“ADA kekuatan yang dahsyat dan tak terduga pada samudera, pada gunung berapi dan pada manusia yang tahu betul arah hidupnya,” itulah kata-kata Pramoedya Ananta Toer. Jika diperas lagi, intinya adalah arah. Sebuah pembangunan, arah tujuannya harus jelas. Jika arahnya jelas, maka ada kekuatan dahsyat yang tak terduga.

Mengenai pembangunan, hal utama yang bisa dilakukan adalah dorongan/motivasi yang bisa melahirkan inovasi. Dorongan ini yang juga dimaksud Universitas Jember Membangun Desa (UMD). Bangunan UMD adalah inovasi yang tepat untuk mengarahkan mahasiswa lebih dekat dengan masyarakat dan lebih bermanfaat. Lebih dekat karena mahasiswa diwajibkan menetap di desa. Bermanfaat karena ada terobosan ‘mengawinkan’ program yang tengah dijalani pemerintah kabupaten dengan UMD.

Usaha ‘mengawinkan’ itu dilakukan saat mahasiswa melakukan KKN. Lembaga Pusat Pemberdayaan Masyarakat (LP2M) Unej, melakukan sinkronisasi program. Ada banyak program yang sudah dikawinkan. Mulai kesehatan, pertanian, pengentasan kemiskinan sampai peningkatan ekonomi. Sasarannya adalah masyarakat desa.

Sentuhan-sentuhan itu, diarahkan agar pemerintah desa memiliki inovasi pembangunan. Mulai desa sentra, desa sadar lingkungan, desa wisata, desa budaya, desa inklusi dan desa sadar pelayanan. Unej hadir memberikan motivasi melalui KKN Tematik.

Misalnya dalam hal kesehatan, salah satunya tentang pengentasan stunting. Dipilihnya stunting, diawali keprihatinan tingginya angka prevalensi stunting di Bondowoso. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, data stunting di Indonesia termasuk kategori tinggi yakni 30,8 persen. Sedangkan di Provinsi Jawa Timur, angka prevalensi stunting tahun 2013-2018 berdasarkan hasil Riskesdas mengalami penurunan dari 35,8 persen menjadi 32,7 persen penurunan tersebut sebesar 3,1 persen. Di Kabupaten Bondowoso berdasarkan Riskesdas tahun 2013 angka prevalensi stunting 56,4 persen termasuk kategori sangat tinggi dan pada tahun 2018 menjadi 38 persen masuk kategori tinggi yang artinya ada penurunan signifikan sebesar 18,4 persen (Radar Jember, 7 Oktober 2019).

Stunting butuh perhatian khusus. Kabupaten Bondowoso masuk ke tiga besar di Jawa Timur dengan prevalensi stunting sebesar 38 persen. Universitas Membangun Desa, melirik kajian tersebut dengan sangat apik. Kampus memiliki kekuatan besar. Yakni mahasiswa. Mereka turun ke masyarakat dalam program pengabdian masyarakat. Yakni saat pelaksanaan Kuliah Kerja Nyata (KKN). Saat KKN inilah mahasiswa diarahkan untuk turut serta mengentaskan stunting.

Dalam hal stunting, pada 2018 ada 10 desa yang disentuh. Menariknya, setiap desa minimal ada dua mahasiswa kedokteran dan dua mahasiswa keperawatan. Universitas Membangun Desa menyebutnya dengan KKN tematik. Jika biasanya KKN diisi mahasiswa dari berbagai jurusan, karena ada embel-embel Tematik, maka harus ada spesifikasi.

Tujuannya jelas. Berbicara stunting, misalnya. Maka tidak lepas dari pengetahuan ilmu kesehatan. Karenanya, keterlibatan mahasiswa dari kedokteran dan keperawatan menjadi sangat diperlukan. Sehingga paham betul bagaimana mencari solusi pengentasan stunting.

Misalnya dengan edukasi perhatian khusus, 1.000 hari kehidupan pertama. Mahasiswa secara kultur, mengedukasi masyarakat bagaimana pentingnya perhatian 1.000 hari pertama kehidupan. Dihitung sejak sang ibu dinyatakan hamil. Salah satunya adalah asupan gizi.

Untuk membangkitkan asupan gizi yang murah dan mudah, para mahasiswa KKN Tematik ini, kebanyakan memanfaatkan pengolahan daun kelor atau maronggi. Sebab, daun ini ada hampir di seluruh desa di Bondowoso. Hal ini terlihat, ketika pameran yang dilakukan mahasiswa menjelang KKN tematik berakhir. Mereka membuat pameran saat gelaran Car Free Day (CFD) di Alun-Alun RBA Ki Ronggo Bondowoso. Produk gizi dari kelor ini, diolah dalam banyak variasi. Salah satunya dibuat minuman cepat saji.

Bagi masyarakat desa, tentunya edukasi yang dilakukan mahasiswa bisa sangat mengena. Sebab, mahasiswa menetap di suatu desa. Karenanya, hal ini menjadi kekuatan yang dahsyat untuk turut serta membangun masyarakat.

Dalam hal pembangunan pertanian, ada sentuhan yang asyik juga. Misalnya pada awal 2019, mahasiswa KKN 80 Unej di Desa Tangsil Kulon, Tenggarang membuat Gerakan Ekonomi Pekarangan (GEP) 2019.

Mahasiswa melihat, permasalahan di desa umumnya adalah kurangnya inovasi dalam pengolahan sumber daya yang ada di wilayah desa tersebut. Lantas mahasiswa, membuat pemetaan. Di Desa Tangsil Kulon di Kecamatan Tenggarang, Kabupaten Bondowoso, ini memiliki sumber daya alam dan manusia yang apabila dimanfaatkan dan diupayakan dengan baik, dapat menjadikan desa ini dapat berdikari. Melihat adanya potensi yang ada, muncullah gagasan program “Gerakan Ekonomi Pekarangan” yang merupakan program kerja sama antara perangkat Desa Tangsil Kulon, Dinas Perikanan Kabupaten Bondowoso, dan mahasiswa KKN 80 UNEJ.

Program kerja Gerakan Ekonomi Pekarangan (GEP). GEP diwujudkan dalam tiga aspek yakni pertanian yang terintegrasi, pemanfaatan sumber daya desa, dan sinergisitas bersama masyarakat. Program kerja ini dapat menciptakan dapur mandiri. Setiap masyarakat bisa memenuhi kebutuhan pangan sehat dengan memanfaatkan sumber daya yang ada di desa. Lebih jauhnya mampu menambah pendapatan keluarga dengan menjual hasil pemanfaatan pekarangan ke pasar.

GEP dilaksanakan oleh mahasiswa dengan beberapa tahapan. Pertama pendataan masyarakat yang memiliki antusias terhadap program serta memiliki sumber daya yang dibutuhkan seperti kolam ikan, selain itu dilaksanakan pula pendataan terhadap masyarakat Desa Tangsil Kulon yang memiliki unit usaha sendiri.

Kedua melembagakan masyarakat Desa Tangsil Kulon dalam sebuah wadah organisasi/kelompok yakni salah satunya POKDAKAN (Kelompok Budi Daya Ikan Air Tawar) karena potensi yang ada di Desa Tangsil Kulon adalah tersedianya kolam-kolam warga yang membudidayakan lele.

Ketiga, yaitu dimulainya penanaman benih di pekarangan rumah warga. Kami juga membantu menjembatani masyarakat dengan pemerintah desa maupun pemerintah daerah dalam mencari solusi dari kendala-kendala yang dikerjakan selama ini seperti kendala pakan, mesin produksi kerupuk patola, inovasi mutu olahan kerupuk patola, dan pemasarannya.

Keempat, merupakan finishing dari gagasan program ini, dengan menyinergikan masyarakat untuk melanjutkan program. Semangatnya adalah mendorong desa mandiri, berdaulat, adil, dan makmur.

Dari beberapa contoh tersebut, yang paling penting adalah inovasi. Hal ini sebenarnya sudah menjadi kodrat mahasiswa untuk melahirkan inovasi. Tengok saja Tri Fungsi Mahasiswa. Yakni Agent of Analysis (generasi yang pandai melakukan analisis), Agent of Change (generasi perubahan) dan Agent of Social Control (generasi pengontrol). Karenanya, harus ada kemampuan menganalisis. Ketika sudah dapat analisis, harus melakukan perubahan. Terakhir adalah melakukan kontrol. Saat kembali ke masyarakat, tiga hal itulah yang harus juga diterapkan.

*) Penulis adalah Wartawan Jawa Pos Radar Ijen (Bondowoso) dan anggota Laziznu Bondowoso.