24.9 C
Jember
Saturday, 25 March 2023

Petani Milenial, Garda Harapan Sektor Pertanian

Mobile_AP_Rectangle 1

Apakah masih ada generasi muda yang bercita-cita menjadi petani? Di era kemajuan teknologi, jangankan generasi muda, generasi tua pun tak mau berprofesi sebagai petani. Hingga kini, anggapan bahwa petani merupakan profesi rendah dan miskin masih sangat melekat dalam budaya Indonesia. Pola pikir inilah yang membuat orang enggan untuk menjadi seorang petani.

Ironis, petani sebagai pelaku utama sektor unggulan Jawa Timur yang digadang-gadang mampu bertahan di era resesi ekonomi mayoritas memilki nasib tak beruntung. Pertanian masih menjadi penyumbang penduduk miskin yang dominan di Jawa Timur. Ekonom Mark Blaug menyatakan bahwa tingkat pendidikan berpengaruh signifikan terhadap pendapatan individu. Maka tak heran jika tingkat kemiskinan di sektor pertanian masih tinggi. Terdapat 70,60 persen petani Jawa Timur hanya berpendidikan SD sederajat ke bawah dan hanya 1,49 persen petani dengan pendidikan Perguruan Tinggi. Entah harus berbangga atau berduka, banyak sarjana yang lahir dari keluarga petani, tapi tidak banyak sarjana yang mau kembali menjadi petani.

Roda dapat diputar dan nasib petani bisa berubah. Melibatkan tenaga potensial dan berpendidikan diharapkan mampu menjadi langkah pacuan untuk mengembangkan kembali sektor pertanian. Pemerintah telah membuat kebijakan terkait pertanian dengan salah satu fokusnya adalah pengembangan inovasi teknologi pertanian modern metode smart farming. Pertanian modern diharapkan mampu menarik minat generasi milenial untuk bertani dan mampu mematahkan pandangan buruk menjadi petani.

Mobile_AP_Rectangle 2

Smart farming merupakan sistem pengelolaan pertanian yang memanfaatkan peralatan pertanian dan teknologi digital dalam pengumpulan informasi dan pengolahan lahan (Pangestika et al., 2020). Penggunaan sistem smart farming memiliki banyak manfaat, di antaranya efisiensi waktu biaya produksi dan tenaga kerja, meningkatkan produktivitas, petani dapat bercocok tanam tanpa bergantung dengan musim, serta dapat menghindari pencemaran lingkungan yang berlebihan akibat penggunaan pupuk anorganik dan pestisida. Suatu penelitian menyatakan bahwa smart farming terbukti mampu mengurangi biaya produksi rata-rata sebesar 20 hingga 25 persen dan peningkatan keuntungan hingga sebesar 50 persen (Rachmawati, 2020). Apabila metode ini dapat berjalan maksimal, petani milenial akan memiliki peranan strategis dalam pemenuhan ketahanan pangan nasional. Sektor pertanian juga kembali menggeliat menjadi lapangan pekerjaan yang memiliki pendapatan besar dan mampu menyejahterakan kehidupan petaninya. Beragam pelatihan untuk menyiapkan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia telah dilaksanakan. Dan hingga saat ini, uji coba smart farming millennial telah dilakukan di beberapa provinsi, di antaranya Sumatera Barat, Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan.

- Advertisement -

Apakah masih ada generasi muda yang bercita-cita menjadi petani? Di era kemajuan teknologi, jangankan generasi muda, generasi tua pun tak mau berprofesi sebagai petani. Hingga kini, anggapan bahwa petani merupakan profesi rendah dan miskin masih sangat melekat dalam budaya Indonesia. Pola pikir inilah yang membuat orang enggan untuk menjadi seorang petani.

Ironis, petani sebagai pelaku utama sektor unggulan Jawa Timur yang digadang-gadang mampu bertahan di era resesi ekonomi mayoritas memilki nasib tak beruntung. Pertanian masih menjadi penyumbang penduduk miskin yang dominan di Jawa Timur. Ekonom Mark Blaug menyatakan bahwa tingkat pendidikan berpengaruh signifikan terhadap pendapatan individu. Maka tak heran jika tingkat kemiskinan di sektor pertanian masih tinggi. Terdapat 70,60 persen petani Jawa Timur hanya berpendidikan SD sederajat ke bawah dan hanya 1,49 persen petani dengan pendidikan Perguruan Tinggi. Entah harus berbangga atau berduka, banyak sarjana yang lahir dari keluarga petani, tapi tidak banyak sarjana yang mau kembali menjadi petani.

Roda dapat diputar dan nasib petani bisa berubah. Melibatkan tenaga potensial dan berpendidikan diharapkan mampu menjadi langkah pacuan untuk mengembangkan kembali sektor pertanian. Pemerintah telah membuat kebijakan terkait pertanian dengan salah satu fokusnya adalah pengembangan inovasi teknologi pertanian modern metode smart farming. Pertanian modern diharapkan mampu menarik minat generasi milenial untuk bertani dan mampu mematahkan pandangan buruk menjadi petani.

Smart farming merupakan sistem pengelolaan pertanian yang memanfaatkan peralatan pertanian dan teknologi digital dalam pengumpulan informasi dan pengolahan lahan (Pangestika et al., 2020). Penggunaan sistem smart farming memiliki banyak manfaat, di antaranya efisiensi waktu biaya produksi dan tenaga kerja, meningkatkan produktivitas, petani dapat bercocok tanam tanpa bergantung dengan musim, serta dapat menghindari pencemaran lingkungan yang berlebihan akibat penggunaan pupuk anorganik dan pestisida. Suatu penelitian menyatakan bahwa smart farming terbukti mampu mengurangi biaya produksi rata-rata sebesar 20 hingga 25 persen dan peningkatan keuntungan hingga sebesar 50 persen (Rachmawati, 2020). Apabila metode ini dapat berjalan maksimal, petani milenial akan memiliki peranan strategis dalam pemenuhan ketahanan pangan nasional. Sektor pertanian juga kembali menggeliat menjadi lapangan pekerjaan yang memiliki pendapatan besar dan mampu menyejahterakan kehidupan petaninya. Beragam pelatihan untuk menyiapkan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia telah dilaksanakan. Dan hingga saat ini, uji coba smart farming millennial telah dilakukan di beberapa provinsi, di antaranya Sumatera Barat, Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan.

Apakah masih ada generasi muda yang bercita-cita menjadi petani? Di era kemajuan teknologi, jangankan generasi muda, generasi tua pun tak mau berprofesi sebagai petani. Hingga kini, anggapan bahwa petani merupakan profesi rendah dan miskin masih sangat melekat dalam budaya Indonesia. Pola pikir inilah yang membuat orang enggan untuk menjadi seorang petani.

Ironis, petani sebagai pelaku utama sektor unggulan Jawa Timur yang digadang-gadang mampu bertahan di era resesi ekonomi mayoritas memilki nasib tak beruntung. Pertanian masih menjadi penyumbang penduduk miskin yang dominan di Jawa Timur. Ekonom Mark Blaug menyatakan bahwa tingkat pendidikan berpengaruh signifikan terhadap pendapatan individu. Maka tak heran jika tingkat kemiskinan di sektor pertanian masih tinggi. Terdapat 70,60 persen petani Jawa Timur hanya berpendidikan SD sederajat ke bawah dan hanya 1,49 persen petani dengan pendidikan Perguruan Tinggi. Entah harus berbangga atau berduka, banyak sarjana yang lahir dari keluarga petani, tapi tidak banyak sarjana yang mau kembali menjadi petani.

Roda dapat diputar dan nasib petani bisa berubah. Melibatkan tenaga potensial dan berpendidikan diharapkan mampu menjadi langkah pacuan untuk mengembangkan kembali sektor pertanian. Pemerintah telah membuat kebijakan terkait pertanian dengan salah satu fokusnya adalah pengembangan inovasi teknologi pertanian modern metode smart farming. Pertanian modern diharapkan mampu menarik minat generasi milenial untuk bertani dan mampu mematahkan pandangan buruk menjadi petani.

Smart farming merupakan sistem pengelolaan pertanian yang memanfaatkan peralatan pertanian dan teknologi digital dalam pengumpulan informasi dan pengolahan lahan (Pangestika et al., 2020). Penggunaan sistem smart farming memiliki banyak manfaat, di antaranya efisiensi waktu biaya produksi dan tenaga kerja, meningkatkan produktivitas, petani dapat bercocok tanam tanpa bergantung dengan musim, serta dapat menghindari pencemaran lingkungan yang berlebihan akibat penggunaan pupuk anorganik dan pestisida. Suatu penelitian menyatakan bahwa smart farming terbukti mampu mengurangi biaya produksi rata-rata sebesar 20 hingga 25 persen dan peningkatan keuntungan hingga sebesar 50 persen (Rachmawati, 2020). Apabila metode ini dapat berjalan maksimal, petani milenial akan memiliki peranan strategis dalam pemenuhan ketahanan pangan nasional. Sektor pertanian juga kembali menggeliat menjadi lapangan pekerjaan yang memiliki pendapatan besar dan mampu menyejahterakan kehidupan petaninya. Beragam pelatihan untuk menyiapkan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia telah dilaksanakan. Dan hingga saat ini, uji coba smart farming millennial telah dilakukan di beberapa provinsi, di antaranya Sumatera Barat, Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan.

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca