24.4 C
Jember
Thursday, 1 June 2023

Wacana Hari Budaya, Gagasan Bernas Bupati Jember

Mobile_AP_Rectangle 1

Pada awal bulan Maret yang lalu (6/3/23), penulis diundang audiensi Bupati Jember Hendy Siswanto, di Pendapa Wahyawibawagraha, guna membicarakan gagasannya tentang “Hari Budaya Jember” yang merupakan ide bernas dan cemerlang. Ide itu tebersit saat beliau prihatin terhadap attitude dan kelakuan beberapa anak remaja SMP yang suatu waktu terciduk Satpol PP sedang bolos sekolah. Tentu saja Bupati merasa masygul atas ulah para remaja tersebut. Karena mereka adalah tunas-tunas muda yang kelak akan memikul tanggung jawab besar di pundaknya untuk memajukan bangsa, terutama daerahnya. Namun mereka terancam dekadensi moral dan krisis karakter yang cukup akut. Para remaja tersebut mengalami disorientasi dan “turbulensi” budaya dan sejarah, karena sudah tidak memiliki pride terhadap nilai-nilai luhur bangsanya, terlebih terhadap nilai-nilai budaya dan kearifan lokal (local wisdom).

Prihatin atas kejadian tersebut, bupati kemudian mengumpulkan para OPD (organisasi perangkat daerah) untuk membahas persoalan yang bisa disebut krusial, masalah ini harus dipecahkan bersama dengan semua elemen. Menurutnya, percuma pembangunan fisik berupa infrastruktur dengan menghamburkan dana triliunan tanpa dibarengi dengan pembangunan moral dan karakter generasi muda. Bahkan jika dibiarkan, mereka bisa menjadi generasi yang destruktif, merusak tatanan dan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Mereka bisa jadi calon koruptor, penggarong duit negara bahkan teroris, karena sudah tidak memiliki kepribadian dan karakter serta jiwa nasionalisme. Dalam lirik lagu kebangsaan kita terdapat adagium sakral, “bangunlah jiwanya, bangunlah badannya”, yakni kita harusnya membangun jiwa (mental) terlebih dahulu sebelum membangun badannya.

Kiranya untuk merealisasi pembentukan karakter dan kepribadian generasi muda, perlu di  antaranya menanamkan pengenalan identitas budaya dan sejarah melalui penguatan nilai-nilai kearifan lokal Jember kepada calon generasi emas ini.

Mobile_AP_Rectangle 2

Gagasan dan pencanangan “Hari Budaya Jember” lewat inspirasi dan solusi Bupati Hendy Siswanto kiranya patut didukung. Mengingat Jember selama ini dianggap sebagai daerah yang tidak memiliki identitas budaya yang ajeg (konsisten) dan kuat karena berada di “persimpangan” berbagai aliran budaya etnik, terutama Jawa dan Madura. Meskipun justru keanekaragaman budaya Jember yang dikayakan dengan akulturasi tradisi berbagai etnis ini akan menjadi modal dan potensi besar untuk dikembangkan.

- Advertisement -

Pada awal bulan Maret yang lalu (6/3/23), penulis diundang audiensi Bupati Jember Hendy Siswanto, di Pendapa Wahyawibawagraha, guna membicarakan gagasannya tentang “Hari Budaya Jember” yang merupakan ide bernas dan cemerlang. Ide itu tebersit saat beliau prihatin terhadap attitude dan kelakuan beberapa anak remaja SMP yang suatu waktu terciduk Satpol PP sedang bolos sekolah. Tentu saja Bupati merasa masygul atas ulah para remaja tersebut. Karena mereka adalah tunas-tunas muda yang kelak akan memikul tanggung jawab besar di pundaknya untuk memajukan bangsa, terutama daerahnya. Namun mereka terancam dekadensi moral dan krisis karakter yang cukup akut. Para remaja tersebut mengalami disorientasi dan “turbulensi” budaya dan sejarah, karena sudah tidak memiliki pride terhadap nilai-nilai luhur bangsanya, terlebih terhadap nilai-nilai budaya dan kearifan lokal (local wisdom).

Prihatin atas kejadian tersebut, bupati kemudian mengumpulkan para OPD (organisasi perangkat daerah) untuk membahas persoalan yang bisa disebut krusial, masalah ini harus dipecahkan bersama dengan semua elemen. Menurutnya, percuma pembangunan fisik berupa infrastruktur dengan menghamburkan dana triliunan tanpa dibarengi dengan pembangunan moral dan karakter generasi muda. Bahkan jika dibiarkan, mereka bisa menjadi generasi yang destruktif, merusak tatanan dan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Mereka bisa jadi calon koruptor, penggarong duit negara bahkan teroris, karena sudah tidak memiliki kepribadian dan karakter serta jiwa nasionalisme. Dalam lirik lagu kebangsaan kita terdapat adagium sakral, “bangunlah jiwanya, bangunlah badannya”, yakni kita harusnya membangun jiwa (mental) terlebih dahulu sebelum membangun badannya.

Kiranya untuk merealisasi pembentukan karakter dan kepribadian generasi muda, perlu di  antaranya menanamkan pengenalan identitas budaya dan sejarah melalui penguatan nilai-nilai kearifan lokal Jember kepada calon generasi emas ini.

Gagasan dan pencanangan “Hari Budaya Jember” lewat inspirasi dan solusi Bupati Hendy Siswanto kiranya patut didukung. Mengingat Jember selama ini dianggap sebagai daerah yang tidak memiliki identitas budaya yang ajeg (konsisten) dan kuat karena berada di “persimpangan” berbagai aliran budaya etnik, terutama Jawa dan Madura. Meskipun justru keanekaragaman budaya Jember yang dikayakan dengan akulturasi tradisi berbagai etnis ini akan menjadi modal dan potensi besar untuk dikembangkan.

Pada awal bulan Maret yang lalu (6/3/23), penulis diundang audiensi Bupati Jember Hendy Siswanto, di Pendapa Wahyawibawagraha, guna membicarakan gagasannya tentang “Hari Budaya Jember” yang merupakan ide bernas dan cemerlang. Ide itu tebersit saat beliau prihatin terhadap attitude dan kelakuan beberapa anak remaja SMP yang suatu waktu terciduk Satpol PP sedang bolos sekolah. Tentu saja Bupati merasa masygul atas ulah para remaja tersebut. Karena mereka adalah tunas-tunas muda yang kelak akan memikul tanggung jawab besar di pundaknya untuk memajukan bangsa, terutama daerahnya. Namun mereka terancam dekadensi moral dan krisis karakter yang cukup akut. Para remaja tersebut mengalami disorientasi dan “turbulensi” budaya dan sejarah, karena sudah tidak memiliki pride terhadap nilai-nilai luhur bangsanya, terlebih terhadap nilai-nilai budaya dan kearifan lokal (local wisdom).

Prihatin atas kejadian tersebut, bupati kemudian mengumpulkan para OPD (organisasi perangkat daerah) untuk membahas persoalan yang bisa disebut krusial, masalah ini harus dipecahkan bersama dengan semua elemen. Menurutnya, percuma pembangunan fisik berupa infrastruktur dengan menghamburkan dana triliunan tanpa dibarengi dengan pembangunan moral dan karakter generasi muda. Bahkan jika dibiarkan, mereka bisa menjadi generasi yang destruktif, merusak tatanan dan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Mereka bisa jadi calon koruptor, penggarong duit negara bahkan teroris, karena sudah tidak memiliki kepribadian dan karakter serta jiwa nasionalisme. Dalam lirik lagu kebangsaan kita terdapat adagium sakral, “bangunlah jiwanya, bangunlah badannya”, yakni kita harusnya membangun jiwa (mental) terlebih dahulu sebelum membangun badannya.

Kiranya untuk merealisasi pembentukan karakter dan kepribadian generasi muda, perlu di  antaranya menanamkan pengenalan identitas budaya dan sejarah melalui penguatan nilai-nilai kearifan lokal Jember kepada calon generasi emas ini.

Gagasan dan pencanangan “Hari Budaya Jember” lewat inspirasi dan solusi Bupati Hendy Siswanto kiranya patut didukung. Mengingat Jember selama ini dianggap sebagai daerah yang tidak memiliki identitas budaya yang ajeg (konsisten) dan kuat karena berada di “persimpangan” berbagai aliran budaya etnik, terutama Jawa dan Madura. Meskipun justru keanekaragaman budaya Jember yang dikayakan dengan akulturasi tradisi berbagai etnis ini akan menjadi modal dan potensi besar untuk dikembangkan.

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca