23.3 C
Jember
Wednesday, 29 March 2023

Pemerintah Harus Intervensi 

Mobile_AP_Rectangle 1

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Masalah ketenagakerjaan selama pandemi semakin menumpuk. Mulai dari pemutusan hubungan kerja (PHK) hingga tiadanya tunjangan hari raya (THR) pada beberapa perusahaan.

Menurut pakar Hukum Ketenagakerjaan, Aries Hariyanto, selama pandemi banyak peraturan perundangan-undangan yang dikeluarkan pemerintah justru menimbulkan persoalan baru. Misalnya, amanat Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 mewajibkan perusahaan memberikan gaji sesuai upah minimum kabupaten (UMK). Namun, pada masa pandemi aturan itu sulit diwujudkan. “Satu sisi ini harus dilaksanakan. Namun di sisi lain, perusahaan tidak mampu,” ungkap Aries.

Untuk itu, Aries menegaskan, pemerintah harus hadir dalam menyelesaikan masalah ini. Terlebih, persoalan THR yang harus diberikan adalah satu bulan upah. Hal ini juga tertuang dalam surat edaran (SE) pemerintah. Padahal SE dengan undang-undang kedudukannya jelas lebih tinggi undang-undang. “Kepentingan mendasar, sudah saatnya bupati membuat tim untuk mengurai persoalan itu,” kata Aries.

Mobile_AP_Rectangle 2

Namun, Aries tidak menjelaskan atau menyebut secara spesifik sejauh mana intervensi Disnaker sebagai wakil pemerintah dalam menyelesaikan sengketa industrial di Jember.

Terpisah, pakar Hukum Ketenagakerjaan IAIN Jember, Freddy Hidayat, menampik tudingan bahwa Disnaker selalu absen dalam setiap permasalahan ketenagakerjaan. “Menurut saya, Disnaker sudah berupaya untuk menjalin iktikad baik antara pihak serikat pekerja dengan asosiasi pengusaha,” ungkapnya, melalui sambungan telepon.

Menurutnya, tolok ukur mandulnya Disnaker dapat dilihat manakala Disnaker tidak ada upaya untuk menjalin komunikasi atau sinergi dengan asosiasi pengusaha. Jika selama ini belum ada alternatif atau solusi atas masalah ketenagakerjaan, bukan berarti Disnaker tidak bekerja. Sebaliknya, kata dia, jika selama ini memang tidak ada komunikasi, berarti Disnaker bisa dianggap mandul.

“Konteks mandul dikaitkan dengan acara terkait dialog interaktif. Dihadiri pihak serikat pekerja dan asosiasi pengusaha. Di sini, ada upaya merajut komunikasi antara pekerja dan asosiasi pengusaha. Adapun berkaitan dengan pekerja yang dirumahkan, Disnaker harus mengomunikasikan dengan pemilik usaha terkait, dengan hak yang harus diterima pekerja,” tandasnya.

 

 

Jurnalis : Dian Cahyani
Fotografer : Dokumentasi Radar Jember
Redaktur : Mahrus Sholih

- Advertisement -

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Masalah ketenagakerjaan selama pandemi semakin menumpuk. Mulai dari pemutusan hubungan kerja (PHK) hingga tiadanya tunjangan hari raya (THR) pada beberapa perusahaan.

Menurut pakar Hukum Ketenagakerjaan, Aries Hariyanto, selama pandemi banyak peraturan perundangan-undangan yang dikeluarkan pemerintah justru menimbulkan persoalan baru. Misalnya, amanat Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 mewajibkan perusahaan memberikan gaji sesuai upah minimum kabupaten (UMK). Namun, pada masa pandemi aturan itu sulit diwujudkan. “Satu sisi ini harus dilaksanakan. Namun di sisi lain, perusahaan tidak mampu,” ungkap Aries.

Untuk itu, Aries menegaskan, pemerintah harus hadir dalam menyelesaikan masalah ini. Terlebih, persoalan THR yang harus diberikan adalah satu bulan upah. Hal ini juga tertuang dalam surat edaran (SE) pemerintah. Padahal SE dengan undang-undang kedudukannya jelas lebih tinggi undang-undang. “Kepentingan mendasar, sudah saatnya bupati membuat tim untuk mengurai persoalan itu,” kata Aries.

Namun, Aries tidak menjelaskan atau menyebut secara spesifik sejauh mana intervensi Disnaker sebagai wakil pemerintah dalam menyelesaikan sengketa industrial di Jember.

Terpisah, pakar Hukum Ketenagakerjaan IAIN Jember, Freddy Hidayat, menampik tudingan bahwa Disnaker selalu absen dalam setiap permasalahan ketenagakerjaan. “Menurut saya, Disnaker sudah berupaya untuk menjalin iktikad baik antara pihak serikat pekerja dengan asosiasi pengusaha,” ungkapnya, melalui sambungan telepon.

Menurutnya, tolok ukur mandulnya Disnaker dapat dilihat manakala Disnaker tidak ada upaya untuk menjalin komunikasi atau sinergi dengan asosiasi pengusaha. Jika selama ini belum ada alternatif atau solusi atas masalah ketenagakerjaan, bukan berarti Disnaker tidak bekerja. Sebaliknya, kata dia, jika selama ini memang tidak ada komunikasi, berarti Disnaker bisa dianggap mandul.

“Konteks mandul dikaitkan dengan acara terkait dialog interaktif. Dihadiri pihak serikat pekerja dan asosiasi pengusaha. Di sini, ada upaya merajut komunikasi antara pekerja dan asosiasi pengusaha. Adapun berkaitan dengan pekerja yang dirumahkan, Disnaker harus mengomunikasikan dengan pemilik usaha terkait, dengan hak yang harus diterima pekerja,” tandasnya.

 

 

Jurnalis : Dian Cahyani
Fotografer : Dokumentasi Radar Jember
Redaktur : Mahrus Sholih

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Masalah ketenagakerjaan selama pandemi semakin menumpuk. Mulai dari pemutusan hubungan kerja (PHK) hingga tiadanya tunjangan hari raya (THR) pada beberapa perusahaan.

Menurut pakar Hukum Ketenagakerjaan, Aries Hariyanto, selama pandemi banyak peraturan perundangan-undangan yang dikeluarkan pemerintah justru menimbulkan persoalan baru. Misalnya, amanat Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 mewajibkan perusahaan memberikan gaji sesuai upah minimum kabupaten (UMK). Namun, pada masa pandemi aturan itu sulit diwujudkan. “Satu sisi ini harus dilaksanakan. Namun di sisi lain, perusahaan tidak mampu,” ungkap Aries.

Untuk itu, Aries menegaskan, pemerintah harus hadir dalam menyelesaikan masalah ini. Terlebih, persoalan THR yang harus diberikan adalah satu bulan upah. Hal ini juga tertuang dalam surat edaran (SE) pemerintah. Padahal SE dengan undang-undang kedudukannya jelas lebih tinggi undang-undang. “Kepentingan mendasar, sudah saatnya bupati membuat tim untuk mengurai persoalan itu,” kata Aries.

Namun, Aries tidak menjelaskan atau menyebut secara spesifik sejauh mana intervensi Disnaker sebagai wakil pemerintah dalam menyelesaikan sengketa industrial di Jember.

Terpisah, pakar Hukum Ketenagakerjaan IAIN Jember, Freddy Hidayat, menampik tudingan bahwa Disnaker selalu absen dalam setiap permasalahan ketenagakerjaan. “Menurut saya, Disnaker sudah berupaya untuk menjalin iktikad baik antara pihak serikat pekerja dengan asosiasi pengusaha,” ungkapnya, melalui sambungan telepon.

Menurutnya, tolok ukur mandulnya Disnaker dapat dilihat manakala Disnaker tidak ada upaya untuk menjalin komunikasi atau sinergi dengan asosiasi pengusaha. Jika selama ini belum ada alternatif atau solusi atas masalah ketenagakerjaan, bukan berarti Disnaker tidak bekerja. Sebaliknya, kata dia, jika selama ini memang tidak ada komunikasi, berarti Disnaker bisa dianggap mandul.

“Konteks mandul dikaitkan dengan acara terkait dialog interaktif. Dihadiri pihak serikat pekerja dan asosiasi pengusaha. Di sini, ada upaya merajut komunikasi antara pekerja dan asosiasi pengusaha. Adapun berkaitan dengan pekerja yang dirumahkan, Disnaker harus mengomunikasikan dengan pemilik usaha terkait, dengan hak yang harus diterima pekerja,” tandasnya.

 

 

Jurnalis : Dian Cahyani
Fotografer : Dokumentasi Radar Jember
Redaktur : Mahrus Sholih

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca