunya infeksi saluran pernafasan (ISPA).Sedangkan jangka panjang adalah gangguan perilaku. Tidak sedikit KTR ini yang tidak diterapkan di area publik di Jember. Bahkan kantor-kantor dan dinas pelayanan masyarakat, juga tidak ada smoking area.

Reporter : Nur Hariri /Dwi Siswanto
Fotografer : Dok. Radar Jember
Editor : Mahrus Sholih

JEMBER, RADARJEMBER.ID- Jember telah meraih predikat Kabupaten Layak Anak (KLA). Dan sebentar lagi juga akan memiliki peraturan daerah (perda) tentang pemenuhan hak anak. Saat ini rancangan perda tersebut masih digodok di DPRD. Dalam rancangan regulasi itu, ada enam indikator yang wajib dipenuhi oleh pemerintah daerah. Yakni kelembagaan, kesehatan dasar dan kesejahteraan, pendidikan, pemanfaatan waktu luang dan kebudayaan, perlindungan khusus, hak sipil kebebasan, serta lingkungan keluarga dan pengasuh alternatif.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Pemkab Jember Suprihandoko mengatakan, Raperda KLA berisikan mengenai banyak hal. Mulai dari hak-hak anak, kewajiban anak, serta indikator lain yang dapat memengaruhi tumbuh kembangnya anak. “Dalam Raperda KLA itu, mulai dari hak anak untuk belajar, hak dasar kesehatan, sampai hak anak untuk mengembangkan minat dan bakatnya diatur untuk pemenuhan hak anak,” katanya.

Mengenai hak anak, lanjut Handoko, juga diimbangi dengan aturan indikatornya. Bukan saja mewajibkan bagi anak-anak untuk berperilaku baik, belajar, cinta keluarga dan teman, tetapi juga mewajibkan indikatornya sebagai pendukung yang tidak dapat dipisahkan. Sepertikewajiban keluarga, orang, maupun badan usaha, termasuk pemenuhan hak anak di sekolah, di tempat umum, maupun yang lain. “Hak dasar di bidang kesehatan juga diatur,” ucapnya.

Anak-anak tersebut juga memiliki hak untuk ikut dalam forum anak atau kelompok belajar. Selain itu, untuk melakukan apa yang menjadi minat bakat anak juga perlu diwadahi. “Tahun 2022, akan dibentuk forum anak secara masif. Kalau tahun ini, sudah ada beberapa forum anak di beberapa desa,” ungkap Handoko.

Guna mencapai pemenuhan hak anak serta menjaga kewajiban anak, Handoko menyebutkan, ada upaya yang dilakukan seperti disebut dalam Raperda KLA. Diantaranya adanya kewajiban pemerintah untuk melakukan penyiapan menuju KLA. “Ada gugus tugas yang nanti dibentuk untuk melakukan perencanaan, evaluasi, sampai laporan. Gugus tugas terdiri atas berbagai unsur,” ungkapnya.

Apabila penyiapan dan perencanaan sesuai KLA dapat dilakukan nantinya, anak-anak diharapkan dapat belajar dengan baik, tanpa harus meninggalkan hal-hal penting lain seperti waktu bermain maupun melakukan minat bakatnya. Dengan demikian, tumbuh kembangnya anak setidaknya dapat dikontrol dan perkembangannya tidak timpang dengan anak-anak lain. “Untuk forum anak, beberapa sudah ada yang resmi. Tahun 2022 eksekusinya akan lebih masif,” tuturnya.

Penelusuran Jawa Pos RadarJember,untuk memenuhi KLA tersebut, ada tanggung jawab pemerintah daerah yang tidak dapat dipisahkan. Diantaranya mengembangkan kebijakan dan produk hukum daerah yang mendukung pemenuhan hak anak. Adanya alokasi anggaran untuk pemenuhan hak anak, serta alokasi anggaran untuk penguatan kelembagaan.

Forum anak atau kelompok anak nantinya juga bisa terlibat dalam penyusunan kebijakan dan produk hukum daerah, khususnya di bidang hak-hak anak. Kapasitas pemerintah untuk menampung kepentingan anak juga dituntut agar ditingkatkan demi pemenuhan hak anak.

Melalui hak kebebasan berkumpul dan berorganisasi, anak pun dapat menyampaikan pendapatnya pada produk kebijakan pemerintah. Pemikiran cerdas anak dapat disalurkan melalui forum anak di tingkat desa/kelurahan, kecamatan, dan kabupaten pada momen musyawarah rencana pembangunan atau forum-forum lainnya. Hal lain seperti perjuangan pendidikan anak, kesehatan anak, juga dapat disalurkan melalui forum anak tersebut.

Dengan demikian, forum anak dapat melahirkan semacam rekomendasi untuk diteruskan kepada pemerintah. Selain itu, forum anak juga dapat terlibat dalam musyawarah di tingkat desa/kelurahan, kecamatan, dan kabupaten. Paling tidak, setelah Raperda KLA disahkan nanti, pemerintah mewadahi pikiran dan aspirasi anak melalui musyawarah rencana pembangunan desa atau kelurahan (musrenbangdes/kel), musrenbangcam, maupun musrenbangkab. Selain itu, anak juga dapat menyampaikan aspirasi hasil forum anak untuk diteruskan kepada pemerintah.

Terpisah, Wakil Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Jember Alfian Andri Wijaya mengungkapkan, penggodokan Raperda KLA diharapkan dapat diterapkan di Kabupaten Jember demi masa depan anak. “Kalau sudah disahkan nanti, kami harap bisa diterapkan dengan baik. Jangan sampai Perda KLA nanti hanya sebatas kertas bertuliskan hak-hak anak,” cetusnya.

Politisi Gerindraitu menyebut, DPRD Jember tetap memiliki tugas untuk melakukan pengawasan terhadap produk raperda. “Kami akan dorong dan melakukan pengawasan agar Raperda KLA nantinya berjalan dengan baik. Apa yang menjadi kewajiban pemerintah untuk pemenuhan hak anak, harus dilakukan,” ungkapnya.

Jangan Sekadar Tagline

KLA diharapkan tidak sekadar tagline semata. Namun lebih dari itu.Karena dalam KLA ini juga ada unsur-unsur penting atau substansi yang harus diwujudkan pemerintah daerah. Bukan hanya tentang perlindungan, tapi juga pemenuhan hak-hak anak.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Jember (Unej) Al Khanif mengatakan, KLA ada tingkatannya bila merujuk dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Namun, menurutnya, ada sebuah informasi keliru yang ditangkap masyarakat. “Kabupaten ramah anak, kabupaten layak anak, atau KLA. Padahal KLA itu ada levelnya. Paling atas pemenuhan hak anak,” ucapnya.

Bahkan, menurut Khanif, tidak akan ada se-Indonesia yang bisamemenuhi hak-hak anak. Sebab, menurutnya, konsep pemenuhan hak anak itu adalah ketika anak bisa mengakses semua kebutuhan secara mandiri tanpa ada rasa takut, meski itu hal-hal kecil. “Diuji saja, apakah pelajar di Jember sekolah dengan berangkat dan pulang sendiri tanpa ada rasa takut. Begitu pula saat mereka bermain, kalau tanpa ada rasa takut itu bagus,” jelasnya.

Karena itu, Jember menjadi kabupaten layak anak itu salah besar. Sebab, masyarakat menilai ramah anak ini secara utuh dan masyarakat juga tidak tahu-menahu tentang level KLA itu. Menurutnya, adanya Perda KLA juga hanya menaikkan level KLA saja. Tidak sampai menyentuh substansi pemenuhan hak-hak anak. “Hak-hak anak itu sangat banyak sekali,” terangnya.

Tidak hanya tentang pendidikan, juga ada sektor tenaga kerja anak yang masih dipakai baik di pertanian, penjaga toko, hingga jadi buruh tembakau. Bahkan, menurut Khanif, paling penting adalah pemenuhan hak anak, bukan laporan penurunan angka perkawinan anak atau lainnya. “Perda itu hanya perlindungan saja,” imbuhnya.

Pria yang pernah menempuh pendidikan di Inggris ini mencontohkan, di sana fasilitas publik atau taman bermain itu banyak ditemukan. “Kalau hanya alun-alun layak anak di kota Jember, itu sangat diskriminasi sekali. Karena anak di Jember itu bukan di kota saja, tapi mulai Sumberbaru hingga Garahan, Silo,” pungkas pengajar hak asasi manusia (HAM) tersebut.

Sementara itu, Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unej Khoiron mengatakan, menjadi KLA tentu saja harapan besar bagaimana anak bisa tumbuh berkembang dengan baik di Jember. Implementasi di lapangan juga perlu diperhatikan bagaimana ini bisa terjaga.

Dia melihat ada hal yang kurang di Jember, yaitu penataan kawasan tanpa rokok (KTR). Khoiron mengaku, KTR memang bukan hal yang baru lagi. Namun, kenyataannya implementasi sulit didapat, terutama sarana pendidikan atau sekolah. “Jember yang tertib melaksanakan KTR ini bisa dikatakan hanya stasiun kereta api dan rumah sakit,” ucapnya.

Padahal, kata dia, anak-anak sebagian waktu besarnya dihabiskan di sekolah. Sayangnya, di sekolah pun tidak sepenuhnya bebas dari asap rokok. Artinya, masih dijumpai tenaga pendidik dan staf sekolah yang mengisap asap rokok di lingkungan sekolah. Bila tenaga kerja di sekolah adalah perokok, maka juga perlu smoking area.

Menurutnya, asap rokok dampaknya terhadap anak terdapat jangka pendek dan panjang. Jangka pendeknya adalah menjadi perokok pasif, yang berdampak buruk kepada kesehatan, salah satunya infeksi saluran pernafasan (ISPA).Sedangkan jangka panjang adalah gangguan perilaku. Tidak sedikit KTR ini yang tidak diterapkan di area publik di Jember. Bahkan kantor-kantor dan dinas pelayanan masyarakat, juga tidak ada smoking area.

Reporter : Nur Hariri /Dwi Siswanto
Fotografer : Dok. Radar Jember
Editor : Mahrus Sholih

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca