JEMBER, RADARJEMBER.ID – SEBELUM kepolisian melalui Unit Pidana Korupsi (Pidkor) Satreskrim Polres Jember melakukan penyelidikan dugaan penyelewengan anggaran penanggulangan Covid-19 di BPBD Jember, ternyata Inspektorat Jember sempat mengendus ada ketidakberesan dalam pengalokasian pagu anggaran pemakaman jenazah Covid-19. Namun, inspektorat masih enggan menyebutkan poin apa saja yang disorot itu.
“Tim pemeriksa yang jelas memberikan review atas pengajuan anggaran dari BPBD,” kata Ratno Cahyadi Sembodo, Plt Inspektorat Jember, kemarin. Menurut dia, pemeriksaan itu dilakukan oleh tim yang sebelumnya dijabat oleh Plt Inspektorat lama. Karena itu, Ratno mengaku lebih memilih agar tim pemeriksa saja yang menyampaikannya. “Biar nanti pemeriksanya yang menyampaikan. Karena periodenya (review pengajuan BPBD saat itu, Red) sebelum saya masuk ke inspektorat,” ucapnya kepada Jawa Pos Radar Jember, kemarin (2/9).
Ratno belum memastikan langkah apa yang akan ditempuh selanjutnya terkait gaduh honor pemakaman tersebut. Namun, ada kabar bahwa inspektorat akan bertemu dengan Pansus DPRD Jember soal pengalokasian anggaran di BPBD. “Nanti akan kami sampaikan di pansus saja,” sambungnya.
Dalam daftar pagu anggaran (DPA) rencana belanja tak terduga penanganan Covid-19 oleh BPBD Jember selama Juli 2021, ada beberapa poin yang dinilai janggal. Selain honor pemakaman yang diperuntukkan sejumlah pejabat, juga uang saku tim maupun petugas pemakaman yang nilai totalnya masing-masing Rp 528 juta dan Rp 278 juta. Sebab, ada relawan yang mengaku mereka tidak menerima sesuai yang dikabarkan itu.
Edi Suryanto, koordinator relawan pemakaman jenazah Covid-19 asal Kecamatan Wuluhan, menilai polemik tentang honor pemakaman itu mencederai perasaan publik, sekaligus membuat citra tim relawan buruk di mata masyarakat. Dia juga menyayangkan, karena pengalokasian honor pemakaman itu terkesan menjadikan kematian pasien Covid-19 sebagai ladang bisnis. “Ini jelas mencederai perasaan publik. Menjadikan seolah-olah kami, para relawan, mengambil keuntungan dari kematian. Padahal tidak terhitung berapa kali untuk makan saja kami harus iuran beli nasi Rp 5.000-an,” sesalnya.
Dia menuturkan, sejak Juli sampai Agustus, timnya telah mengawal 95 pemakaman di berbagai lokasi. Dari jumlah itu, hampir semuanya disokong dana dari kantong pribadi, kepala desa, polsek, hingga koramil. “Beliau-beliau ini saksinya bagaimana relawan di lapangan. Jadi, saat mendengar Rp 100 ribu per pemakaman itu, kami sangat terenyuh. Nama kami jelek. Apa, ya, memang harus seperti itu?” keluhnya.
Dia menambahkan, selama ini para relawan sama sekali tidak hidup dari bantuan atau dukungan dana dari BPBD. Meski sokongan dana itu ada, kata dia, tapi jumlahnya terbatas dan tak akan cukup hanya untuk sekadar ongkos bahan bakar kendaraan. Sebab, dalam kegiatan itu, relawan memang tidak mengandalkan bantuan BPBD. Buktinya, 95 pemakaman sudah mereka tuntaskan selama Juli dan Agustus walau tanpa bantuan atau insentif dari BPBD.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Jember AKP Komang Yogi Arya Wiguna belum memberikan keterangan apa pun terkait perkembangan penyelidikan dugaan korupsi di BPBD. Saat Jawa Pos Radar Jember mengonfirmasinya, kemarin (2/9), Komang belum merespons. Karenanya, belum diketahui sejauh mana tindak lanjut penggeledahan kantor BPBD yang dilakukan dua hari lalu tersebut.
Reporter : Maulana
Fotografer : –
Editor : Mahrus Sholih