29.5 C
Jember
Tuesday, 28 March 2023

Media Sosial, Wadah Cyber Bullying

Mobile_AP_Rectangle 1

Tentu kita tidak asing dengan istilah bullying, dimana seseorang memperlakukan orang lain secara tidak baik dan menyakitkan. Fenomena bullying ini banyak terjadi dimana-mana termasuk di lingkungan sekolah bahkan perguruan tinggi. Saat ini fenomena bullying semakin merambah sampai ke media sosial atau yang disebut sebagai cyber bullying. Cyber bullying merupakan bentuk perundungan yang dilakukan secara online baik melalui pesan teks, gambar, maupun jaringan sosial. Menurut UNICEF, cyber bullying merupakan perilaku berulang yang ditujukan untuk menakuti, membuat marah, atau mempermalukan mereka yang menjadi sasaran.

Cyber bullying merupakan salah satu bentuk dari kejahatan yang merendahkan orang lain dengan tujuan mempermalukan korban. Kasus cyber bullying di Indonesia merupakan kasus yang cukup tinggi. Menurut hasil penelitian APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia), ada 49 persen dari 5.900 responden yang menjadi korban dari cyber bullying. Tingginya angka ini tentu dipicu karena tingginya konsumsi penggunaan internet pada anak serta kurangnya pengawasan orang tua. Salah satu jenis cyber bullying yang marak di Indonesia adalah jenis flaming (amarah). Flaming merupakan tindakan seseorang dengan mengirimkan pesan teks atau komentar di platform media sosial yang berisikan kata-kata frontal dan penuh amarah yang menyinggung orang lain. Padahal, ketikan-ketikan tersebut memberikan dampak besar bagi sang korban apalagi pada psikisnya. Cyber bullying ini nyatanya lebih kejam dibandingkan dengan perundungan biasa. Bagaimana tidak, cyber bullying meninggalkan jejak digital yang sulit untuk dihilangkan dan dengan jangkauan yang luas membuat banyak orang dapat turut ikut berkomentar. Hal ini menyebabkan korban memiliki risiko lebih besar menderita stres, depresi hingga keinginan bunuh diri karena rasa takut dan malu. Kesehatan fisik pun ikut terganggu karena kekebalan tubuh yang menurun akibat stres dan lelahnya pikiran. Bukan hanya itu, korban bahkan bisa saja dikucilkan oleh lingkungan sekitarnya dan mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan karena postingan serta komentar-komentar bullying yang muncul di beranda.

Salah satu contoh kasus cyber bullying adalah yang terjadi pada artis Korea Selatan, Choi Jin Ri, atau yang dikenal sebagai Sulli, mantan personel dari girlband F(x). Penyanyi sekaligus aktris ini ditemukan tewas bunuh diri di tempat tinggalnya pada tahun 2019 lalu. Selama kariernya, Sulli memang beberapa kali terkena kontroversi yang mengakibatkan ia sering mendapatkan komentar-komentar pedas dari warganet. Ia juga mengungkapkan pada sebuah acara reality show bahwa sejak kecil ia memiliki gangguan panic disorder. Bermacam-macam ujaran kebencian sering kali diterima oleh Sulli yang menyebabkan beban kejiwaan yang ia alami terus bertambah yang menyebabkan akhirnya ia depresi berat dan memutuskan untuk bunuh diri. Tidak hanya pada public figure saja, cyber bullying juga bisa menimpa pada masyarakat biasa. Bisa dilihat dari kolom komentar video-video TikTok yang mungkin lewat di for your page Anda. Ketika seseorang mengunggah suatu video yang mungkin tidak sesuai dengan keinginan warganet, sang pengunggah akan otomatis di serang. Seperti salah satu video yang pernah saya lihat, seorang wanita cantik sedang membuat TikTok dengan bernyanyi lipsync dan di sampingnya terdapat koleksi sepatu Nike Air Jordan miliknya. Saya memang suka membaca komentar-komentar di setiap video yang saya tonton, saya kira isi komentarnya akan memuji kecantikannya, ternyata warganet berasumsi bahwa ia menyombongkan sepatu mahal miliknya dan mulai mem-bully dengan melontarkan komentar-komentar pedas. Adapula ketika seseorang yang dianggap kurang “good looking” mengunggah video, isi dari kolom komentar kebanyakan cemoohan dan hujatan, entah menghina fisik, cara berpakaiannya atau tingkah lakunya. Padahal apa susahnya menghargai dengan cukup tidak berkomentar apa-apa daripada harus mengetik sesuatu yang menyakiti hati orang lain, selagi video yang dibuat tidak merugikan.

Mobile_AP_Rectangle 2

Pada ilmu sosiologi, terdapat teori interaksi simbolis yang digunakan untuk menguraikan cyber bullying ini. Teori ini menjelaskan bahwa individu selalu melibatkan penggunaan simbol-simbol untuk saling memahami. Bullying pada perspektif ini merupakan bentuk interaksi kekuasaan yang dibuat antar individu dengan menggunakan simbol kekerasan. Simbol yang diberikan dari pelaku ke korban berupa ancaman, mempermalukan, mencemooh dan sikap melukai lainnya. Hal ini dilakukan karena ingin dilihat sebagai sosok yang disegani. Alasan lain seseorang melakukan cyber bullying adalah dipicu dengan rasa iri kepada target. Adapula karena pelaku ingin mencari perhatian dengan membuat orang lain sedih, lalu ketika ia mendapatkan dukungan ia akan merasa dihargai dan mendapatkan kesenangan.

Fenomena cyber bullying ini seharusnya dihentikan secara serius, karena dampaknya yang besar bagi para korban. Solusi untuk para korban jika mengalami cyber bullying, hendaknya memblokir dan report komentar serta akun pelaku dan memfilter kolom komentar. Jika ini terjadi pada teman kita, sebaiknya kita membantu dengan mendengarkan curhatannya serta solusi yang bisa dilakukan. Kita juga bisa membantu mengumpulkan bukti-bukti hate comment dengan tangkapan layar untuk dilaporkan kepada pihak yang berwajib. Untuk mencegah maraknya cyber bullying seharusnya dilakukan sosialisasi mengenai bentuk-bentuk dan dampak cyber bullying serta etika dalam bermedia sosial. Komitmen untuk memutus mata rantai fenomena ini harus dilakukan, mari sama-sama redam cyber bullying dengan menciptakan kebaikan.

Penulis adalah Mahasiswa Prodi Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang

 

- Advertisement -

Tentu kita tidak asing dengan istilah bullying, dimana seseorang memperlakukan orang lain secara tidak baik dan menyakitkan. Fenomena bullying ini banyak terjadi dimana-mana termasuk di lingkungan sekolah bahkan perguruan tinggi. Saat ini fenomena bullying semakin merambah sampai ke media sosial atau yang disebut sebagai cyber bullying. Cyber bullying merupakan bentuk perundungan yang dilakukan secara online baik melalui pesan teks, gambar, maupun jaringan sosial. Menurut UNICEF, cyber bullying merupakan perilaku berulang yang ditujukan untuk menakuti, membuat marah, atau mempermalukan mereka yang menjadi sasaran.

Cyber bullying merupakan salah satu bentuk dari kejahatan yang merendahkan orang lain dengan tujuan mempermalukan korban. Kasus cyber bullying di Indonesia merupakan kasus yang cukup tinggi. Menurut hasil penelitian APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia), ada 49 persen dari 5.900 responden yang menjadi korban dari cyber bullying. Tingginya angka ini tentu dipicu karena tingginya konsumsi penggunaan internet pada anak serta kurangnya pengawasan orang tua. Salah satu jenis cyber bullying yang marak di Indonesia adalah jenis flaming (amarah). Flaming merupakan tindakan seseorang dengan mengirimkan pesan teks atau komentar di platform media sosial yang berisikan kata-kata frontal dan penuh amarah yang menyinggung orang lain. Padahal, ketikan-ketikan tersebut memberikan dampak besar bagi sang korban apalagi pada psikisnya. Cyber bullying ini nyatanya lebih kejam dibandingkan dengan perundungan biasa. Bagaimana tidak, cyber bullying meninggalkan jejak digital yang sulit untuk dihilangkan dan dengan jangkauan yang luas membuat banyak orang dapat turut ikut berkomentar. Hal ini menyebabkan korban memiliki risiko lebih besar menderita stres, depresi hingga keinginan bunuh diri karena rasa takut dan malu. Kesehatan fisik pun ikut terganggu karena kekebalan tubuh yang menurun akibat stres dan lelahnya pikiran. Bukan hanya itu, korban bahkan bisa saja dikucilkan oleh lingkungan sekitarnya dan mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan karena postingan serta komentar-komentar bullying yang muncul di beranda.

Salah satu contoh kasus cyber bullying adalah yang terjadi pada artis Korea Selatan, Choi Jin Ri, atau yang dikenal sebagai Sulli, mantan personel dari girlband F(x). Penyanyi sekaligus aktris ini ditemukan tewas bunuh diri di tempat tinggalnya pada tahun 2019 lalu. Selama kariernya, Sulli memang beberapa kali terkena kontroversi yang mengakibatkan ia sering mendapatkan komentar-komentar pedas dari warganet. Ia juga mengungkapkan pada sebuah acara reality show bahwa sejak kecil ia memiliki gangguan panic disorder. Bermacam-macam ujaran kebencian sering kali diterima oleh Sulli yang menyebabkan beban kejiwaan yang ia alami terus bertambah yang menyebabkan akhirnya ia depresi berat dan memutuskan untuk bunuh diri. Tidak hanya pada public figure saja, cyber bullying juga bisa menimpa pada masyarakat biasa. Bisa dilihat dari kolom komentar video-video TikTok yang mungkin lewat di for your page Anda. Ketika seseorang mengunggah suatu video yang mungkin tidak sesuai dengan keinginan warganet, sang pengunggah akan otomatis di serang. Seperti salah satu video yang pernah saya lihat, seorang wanita cantik sedang membuat TikTok dengan bernyanyi lipsync dan di sampingnya terdapat koleksi sepatu Nike Air Jordan miliknya. Saya memang suka membaca komentar-komentar di setiap video yang saya tonton, saya kira isi komentarnya akan memuji kecantikannya, ternyata warganet berasumsi bahwa ia menyombongkan sepatu mahal miliknya dan mulai mem-bully dengan melontarkan komentar-komentar pedas. Adapula ketika seseorang yang dianggap kurang “good looking” mengunggah video, isi dari kolom komentar kebanyakan cemoohan dan hujatan, entah menghina fisik, cara berpakaiannya atau tingkah lakunya. Padahal apa susahnya menghargai dengan cukup tidak berkomentar apa-apa daripada harus mengetik sesuatu yang menyakiti hati orang lain, selagi video yang dibuat tidak merugikan.

Pada ilmu sosiologi, terdapat teori interaksi simbolis yang digunakan untuk menguraikan cyber bullying ini. Teori ini menjelaskan bahwa individu selalu melibatkan penggunaan simbol-simbol untuk saling memahami. Bullying pada perspektif ini merupakan bentuk interaksi kekuasaan yang dibuat antar individu dengan menggunakan simbol kekerasan. Simbol yang diberikan dari pelaku ke korban berupa ancaman, mempermalukan, mencemooh dan sikap melukai lainnya. Hal ini dilakukan karena ingin dilihat sebagai sosok yang disegani. Alasan lain seseorang melakukan cyber bullying adalah dipicu dengan rasa iri kepada target. Adapula karena pelaku ingin mencari perhatian dengan membuat orang lain sedih, lalu ketika ia mendapatkan dukungan ia akan merasa dihargai dan mendapatkan kesenangan.

Fenomena cyber bullying ini seharusnya dihentikan secara serius, karena dampaknya yang besar bagi para korban. Solusi untuk para korban jika mengalami cyber bullying, hendaknya memblokir dan report komentar serta akun pelaku dan memfilter kolom komentar. Jika ini terjadi pada teman kita, sebaiknya kita membantu dengan mendengarkan curhatannya serta solusi yang bisa dilakukan. Kita juga bisa membantu mengumpulkan bukti-bukti hate comment dengan tangkapan layar untuk dilaporkan kepada pihak yang berwajib. Untuk mencegah maraknya cyber bullying seharusnya dilakukan sosialisasi mengenai bentuk-bentuk dan dampak cyber bullying serta etika dalam bermedia sosial. Komitmen untuk memutus mata rantai fenomena ini harus dilakukan, mari sama-sama redam cyber bullying dengan menciptakan kebaikan.

Penulis adalah Mahasiswa Prodi Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang

 

Tentu kita tidak asing dengan istilah bullying, dimana seseorang memperlakukan orang lain secara tidak baik dan menyakitkan. Fenomena bullying ini banyak terjadi dimana-mana termasuk di lingkungan sekolah bahkan perguruan tinggi. Saat ini fenomena bullying semakin merambah sampai ke media sosial atau yang disebut sebagai cyber bullying. Cyber bullying merupakan bentuk perundungan yang dilakukan secara online baik melalui pesan teks, gambar, maupun jaringan sosial. Menurut UNICEF, cyber bullying merupakan perilaku berulang yang ditujukan untuk menakuti, membuat marah, atau mempermalukan mereka yang menjadi sasaran.

Cyber bullying merupakan salah satu bentuk dari kejahatan yang merendahkan orang lain dengan tujuan mempermalukan korban. Kasus cyber bullying di Indonesia merupakan kasus yang cukup tinggi. Menurut hasil penelitian APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia), ada 49 persen dari 5.900 responden yang menjadi korban dari cyber bullying. Tingginya angka ini tentu dipicu karena tingginya konsumsi penggunaan internet pada anak serta kurangnya pengawasan orang tua. Salah satu jenis cyber bullying yang marak di Indonesia adalah jenis flaming (amarah). Flaming merupakan tindakan seseorang dengan mengirimkan pesan teks atau komentar di platform media sosial yang berisikan kata-kata frontal dan penuh amarah yang menyinggung orang lain. Padahal, ketikan-ketikan tersebut memberikan dampak besar bagi sang korban apalagi pada psikisnya. Cyber bullying ini nyatanya lebih kejam dibandingkan dengan perundungan biasa. Bagaimana tidak, cyber bullying meninggalkan jejak digital yang sulit untuk dihilangkan dan dengan jangkauan yang luas membuat banyak orang dapat turut ikut berkomentar. Hal ini menyebabkan korban memiliki risiko lebih besar menderita stres, depresi hingga keinginan bunuh diri karena rasa takut dan malu. Kesehatan fisik pun ikut terganggu karena kekebalan tubuh yang menurun akibat stres dan lelahnya pikiran. Bukan hanya itu, korban bahkan bisa saja dikucilkan oleh lingkungan sekitarnya dan mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan karena postingan serta komentar-komentar bullying yang muncul di beranda.

Salah satu contoh kasus cyber bullying adalah yang terjadi pada artis Korea Selatan, Choi Jin Ri, atau yang dikenal sebagai Sulli, mantan personel dari girlband F(x). Penyanyi sekaligus aktris ini ditemukan tewas bunuh diri di tempat tinggalnya pada tahun 2019 lalu. Selama kariernya, Sulli memang beberapa kali terkena kontroversi yang mengakibatkan ia sering mendapatkan komentar-komentar pedas dari warganet. Ia juga mengungkapkan pada sebuah acara reality show bahwa sejak kecil ia memiliki gangguan panic disorder. Bermacam-macam ujaran kebencian sering kali diterima oleh Sulli yang menyebabkan beban kejiwaan yang ia alami terus bertambah yang menyebabkan akhirnya ia depresi berat dan memutuskan untuk bunuh diri. Tidak hanya pada public figure saja, cyber bullying juga bisa menimpa pada masyarakat biasa. Bisa dilihat dari kolom komentar video-video TikTok yang mungkin lewat di for your page Anda. Ketika seseorang mengunggah suatu video yang mungkin tidak sesuai dengan keinginan warganet, sang pengunggah akan otomatis di serang. Seperti salah satu video yang pernah saya lihat, seorang wanita cantik sedang membuat TikTok dengan bernyanyi lipsync dan di sampingnya terdapat koleksi sepatu Nike Air Jordan miliknya. Saya memang suka membaca komentar-komentar di setiap video yang saya tonton, saya kira isi komentarnya akan memuji kecantikannya, ternyata warganet berasumsi bahwa ia menyombongkan sepatu mahal miliknya dan mulai mem-bully dengan melontarkan komentar-komentar pedas. Adapula ketika seseorang yang dianggap kurang “good looking” mengunggah video, isi dari kolom komentar kebanyakan cemoohan dan hujatan, entah menghina fisik, cara berpakaiannya atau tingkah lakunya. Padahal apa susahnya menghargai dengan cukup tidak berkomentar apa-apa daripada harus mengetik sesuatu yang menyakiti hati orang lain, selagi video yang dibuat tidak merugikan.

Pada ilmu sosiologi, terdapat teori interaksi simbolis yang digunakan untuk menguraikan cyber bullying ini. Teori ini menjelaskan bahwa individu selalu melibatkan penggunaan simbol-simbol untuk saling memahami. Bullying pada perspektif ini merupakan bentuk interaksi kekuasaan yang dibuat antar individu dengan menggunakan simbol kekerasan. Simbol yang diberikan dari pelaku ke korban berupa ancaman, mempermalukan, mencemooh dan sikap melukai lainnya. Hal ini dilakukan karena ingin dilihat sebagai sosok yang disegani. Alasan lain seseorang melakukan cyber bullying adalah dipicu dengan rasa iri kepada target. Adapula karena pelaku ingin mencari perhatian dengan membuat orang lain sedih, lalu ketika ia mendapatkan dukungan ia akan merasa dihargai dan mendapatkan kesenangan.

Fenomena cyber bullying ini seharusnya dihentikan secara serius, karena dampaknya yang besar bagi para korban. Solusi untuk para korban jika mengalami cyber bullying, hendaknya memblokir dan report komentar serta akun pelaku dan memfilter kolom komentar. Jika ini terjadi pada teman kita, sebaiknya kita membantu dengan mendengarkan curhatannya serta solusi yang bisa dilakukan. Kita juga bisa membantu mengumpulkan bukti-bukti hate comment dengan tangkapan layar untuk dilaporkan kepada pihak yang berwajib. Untuk mencegah maraknya cyber bullying seharusnya dilakukan sosialisasi mengenai bentuk-bentuk dan dampak cyber bullying serta etika dalam bermedia sosial. Komitmen untuk memutus mata rantai fenomena ini harus dilakukan, mari sama-sama redam cyber bullying dengan menciptakan kebaikan.

Penulis adalah Mahasiswa Prodi Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang

 

BERITA TERKINI

Menjamurnya Program Tahfiz

Awal April Rapat Pansus LKPJ Dimulai

Tingkatkan Retribusi Parkir

Wajib Dibaca