21.5 C
Jember
Saturday, 10 June 2023

Bawaslu, Demokrasi, dan Dilema Penegakan Hukum Pemilu

Mobile_AP_Rectangle 1

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Dalam setiap pelaksanaannya, pemilihan umum (pemilu) tidak akan terlepas dari persoalan-persoalan yang menyangkut pelanggaran, hal ini disebabkan adanya dorongan kepentingan dari pihak-pihak tertentu untuk memenangkan kompetisi guna mencapai kekuasaan yang diinginkan. Dan apabila pelanggaran-pelanggaran ini didiamkan, maka yang terjadi adalah ketidakteraturan sistem yang disebabkan pencederaan hukum dan ujungnya terjadi tindakan yang anarki, (Firmanzah, 2010).

Di Indonesia, pengawasan terhadap proses pemilu dilembagakan dengan adanya lembaga Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Pengawasan dari Bawaslu adalah bentuk pengawasan yang terlembaga dari suatu organ negara. Bawaslu diberi kewenangan yang luar biasa dalam mengawasi jalannya penyelenggaraan pemilu, hal ini tertuang dalam Pasal 3 Peraturan Bawaslu Nomor 5 Tahun 2022 tentang Pengawasan Penyelenggaraan Pemilihan Umum. Di antaranya, Bawaslu melakukan pengawasan terhadap persiapan penyelenggaraan pemilu. Pelaksanaan tahapan penyelenggaraan pemilu. Mengawasi netralitas ASN. Mengawasi Pelaksanaan putusan DKPP. Mengawasi Peraturan KPU. Mengawasi tindak lanjut rekomendasi pengawas pemilu. serta pengawasan terhadap penataan daerah pemilihan, penetapan peserta pemilu, pelaksanaan kampanye dan proses penetapan hasil pemilu.

Artinya kewenangan utama Bawaslu adalah untuk mengawasi setiap pelaksanaan tahapan dalam pemilu dari awal hingga akhir, adanya pengawasan ini tentu untuk menjamin agar pemilu dapat berjalan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, serta menjunjung tinggi asas pemilu yaitu luber dan jurdil.

Mobile_AP_Rectangle 2

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang menjadi acuan utama penyelenggaraan pemilu. Bawaslu di antaranya mempunyai tugas: Melakukan pencegahan dan penindakan terhadap pelanggaran pemilu dan sengketa proses pemilu. Mengawasi persiapan penyelenggaraan pemilu, yang terdiri atas perencanaan dan penetapan jadwal tahapan pemilu, perencanaan pengadaan logistik oleh KPU, sosialisasi penyelenggaraan pemilu, dan pelaksanaan persiapan lainnya dalam penyelenggaraan pemilu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Mencegah terjadinya praktik politik uang serta mengawasi netralitas aparatur sipil negara, (ASN). Dan menyampaikan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu kepada DKPP.

Pengawasan yang dilakukan oleh Bawaslu sebenarnya untuk meminimalisir adanya penyimpangan atau kecurangan dalam pelaksanaan pemilu. Selain itu, dengan adanya pengawasan yang ketat dapat mengetahui sampai di mana penyimpangan, penyalahgunaan, kebocoran, pemborosan, penyelewengan yang dilakukan oleh pihak-pihak berkepentingan bahkan bisa jadi oleh para penyelenggara itu sendiri. Oleh karenanya, Pemilu yang dilaksanakan secara berkualitas, berkompetisi secara sehat, adanya keterlibatan pengawasan masyarakat dan di dorong oleh penyelenggara yang berintegritas, bermoral dan profesional akan berdampak kepada terpilihnya wakil-wakil dan pemimpin penyelenggaraan pemerintahan yang baik, yang berkeadilan dan menyejahterakan rakyatnya.

Menuju Pemilu Demokratis 2024

Menuju Pemilu 2024 Penyelenggaraan diharapkan dapat berjalan dengan baik, dilaksanakan oleh penyelenggara yang tidak memihak dan independen, mempunyai nyali dan integritas yang tinggi serta dalam pelaksanaannya berlangsung jujur dan adil, akan menjamin sistem demokrasi di suatu negara telah berjalan dengan baik pula. Di sinilah peran Bawaslu sangat dibutuhkan, melalui amanah Undang-undang yang berkaitan dengan tugas dan wewenangnya, Bawaslu dituntut untuk mencegah sedini mungkin terjadinya berbagai macam maraknya pelanggaran dan kecurangan dalam penyelenggaraan pemilu. Bahkan dalam batas-batas tertentu Bawaslu dapat memberikan hukuman setimpal bagi pelanggar yang menyebabkan tercederainya serta terganggunya proses pemilu yang tidak Demokratis lagi.

Menurut pandangan (Surbakti 2015) untuk mewujudkan pemilu demokratis, terdapat beberapa parameter. Pertama, adanya kepastian hukum yang dirumuskan berdasarkan asas pemilu demokratis, Penyelenggaraan Pemilu berlangsung tertib, luber, jurdil, transparan dan akuntabel. Kedua, adanya persaingan bebas dan adil antar kontestan pemilu, adanya kompetisi bebas dan adil antarpartai atau calon untuk meyakinkan rakyat memilih mereka. Ketiga, adanya partisipasi seluruh pemangku kepentingan dalam seluruh rangkaian penyelenggaraan tahapan pemilu. hal ini untuk menjamin agar rakyat berdaulat, di mana peran warga negara dalam pemilu bukan hanya memberi suara, tetapi juga melakukan berbagai peran untuk membantu penyelenggaraan pemilu betul-betul demokratis.

Pada pelaksanaan pemilu 2024 nanti, indikator pemilu demokratis tidak hanya dilihat dari seberapa tinggi jumlah pemilih yang hadir dalam pemilu, namun juga dapat dilihat bagaimana proses penegakan hukum sepanjang pemilunya berjalan. Jika proses penegakan hukum pemilu berjalan secara free and fair, tidak ada unsur keberpihakan, maka boleh jadi salah satu syarat untuk proses penyelenggaraan pemilu yang demokratis tercapai. Bawaslu harus betul-betul jeli dalam melihat berbagai bentuk pelanggaran dan menindaknya, karena keadilan dalam pemilu merupakan instrumen terpenting yang digunakan untuk menjamin legitimasi demokrasi pemilu.

Dilema Penegakan Pelanggaran Pemilu

Sebagai lembaga yang diberi mandat penuh dalam pengawasan pemilu, sebenarnya masih banyak yang meragukan langkah-langkah konkret yang telah dilakukan oleh Bawaslu, karena berbagai bentuk pelanggaran pemilu dari tahun ke tahun dalam setiap perhelatan, bukan turun, malah semakin merajalela. Disamping itu tidak adanya sanksi tegas yang diberikan oleh Bawaslu untuk memberikan efek jera kepada para oknum pelaku pelanggaran, sehingga mereka tidak segan dan sungkan untuk melakukan hal yang sama di penyelenggaraan berikutnya. Tidak jarang pelaku adanya pelanggaran dalam pemilu adalah oknum yang sama.

Persoalan lainnya adalah penyelesaian penegakan peraturan pemilu di mana banyak temuan atas suatu pelanggaran sangat sulit diselesaikan. Seperti penyelesaian di Gakkumdu, selain proses pembuktian yang dibutuhkan waktu yang sangat cepat, persoalan lainnya adalah perbedaan persepsi antara Bawaslu, kepolisian dan kejaksaan. Tidak jarang kasus yang dibawa kepada kepolisian dan kejaksaan dinyatakan tidak cukup bukti, sehingga kasus-kasus ini tidak dapat diproses lebih lanjut dan gugur di tengah jalan. Misalkan satu contoh kasus dalam penanganan kasus kampanye terselubung dan praktik money politics, secara materiil sulit dibuktikan mengingat para pelaku melakukannya dengan cara yang sangat halus. Menurut Abhan ketua Bawaslu RI 2017-2022, di saat mengisi acara GEMPAR di Bawaslu Jatim menggambarkan, tindak kejahatan pemilu seperti money politics, dalam penyebarannya menggunakan tangan-tangan orang-orang kecil di bawah. Sehingga ketika persoalan ini dibawa ke polisi, sangat jarang dilanjutkan, karena tidak memenuhi syarat untuk dilanjutkan ke tahap penyidikan.

Dalam persoalan kasus pidana pemilu, kewenangan Bawaslu dirasa kurang maksimal karena tidak memiliki hak untuk mengeksekusi sendiri pelanggaran pemilu sebagaimana diatur di dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 476 tentang Penanganan Tindak Pidana Pemilu dan Pasal 486 tentang Sentra Penegakan Hukum Terpadu atau Gakkumdu (Baca UU Nomor 7 Tahun 2017).Belum lagi persoalan pengawas pemilu yang tidak independen, adanya diskriminasi perlakuan dan memihak pada salah satu calon atau partai politik peserta pemilu terhadap pelanggaran dan kecurangan yang terjadi.

Menuju Pemilu 2024 persoalan dalam pemilu tentu akan semakin kompleks. Ketatnya Perebutan kursi DPR/DPRD berindikasi akan terjadinya persaingan yang tidak sehat, penghalalan segala cara untuk meraih banyak suara. Tingginya tiket ambang batas partai politik 4 persen juga berakibat terhadap panasnya persaingan dalam partai politik. Di sisi lain pengawasan yang dilakukan oleh Bawaslu akan sangat terbatas, mengingat wilayah yang begitu luas, yang diawasi sangat banyak dengan personel pengawas yang sangat terbatas. Untuk itu penting kiranya adanya pelibatan masyarakat dalam hal pengawasan pemilu, seperti pemantau pemilu (JPPR, KIPP, Netfid, dll) dengan adanya keterlibatan masyarakat tersebut diharapkan pelanggaran dan kecurangan yang sering terjadi dalam pemilu dapat terpantau sedini mungkin dan dapat dihindari. Di sinilah fungsi pengawasan yang dilakukan oleh Bawaslu merupakan hal yang sangat penting.

Pemilu 2024 sudah tinggal satu tahun lagi, artinya pesta demokrasi ini merupakan tanggung jawab kita bersama, yang harus dijaga kesuciannya. Dengan perangkat aturan penyelenggaraan yang masih sama seperti pemilu 2019, diharapkan Bawaslu dapat dengan mudah memetakan hal-hal yang terindikasi akan terjadi pelanggaran dan kecurangan dalam pemilu.

*) Penulis adalah dosen Hukum Tata Negara Universitas Nurul Jadid.

 

- Advertisement -

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Dalam setiap pelaksanaannya, pemilihan umum (pemilu) tidak akan terlepas dari persoalan-persoalan yang menyangkut pelanggaran, hal ini disebabkan adanya dorongan kepentingan dari pihak-pihak tertentu untuk memenangkan kompetisi guna mencapai kekuasaan yang diinginkan. Dan apabila pelanggaran-pelanggaran ini didiamkan, maka yang terjadi adalah ketidakteraturan sistem yang disebabkan pencederaan hukum dan ujungnya terjadi tindakan yang anarki, (Firmanzah, 2010).

Di Indonesia, pengawasan terhadap proses pemilu dilembagakan dengan adanya lembaga Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Pengawasan dari Bawaslu adalah bentuk pengawasan yang terlembaga dari suatu organ negara. Bawaslu diberi kewenangan yang luar biasa dalam mengawasi jalannya penyelenggaraan pemilu, hal ini tertuang dalam Pasal 3 Peraturan Bawaslu Nomor 5 Tahun 2022 tentang Pengawasan Penyelenggaraan Pemilihan Umum. Di antaranya, Bawaslu melakukan pengawasan terhadap persiapan penyelenggaraan pemilu. Pelaksanaan tahapan penyelenggaraan pemilu. Mengawasi netralitas ASN. Mengawasi Pelaksanaan putusan DKPP. Mengawasi Peraturan KPU. Mengawasi tindak lanjut rekomendasi pengawas pemilu. serta pengawasan terhadap penataan daerah pemilihan, penetapan peserta pemilu, pelaksanaan kampanye dan proses penetapan hasil pemilu.

Artinya kewenangan utama Bawaslu adalah untuk mengawasi setiap pelaksanaan tahapan dalam pemilu dari awal hingga akhir, adanya pengawasan ini tentu untuk menjamin agar pemilu dapat berjalan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, serta menjunjung tinggi asas pemilu yaitu luber dan jurdil.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang menjadi acuan utama penyelenggaraan pemilu. Bawaslu di antaranya mempunyai tugas: Melakukan pencegahan dan penindakan terhadap pelanggaran pemilu dan sengketa proses pemilu. Mengawasi persiapan penyelenggaraan pemilu, yang terdiri atas perencanaan dan penetapan jadwal tahapan pemilu, perencanaan pengadaan logistik oleh KPU, sosialisasi penyelenggaraan pemilu, dan pelaksanaan persiapan lainnya dalam penyelenggaraan pemilu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Mencegah terjadinya praktik politik uang serta mengawasi netralitas aparatur sipil negara, (ASN). Dan menyampaikan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu kepada DKPP.

Pengawasan yang dilakukan oleh Bawaslu sebenarnya untuk meminimalisir adanya penyimpangan atau kecurangan dalam pelaksanaan pemilu. Selain itu, dengan adanya pengawasan yang ketat dapat mengetahui sampai di mana penyimpangan, penyalahgunaan, kebocoran, pemborosan, penyelewengan yang dilakukan oleh pihak-pihak berkepentingan bahkan bisa jadi oleh para penyelenggara itu sendiri. Oleh karenanya, Pemilu yang dilaksanakan secara berkualitas, berkompetisi secara sehat, adanya keterlibatan pengawasan masyarakat dan di dorong oleh penyelenggara yang berintegritas, bermoral dan profesional akan berdampak kepada terpilihnya wakil-wakil dan pemimpin penyelenggaraan pemerintahan yang baik, yang berkeadilan dan menyejahterakan rakyatnya.

Menuju Pemilu Demokratis 2024

Menuju Pemilu 2024 Penyelenggaraan diharapkan dapat berjalan dengan baik, dilaksanakan oleh penyelenggara yang tidak memihak dan independen, mempunyai nyali dan integritas yang tinggi serta dalam pelaksanaannya berlangsung jujur dan adil, akan menjamin sistem demokrasi di suatu negara telah berjalan dengan baik pula. Di sinilah peran Bawaslu sangat dibutuhkan, melalui amanah Undang-undang yang berkaitan dengan tugas dan wewenangnya, Bawaslu dituntut untuk mencegah sedini mungkin terjadinya berbagai macam maraknya pelanggaran dan kecurangan dalam penyelenggaraan pemilu. Bahkan dalam batas-batas tertentu Bawaslu dapat memberikan hukuman setimpal bagi pelanggar yang menyebabkan tercederainya serta terganggunya proses pemilu yang tidak Demokratis lagi.

Menurut pandangan (Surbakti 2015) untuk mewujudkan pemilu demokratis, terdapat beberapa parameter. Pertama, adanya kepastian hukum yang dirumuskan berdasarkan asas pemilu demokratis, Penyelenggaraan Pemilu berlangsung tertib, luber, jurdil, transparan dan akuntabel. Kedua, adanya persaingan bebas dan adil antar kontestan pemilu, adanya kompetisi bebas dan adil antarpartai atau calon untuk meyakinkan rakyat memilih mereka. Ketiga, adanya partisipasi seluruh pemangku kepentingan dalam seluruh rangkaian penyelenggaraan tahapan pemilu. hal ini untuk menjamin agar rakyat berdaulat, di mana peran warga negara dalam pemilu bukan hanya memberi suara, tetapi juga melakukan berbagai peran untuk membantu penyelenggaraan pemilu betul-betul demokratis.

Pada pelaksanaan pemilu 2024 nanti, indikator pemilu demokratis tidak hanya dilihat dari seberapa tinggi jumlah pemilih yang hadir dalam pemilu, namun juga dapat dilihat bagaimana proses penegakan hukum sepanjang pemilunya berjalan. Jika proses penegakan hukum pemilu berjalan secara free and fair, tidak ada unsur keberpihakan, maka boleh jadi salah satu syarat untuk proses penyelenggaraan pemilu yang demokratis tercapai. Bawaslu harus betul-betul jeli dalam melihat berbagai bentuk pelanggaran dan menindaknya, karena keadilan dalam pemilu merupakan instrumen terpenting yang digunakan untuk menjamin legitimasi demokrasi pemilu.

Dilema Penegakan Pelanggaran Pemilu

Sebagai lembaga yang diberi mandat penuh dalam pengawasan pemilu, sebenarnya masih banyak yang meragukan langkah-langkah konkret yang telah dilakukan oleh Bawaslu, karena berbagai bentuk pelanggaran pemilu dari tahun ke tahun dalam setiap perhelatan, bukan turun, malah semakin merajalela. Disamping itu tidak adanya sanksi tegas yang diberikan oleh Bawaslu untuk memberikan efek jera kepada para oknum pelaku pelanggaran, sehingga mereka tidak segan dan sungkan untuk melakukan hal yang sama di penyelenggaraan berikutnya. Tidak jarang pelaku adanya pelanggaran dalam pemilu adalah oknum yang sama.

Persoalan lainnya adalah penyelesaian penegakan peraturan pemilu di mana banyak temuan atas suatu pelanggaran sangat sulit diselesaikan. Seperti penyelesaian di Gakkumdu, selain proses pembuktian yang dibutuhkan waktu yang sangat cepat, persoalan lainnya adalah perbedaan persepsi antara Bawaslu, kepolisian dan kejaksaan. Tidak jarang kasus yang dibawa kepada kepolisian dan kejaksaan dinyatakan tidak cukup bukti, sehingga kasus-kasus ini tidak dapat diproses lebih lanjut dan gugur di tengah jalan. Misalkan satu contoh kasus dalam penanganan kasus kampanye terselubung dan praktik money politics, secara materiil sulit dibuktikan mengingat para pelaku melakukannya dengan cara yang sangat halus. Menurut Abhan ketua Bawaslu RI 2017-2022, di saat mengisi acara GEMPAR di Bawaslu Jatim menggambarkan, tindak kejahatan pemilu seperti money politics, dalam penyebarannya menggunakan tangan-tangan orang-orang kecil di bawah. Sehingga ketika persoalan ini dibawa ke polisi, sangat jarang dilanjutkan, karena tidak memenuhi syarat untuk dilanjutkan ke tahap penyidikan.

Dalam persoalan kasus pidana pemilu, kewenangan Bawaslu dirasa kurang maksimal karena tidak memiliki hak untuk mengeksekusi sendiri pelanggaran pemilu sebagaimana diatur di dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 476 tentang Penanganan Tindak Pidana Pemilu dan Pasal 486 tentang Sentra Penegakan Hukum Terpadu atau Gakkumdu (Baca UU Nomor 7 Tahun 2017).Belum lagi persoalan pengawas pemilu yang tidak independen, adanya diskriminasi perlakuan dan memihak pada salah satu calon atau partai politik peserta pemilu terhadap pelanggaran dan kecurangan yang terjadi.

Menuju Pemilu 2024 persoalan dalam pemilu tentu akan semakin kompleks. Ketatnya Perebutan kursi DPR/DPRD berindikasi akan terjadinya persaingan yang tidak sehat, penghalalan segala cara untuk meraih banyak suara. Tingginya tiket ambang batas partai politik 4 persen juga berakibat terhadap panasnya persaingan dalam partai politik. Di sisi lain pengawasan yang dilakukan oleh Bawaslu akan sangat terbatas, mengingat wilayah yang begitu luas, yang diawasi sangat banyak dengan personel pengawas yang sangat terbatas. Untuk itu penting kiranya adanya pelibatan masyarakat dalam hal pengawasan pemilu, seperti pemantau pemilu (JPPR, KIPP, Netfid, dll) dengan adanya keterlibatan masyarakat tersebut diharapkan pelanggaran dan kecurangan yang sering terjadi dalam pemilu dapat terpantau sedini mungkin dan dapat dihindari. Di sinilah fungsi pengawasan yang dilakukan oleh Bawaslu merupakan hal yang sangat penting.

Pemilu 2024 sudah tinggal satu tahun lagi, artinya pesta demokrasi ini merupakan tanggung jawab kita bersama, yang harus dijaga kesuciannya. Dengan perangkat aturan penyelenggaraan yang masih sama seperti pemilu 2019, diharapkan Bawaslu dapat dengan mudah memetakan hal-hal yang terindikasi akan terjadi pelanggaran dan kecurangan dalam pemilu.

*) Penulis adalah dosen Hukum Tata Negara Universitas Nurul Jadid.

 

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Dalam setiap pelaksanaannya, pemilihan umum (pemilu) tidak akan terlepas dari persoalan-persoalan yang menyangkut pelanggaran, hal ini disebabkan adanya dorongan kepentingan dari pihak-pihak tertentu untuk memenangkan kompetisi guna mencapai kekuasaan yang diinginkan. Dan apabila pelanggaran-pelanggaran ini didiamkan, maka yang terjadi adalah ketidakteraturan sistem yang disebabkan pencederaan hukum dan ujungnya terjadi tindakan yang anarki, (Firmanzah, 2010).

Di Indonesia, pengawasan terhadap proses pemilu dilembagakan dengan adanya lembaga Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Pengawasan dari Bawaslu adalah bentuk pengawasan yang terlembaga dari suatu organ negara. Bawaslu diberi kewenangan yang luar biasa dalam mengawasi jalannya penyelenggaraan pemilu, hal ini tertuang dalam Pasal 3 Peraturan Bawaslu Nomor 5 Tahun 2022 tentang Pengawasan Penyelenggaraan Pemilihan Umum. Di antaranya, Bawaslu melakukan pengawasan terhadap persiapan penyelenggaraan pemilu. Pelaksanaan tahapan penyelenggaraan pemilu. Mengawasi netralitas ASN. Mengawasi Pelaksanaan putusan DKPP. Mengawasi Peraturan KPU. Mengawasi tindak lanjut rekomendasi pengawas pemilu. serta pengawasan terhadap penataan daerah pemilihan, penetapan peserta pemilu, pelaksanaan kampanye dan proses penetapan hasil pemilu.

Artinya kewenangan utama Bawaslu adalah untuk mengawasi setiap pelaksanaan tahapan dalam pemilu dari awal hingga akhir, adanya pengawasan ini tentu untuk menjamin agar pemilu dapat berjalan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, serta menjunjung tinggi asas pemilu yaitu luber dan jurdil.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang menjadi acuan utama penyelenggaraan pemilu. Bawaslu di antaranya mempunyai tugas: Melakukan pencegahan dan penindakan terhadap pelanggaran pemilu dan sengketa proses pemilu. Mengawasi persiapan penyelenggaraan pemilu, yang terdiri atas perencanaan dan penetapan jadwal tahapan pemilu, perencanaan pengadaan logistik oleh KPU, sosialisasi penyelenggaraan pemilu, dan pelaksanaan persiapan lainnya dalam penyelenggaraan pemilu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Mencegah terjadinya praktik politik uang serta mengawasi netralitas aparatur sipil negara, (ASN). Dan menyampaikan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu kepada DKPP.

Pengawasan yang dilakukan oleh Bawaslu sebenarnya untuk meminimalisir adanya penyimpangan atau kecurangan dalam pelaksanaan pemilu. Selain itu, dengan adanya pengawasan yang ketat dapat mengetahui sampai di mana penyimpangan, penyalahgunaan, kebocoran, pemborosan, penyelewengan yang dilakukan oleh pihak-pihak berkepentingan bahkan bisa jadi oleh para penyelenggara itu sendiri. Oleh karenanya, Pemilu yang dilaksanakan secara berkualitas, berkompetisi secara sehat, adanya keterlibatan pengawasan masyarakat dan di dorong oleh penyelenggara yang berintegritas, bermoral dan profesional akan berdampak kepada terpilihnya wakil-wakil dan pemimpin penyelenggaraan pemerintahan yang baik, yang berkeadilan dan menyejahterakan rakyatnya.

Menuju Pemilu Demokratis 2024

Menuju Pemilu 2024 Penyelenggaraan diharapkan dapat berjalan dengan baik, dilaksanakan oleh penyelenggara yang tidak memihak dan independen, mempunyai nyali dan integritas yang tinggi serta dalam pelaksanaannya berlangsung jujur dan adil, akan menjamin sistem demokrasi di suatu negara telah berjalan dengan baik pula. Di sinilah peran Bawaslu sangat dibutuhkan, melalui amanah Undang-undang yang berkaitan dengan tugas dan wewenangnya, Bawaslu dituntut untuk mencegah sedini mungkin terjadinya berbagai macam maraknya pelanggaran dan kecurangan dalam penyelenggaraan pemilu. Bahkan dalam batas-batas tertentu Bawaslu dapat memberikan hukuman setimpal bagi pelanggar yang menyebabkan tercederainya serta terganggunya proses pemilu yang tidak Demokratis lagi.

Menurut pandangan (Surbakti 2015) untuk mewujudkan pemilu demokratis, terdapat beberapa parameter. Pertama, adanya kepastian hukum yang dirumuskan berdasarkan asas pemilu demokratis, Penyelenggaraan Pemilu berlangsung tertib, luber, jurdil, transparan dan akuntabel. Kedua, adanya persaingan bebas dan adil antar kontestan pemilu, adanya kompetisi bebas dan adil antarpartai atau calon untuk meyakinkan rakyat memilih mereka. Ketiga, adanya partisipasi seluruh pemangku kepentingan dalam seluruh rangkaian penyelenggaraan tahapan pemilu. hal ini untuk menjamin agar rakyat berdaulat, di mana peran warga negara dalam pemilu bukan hanya memberi suara, tetapi juga melakukan berbagai peran untuk membantu penyelenggaraan pemilu betul-betul demokratis.

Pada pelaksanaan pemilu 2024 nanti, indikator pemilu demokratis tidak hanya dilihat dari seberapa tinggi jumlah pemilih yang hadir dalam pemilu, namun juga dapat dilihat bagaimana proses penegakan hukum sepanjang pemilunya berjalan. Jika proses penegakan hukum pemilu berjalan secara free and fair, tidak ada unsur keberpihakan, maka boleh jadi salah satu syarat untuk proses penyelenggaraan pemilu yang demokratis tercapai. Bawaslu harus betul-betul jeli dalam melihat berbagai bentuk pelanggaran dan menindaknya, karena keadilan dalam pemilu merupakan instrumen terpenting yang digunakan untuk menjamin legitimasi demokrasi pemilu.

Dilema Penegakan Pelanggaran Pemilu

Sebagai lembaga yang diberi mandat penuh dalam pengawasan pemilu, sebenarnya masih banyak yang meragukan langkah-langkah konkret yang telah dilakukan oleh Bawaslu, karena berbagai bentuk pelanggaran pemilu dari tahun ke tahun dalam setiap perhelatan, bukan turun, malah semakin merajalela. Disamping itu tidak adanya sanksi tegas yang diberikan oleh Bawaslu untuk memberikan efek jera kepada para oknum pelaku pelanggaran, sehingga mereka tidak segan dan sungkan untuk melakukan hal yang sama di penyelenggaraan berikutnya. Tidak jarang pelaku adanya pelanggaran dalam pemilu adalah oknum yang sama.

Persoalan lainnya adalah penyelesaian penegakan peraturan pemilu di mana banyak temuan atas suatu pelanggaran sangat sulit diselesaikan. Seperti penyelesaian di Gakkumdu, selain proses pembuktian yang dibutuhkan waktu yang sangat cepat, persoalan lainnya adalah perbedaan persepsi antara Bawaslu, kepolisian dan kejaksaan. Tidak jarang kasus yang dibawa kepada kepolisian dan kejaksaan dinyatakan tidak cukup bukti, sehingga kasus-kasus ini tidak dapat diproses lebih lanjut dan gugur di tengah jalan. Misalkan satu contoh kasus dalam penanganan kasus kampanye terselubung dan praktik money politics, secara materiil sulit dibuktikan mengingat para pelaku melakukannya dengan cara yang sangat halus. Menurut Abhan ketua Bawaslu RI 2017-2022, di saat mengisi acara GEMPAR di Bawaslu Jatim menggambarkan, tindak kejahatan pemilu seperti money politics, dalam penyebarannya menggunakan tangan-tangan orang-orang kecil di bawah. Sehingga ketika persoalan ini dibawa ke polisi, sangat jarang dilanjutkan, karena tidak memenuhi syarat untuk dilanjutkan ke tahap penyidikan.

Dalam persoalan kasus pidana pemilu, kewenangan Bawaslu dirasa kurang maksimal karena tidak memiliki hak untuk mengeksekusi sendiri pelanggaran pemilu sebagaimana diatur di dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 476 tentang Penanganan Tindak Pidana Pemilu dan Pasal 486 tentang Sentra Penegakan Hukum Terpadu atau Gakkumdu (Baca UU Nomor 7 Tahun 2017).Belum lagi persoalan pengawas pemilu yang tidak independen, adanya diskriminasi perlakuan dan memihak pada salah satu calon atau partai politik peserta pemilu terhadap pelanggaran dan kecurangan yang terjadi.

Menuju Pemilu 2024 persoalan dalam pemilu tentu akan semakin kompleks. Ketatnya Perebutan kursi DPR/DPRD berindikasi akan terjadinya persaingan yang tidak sehat, penghalalan segala cara untuk meraih banyak suara. Tingginya tiket ambang batas partai politik 4 persen juga berakibat terhadap panasnya persaingan dalam partai politik. Di sisi lain pengawasan yang dilakukan oleh Bawaslu akan sangat terbatas, mengingat wilayah yang begitu luas, yang diawasi sangat banyak dengan personel pengawas yang sangat terbatas. Untuk itu penting kiranya adanya pelibatan masyarakat dalam hal pengawasan pemilu, seperti pemantau pemilu (JPPR, KIPP, Netfid, dll) dengan adanya keterlibatan masyarakat tersebut diharapkan pelanggaran dan kecurangan yang sering terjadi dalam pemilu dapat terpantau sedini mungkin dan dapat dihindari. Di sinilah fungsi pengawasan yang dilakukan oleh Bawaslu merupakan hal yang sangat penting.

Pemilu 2024 sudah tinggal satu tahun lagi, artinya pesta demokrasi ini merupakan tanggung jawab kita bersama, yang harus dijaga kesuciannya. Dengan perangkat aturan penyelenggaraan yang masih sama seperti pemilu 2019, diharapkan Bawaslu dapat dengan mudah memetakan hal-hal yang terindikasi akan terjadi pelanggaran dan kecurangan dalam pemilu.

*) Penulis adalah dosen Hukum Tata Negara Universitas Nurul Jadid.

 

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca