JEMBER, RADARJEMBER.ID – Audit pendahuluan terhadap Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Jember Tahun 2021 mulai dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Melalui audit BPK, seluruh neraca keuangan Pemkab Jember bakal dikuliti. Berikut pengelolaan dan pertanggungjawabannya atas penggunaan keuangan negara.
Dalam audit itu nanti, temuan BPK terkait belanja penanganan Covid-19 senilai Rp 107 miliar yang tak kunjung ketemu diprediksi akan tetap muncul. Seperti diketahui, dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Jember tahun 2020, anggaran Rp107 miliar tersebut belum ada pertanggungjawabannya. “Sekarang (temuan Rp107 miliar itu, Red) masih dibawa ke Jakarta, karena itu pemeriksaannya dilakukan oleh BPK pusat di Jakarta,” kata Bupati Jember Hendy Siswanto saat ditemui di Pendapa Pemkab Jember, Selasa (8/2).
Sebelumnya, BPK RI datang ke Jember dan bertemu bupati, wakil bupati, sekda, serta 42 pejabat kepala di organisasi kepala daerah (OPD) Jember, Senin (7/2) lalu. Lawatan BPK ke Jember itu tidak hanya untuk memeriksa neraca keuangan Pemkab Jember pada 2021, namun juga dalam beberapa tahun sebelumnya. Bupati Jember Hendy Siswanto membenarkan demikian.
Menurut dia, audit BPK itu beruntun dan saling berhubungan antara tahun 2021 dengan tahun-tahun sebelumnya, (tahun 2020 dan tahun 2019). “Audit pendahuluan BPK terhadap APBD 2021 sudah dimulai dan penilaiannya, kontinu, yang diperiksa tidak hanya tahun 2021, namun juga tahun 2019 dan tahun 2020,” kata Bupati Hendy kepada awak media seusai pertemuan terbatas tersebut.
Karena itu, dalam pemeriksaan beruntun tersebut, Pemkab Jember berkewajiban menyajikan laporan keuangan tahun 2019, 2020, dan tahun 2021 secara sekaligus. “Misal tahun 2021, katakanlah bagus sendiri, tapi punya utang atau masalah pada tahun-tahun sebelumnya, ini akan memengaruhi,” jelasnya orang nomor satu di Jember itu.
Jamak diketahui, Pemkab Jember memiliki riwayat menyandang opini audit kurang sedap di dua tahun terakhir lantaran pertanggungjawaban terhadap keuangan negara yang buruk. Khususnya pada tahun 2019 dan tahun 2020. Karenanya, tak heran jika BPK kemudian mengganjar Pemkab Jember dengan predikat disclaimer pada tahun 2019 dan predikat tidak wajar pada tahun 2020.
Mau tidak mau, catatan warisan opini audit itu turut merembet pada pertanggungjawaban anggaran di tahun berikutnya. Pergantian jabatan juga tidak menjamin Pemkab Jember bebas dari jeratan bayang-bayang opini audit miring untuk kesekian kalinya. Kendati begitu, Hendy mengaku telah mengultimatum seluruh kepala OPD agar kooperatif dengan auditor BPK. Mereka diminta untuk menyiapkan dan mencari sejumlah berkas atau dokumen-dokumen yang dinilai berkaitan.
Dengan harapan, temuan tahun 2019 dan tahun 2020 tidak sampai merembet dan tahun 2021 bisa dihitung dalam neraca yang terpisah atau tersendiri. Tujuannya tentu satu, minimal Pemkab Jember bisa mendapatkan opini audit wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion). “Kami meminta kawan-kawan OPD kooperatif, menyerahkan seluruh berkas atau dokumen ke BPK. Sehingga seluruh persoalan bisa kita ditindaklanjuti, dan tidak lagi menjadi tanggungan di tahun ini,” harapnya.
Terpisah, Wakil Ketua DPRD Jember Ahmad Halim juga menilai demikian. Audit pendahuluan BPK itu menjadi agenda rutinan dan reguler untuk melihat neraca keuangan Pemkab Jember secara administratif. Lalu, melihat progres report, temuan-temuan, keterkaitannya dengan tahun anggaran sebelumnya.
“Audit keuangan tahun sebelumnya tentu berpengaruh terhadap audit yang akan datang. Ini yang membuat Pemkab Jember memiliki beban berat, karena sempat mendapat disclaimer (2019, Red) dan tidak wajar (2020, Red),” kata Halim. Dengan kondisi itu, tak heran jika Pemkab Jember hari ini ketar-ketir. Kendati Pemkab Jember mengupayakan meraih opini audit yang baik, namun sepertinya cukup sulit.
Legislator Partai Gerindra ini juga menilai, perlu waktu pemulihan dan bertahap untuk Pemkab Jember bebas dari jeratan warisan opini audit di masa lalu. Kecuali, kata Halim, Rp 107 miliar itu bisa ditarik dari neraca keuangan. Sehingga tidak saling terkait dengan tahun anggaran 2021 dengan 2019 atau 2020. Sekaligus memperkecil kemungkinan memperoleh hasil audit yang buruk. “Kami tentu berharap ada peningkatan hasil auditnya. Prediksi kami, wajar dengan pengecualian, itu sudah bagus,” pungkas pria yang menakhodai Partai Gerindra Jember ini. (mau/c2/nur)