24 C
Jember
Thursday, 1 June 2023

Hari Kesadaran Nasional Menuju Indonesia Berdaulat

Mobile_AP_Rectangle 1

Hari Kesadaran Nasional jatuh pada 17 Maret 2023 lalu. Itu menjadi refleksi bersama bagi masyarakat terkhusus pejabat publik, karena memasuki bulan Maret 2023 banyak peristiwa besar yang amoral dicerminkan oleh pemangku kebijakan dan penegak hukum. Seperti korupsi, pemerkosaan, narkotika oleh oknum kepolisian, pembunuhan dan lainnya.

Kejadian ini tidak bisa dianggap remeh karena banyaknya kasus besar yang terungkap, memberi sinyal bagi masyarakat bahwa semakin lama kecurangan maupun kebusukan akan terungkap pada akhirnya, indonesia yang sudah berusia 78 tahun sudah seharusnya bertindak tegas terhadap persoalan yang didapati, hukum di indonesia menjadi pertanyaan, apakah pemangku kebijakan publik tidak lagi takut dengan sanksi hukum yang dijatuhkan? Atau hukum indonesia terlalu ringan? Persoalannya adalah bahwa kasus terungkap bukan kasus kecil, sehingga menciptakan amarah masyarakat di tengah susahnya perekonomian saat ini.

Bertepatan hari kesadaran nasional saat ini, perlu bagi pemangku kebijakan publik maupun publik sendiri kembali pada fitrahnya sebagai masyarakat yang tunduk dan patuh pada peraturan dan konstitusi bernegara. Pengetahuan maupun tindakan harus didasarkan pada tingkat kesadaran kritis. Seorang filsuf Brazil, Paulo Preire, mengatakan jika ingin mencapai individu ideal harus melalui tiga tingkat kesadaran. Pertama, kesadaran magis. Kedua, kesadaran normatif. Ketiga kesadaran Kritis. Masyarakat indonesia dalam hal ini tidak kekurangan orang cerdas. Begitu pula dengan pejabatnya hanya saja terhenti pada hilangnya kesadaran. Banyak dari orang cerdas indonesia kini kehilangan nuraninya, bisa jadi ini akibat perubahan sosial dan sistem kapitalistik yang marak terjadi, sehingga obsesi untuk memperkaya maupun rasa tidak puas tertanam dalam jiwa pejabat indonesia saat ini. Sayangnya, ini berdampak terhadap masyarakat kecil, baik dari perekonomian, sosial maupun politiknya.

Mobile_AP_Rectangle 2

Max Weber mengatakan, apabila ingin membentuk kesadaran kritis harus diawali oleh individu-individu inovatif. Kemudian, disebarkan di berbagai lembaga/instansi terkait untuk mencapai kesadaran kritis lainnya. Akan tetapi, butuh waktu yang lama, sebab peran individu inovatif tersebut harus mampu membisikkan pada individu lainnya sehingga mencapai kesepakatan kelompok dan yang nantinya menjadi kesepakatan struktural maupun organisasi. Itulah mengapa orang-orang baik dan paham persoalan seharusnya masuk dalam instansi pemerintahan. Sebab persoalan hari ini malah individu yang sudah terbentuk baik secara moral maupun tindakan memilih tidak ikut dalam kursi pemerintahan, tetapi anehnya menyayangkan perbuatan amoral yang diaktualisasikan para pemangku kebijakan saat ini. Itulah pentingnya mengetahui bahwa perjuangan itu harus berjalan 2 arah, menjadi pemangku kebijakan publik tidak hanya terhenti pada pengetahuan dan modal politik melimpah. Melainkan etika dan moral dalam bernegara dan berbangsa mesti tuntas, sehingga nurani dan jiwa selalu menghendaki kebenaran dan berpihak pada masyarakat kecil dan mustadafin.

- Advertisement -

Hari Kesadaran Nasional jatuh pada 17 Maret 2023 lalu. Itu menjadi refleksi bersama bagi masyarakat terkhusus pejabat publik, karena memasuki bulan Maret 2023 banyak peristiwa besar yang amoral dicerminkan oleh pemangku kebijakan dan penegak hukum. Seperti korupsi, pemerkosaan, narkotika oleh oknum kepolisian, pembunuhan dan lainnya.

Kejadian ini tidak bisa dianggap remeh karena banyaknya kasus besar yang terungkap, memberi sinyal bagi masyarakat bahwa semakin lama kecurangan maupun kebusukan akan terungkap pada akhirnya, indonesia yang sudah berusia 78 tahun sudah seharusnya bertindak tegas terhadap persoalan yang didapati, hukum di indonesia menjadi pertanyaan, apakah pemangku kebijakan publik tidak lagi takut dengan sanksi hukum yang dijatuhkan? Atau hukum indonesia terlalu ringan? Persoalannya adalah bahwa kasus terungkap bukan kasus kecil, sehingga menciptakan amarah masyarakat di tengah susahnya perekonomian saat ini.

Bertepatan hari kesadaran nasional saat ini, perlu bagi pemangku kebijakan publik maupun publik sendiri kembali pada fitrahnya sebagai masyarakat yang tunduk dan patuh pada peraturan dan konstitusi bernegara. Pengetahuan maupun tindakan harus didasarkan pada tingkat kesadaran kritis. Seorang filsuf Brazil, Paulo Preire, mengatakan jika ingin mencapai individu ideal harus melalui tiga tingkat kesadaran. Pertama, kesadaran magis. Kedua, kesadaran normatif. Ketiga kesadaran Kritis. Masyarakat indonesia dalam hal ini tidak kekurangan orang cerdas. Begitu pula dengan pejabatnya hanya saja terhenti pada hilangnya kesadaran. Banyak dari orang cerdas indonesia kini kehilangan nuraninya, bisa jadi ini akibat perubahan sosial dan sistem kapitalistik yang marak terjadi, sehingga obsesi untuk memperkaya maupun rasa tidak puas tertanam dalam jiwa pejabat indonesia saat ini. Sayangnya, ini berdampak terhadap masyarakat kecil, baik dari perekonomian, sosial maupun politiknya.

Max Weber mengatakan, apabila ingin membentuk kesadaran kritis harus diawali oleh individu-individu inovatif. Kemudian, disebarkan di berbagai lembaga/instansi terkait untuk mencapai kesadaran kritis lainnya. Akan tetapi, butuh waktu yang lama, sebab peran individu inovatif tersebut harus mampu membisikkan pada individu lainnya sehingga mencapai kesepakatan kelompok dan yang nantinya menjadi kesepakatan struktural maupun organisasi. Itulah mengapa orang-orang baik dan paham persoalan seharusnya masuk dalam instansi pemerintahan. Sebab persoalan hari ini malah individu yang sudah terbentuk baik secara moral maupun tindakan memilih tidak ikut dalam kursi pemerintahan, tetapi anehnya menyayangkan perbuatan amoral yang diaktualisasikan para pemangku kebijakan saat ini. Itulah pentingnya mengetahui bahwa perjuangan itu harus berjalan 2 arah, menjadi pemangku kebijakan publik tidak hanya terhenti pada pengetahuan dan modal politik melimpah. Melainkan etika dan moral dalam bernegara dan berbangsa mesti tuntas, sehingga nurani dan jiwa selalu menghendaki kebenaran dan berpihak pada masyarakat kecil dan mustadafin.

Hari Kesadaran Nasional jatuh pada 17 Maret 2023 lalu. Itu menjadi refleksi bersama bagi masyarakat terkhusus pejabat publik, karena memasuki bulan Maret 2023 banyak peristiwa besar yang amoral dicerminkan oleh pemangku kebijakan dan penegak hukum. Seperti korupsi, pemerkosaan, narkotika oleh oknum kepolisian, pembunuhan dan lainnya.

Kejadian ini tidak bisa dianggap remeh karena banyaknya kasus besar yang terungkap, memberi sinyal bagi masyarakat bahwa semakin lama kecurangan maupun kebusukan akan terungkap pada akhirnya, indonesia yang sudah berusia 78 tahun sudah seharusnya bertindak tegas terhadap persoalan yang didapati, hukum di indonesia menjadi pertanyaan, apakah pemangku kebijakan publik tidak lagi takut dengan sanksi hukum yang dijatuhkan? Atau hukum indonesia terlalu ringan? Persoalannya adalah bahwa kasus terungkap bukan kasus kecil, sehingga menciptakan amarah masyarakat di tengah susahnya perekonomian saat ini.

Bertepatan hari kesadaran nasional saat ini, perlu bagi pemangku kebijakan publik maupun publik sendiri kembali pada fitrahnya sebagai masyarakat yang tunduk dan patuh pada peraturan dan konstitusi bernegara. Pengetahuan maupun tindakan harus didasarkan pada tingkat kesadaran kritis. Seorang filsuf Brazil, Paulo Preire, mengatakan jika ingin mencapai individu ideal harus melalui tiga tingkat kesadaran. Pertama, kesadaran magis. Kedua, kesadaran normatif. Ketiga kesadaran Kritis. Masyarakat indonesia dalam hal ini tidak kekurangan orang cerdas. Begitu pula dengan pejabatnya hanya saja terhenti pada hilangnya kesadaran. Banyak dari orang cerdas indonesia kini kehilangan nuraninya, bisa jadi ini akibat perubahan sosial dan sistem kapitalistik yang marak terjadi, sehingga obsesi untuk memperkaya maupun rasa tidak puas tertanam dalam jiwa pejabat indonesia saat ini. Sayangnya, ini berdampak terhadap masyarakat kecil, baik dari perekonomian, sosial maupun politiknya.

Max Weber mengatakan, apabila ingin membentuk kesadaran kritis harus diawali oleh individu-individu inovatif. Kemudian, disebarkan di berbagai lembaga/instansi terkait untuk mencapai kesadaran kritis lainnya. Akan tetapi, butuh waktu yang lama, sebab peran individu inovatif tersebut harus mampu membisikkan pada individu lainnya sehingga mencapai kesepakatan kelompok dan yang nantinya menjadi kesepakatan struktural maupun organisasi. Itulah mengapa orang-orang baik dan paham persoalan seharusnya masuk dalam instansi pemerintahan. Sebab persoalan hari ini malah individu yang sudah terbentuk baik secara moral maupun tindakan memilih tidak ikut dalam kursi pemerintahan, tetapi anehnya menyayangkan perbuatan amoral yang diaktualisasikan para pemangku kebijakan saat ini. Itulah pentingnya mengetahui bahwa perjuangan itu harus berjalan 2 arah, menjadi pemangku kebijakan publik tidak hanya terhenti pada pengetahuan dan modal politik melimpah. Melainkan etika dan moral dalam bernegara dan berbangsa mesti tuntas, sehingga nurani dan jiwa selalu menghendaki kebenaran dan berpihak pada masyarakat kecil dan mustadafin.

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca