30.4 C
Jember
Saturday, 10 June 2023

Melihat Hasil Perjuangan R.A. Kartini (1879-1904)

Mobile_AP_Rectangle 1

R.A Kartini lahir pada tanggal 21 April 1879 di Jepara. Beliau berasal dari keluarga bangsawan yang sangat patuh pada adat istiadat di zamannya. Ayahnya, Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, saat itu adalah seorang patih yang diangkat menjadi bupati Jepara saat Kartini dilahirkan. R.A. Kartini menghabiskan hidupnya yang singkat (1879–1904) untuk membela kaum perempuan, khususnya perempuan Indonesia, dari keterbelakangan dalam arti luas.

Usaha dan perjuangan beliau agar kaum perempuan dapat mengenyam pendidikan serta memperoleh kesempatan berkiprah di masyarakat tidaklah begitu mudah diraih karena banyaknya hambatan-hambatan yang dihadapi pada zaman itu. Hambatan-hambatan tersebut di antaranya adalah masalah sosial, budaya, serta adat istiadat. Saat itu perempuan tidak bebas duduk di bangku sekolah untuk belajar dan menuntut ilmu. Pada usia tertentu mereka harus dipingit dan pada akhirnya di usia tertentu pula diharuskan menikah dengan laki-laki yang terkadang tidak dikenal karena dijodohkan oleh kedua orang tuanya. Pada zaman itu perempuan harus rela dimadu karena suaminya menikah lagi.

Berkat perjuangan beliau terbukalah pintu bagi kaum perempuan untuk berkiprah serta mengambil peran di tengah masyarakat sesuai dengan kodrat kewanitaan mereka. Atas jasa jasanya yang begitu besar, Presiden pertama negeri ini, Ir Soekarno, melalui SK Nomor 108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964, menetapkan R.A. Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional. Ir Soekarno juga menetapkan peringatan Hari Kartini sebagai hari besar nasional yang jatuh pada tanggal 21 April setiap tahunnya.

Mobile_AP_Rectangle 2

Saat ini kaum perempuan, khususnya di Indonesia, telah dapat menikmati hasil perjuangan beliau. Mereka mendapatkan kesempatan yang sama dengan kaum laki-laki untuk menuntut ilmu serta berkiprah pada bidang apa saja (yang sesuai dengan kodrat kewanitaan tentunya). Melihat singkatnya hidup beliau dan hasil yang diperoleh dalam perjuangannya, beliau merupakan pejuang kaum perempuan yang sangat berhasil dan sukses memperjuangkan nasib kaumnya.

Tidak dapat dipungkiri bahwa kesempatan kaum perempuan untuk memaksimalkan potensi dirinya saat ini sangat terbuka luas. Dengan pendidikan yang memadai, mereka ada yang menjadi pegawai negeri sampai menjadi politisi. Banyak yang menjadi pegawai swasta sampai menjadi pengusaha. Bahkan dapat menduduki posisi yang amat tinggi dalam profesi yang ditekuni. Sudah banyak politisi perempuan yang tampil di negeri ini. Bahkan negara tercinta ini pernah dipimpin oleh seorang presiden perempuan, Ibu Megawati. Ini merupakan prestasi yang sangat mengagungkan sekaligus membanggakan bangsa Indonesia.

Pada tahun 2018, Menteri Keuangan Republik Indonesia Sri Mulyani Indrawati mendapatkan penghargaan sebagai menteri terbaik di dunia (the Best Minister in the World Award) pada ajang World Government Summit yang diselenggarakan di Dubai. Ibu Susi Pudjiastutui, wanita kelahiran Pangandaran, adalah Menteri Perikanan dan Kelautan pada tahun 2014-2019, dengan slogan “bekerja, bergerak, dan berkarir”. Begitu banyak prestasi dan penghargaan yang beliau peroleh. Beliau mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa dari ITS (2017) dalam bidang Manajemen dan Konservasi Sumber Daya Kelautan serta Doktor Honoris Causa dari Universitas Dipenegoro (2016). Masih banyak lagi prestasi kaum perempuan lainnya di Indonesia yang sangat membanggakan bangsa ini.

Namun demikian, di saat kaum perempuan bebas berkiprah di tengah masyarakat, harus direnungkan pula apakah kebebasan yang diperjuangkan beliau termasuk juga seperti yang sering kita lihat saat ini. Sering terlihat saat ini atas nama kebebasan berkiprah, tidak jarang tubuh anggun perempuan terkesan dieksploitasi sedemikian rupa untuk kepentingan tertentu. Atas nama kebebasan, banyak kaum perempuan yang mempertontonkan lekuk-lekuk tubuhnya yang indah guna mempromosikan produk tertentu. Misalnya, sales promotion girls (SPG) yang kebanyakan dilakukan oleh perempuan muda belia sering menyajikan pemandangan yang oleh laki-laki normal dianggap sebagai pencuci mata.

Di ajang lomba balap mobil maupun motor misalnya, sering terlihat perempuan muda nan cantik jelita, dengan sepatu berhak tinggi, pakaian mini, biasanya berdiri di samping pembalap sebelum melaju kencang, dengan tugas membawa payung supaya pembalap tidak kepanasan. Melihat pakaian serta gayanya, sering sekali mata dibuat sulit berkedip karena pemandangan yang dipertontonkan oleh lekuk-lekuk tubuh cantik tersebut.

Saat promosi mobil baru, sering terlihat bagian tubuh perempuan yang halus berdiri di samping mobil yang mulus. Di media elektronik dan cetak, sering tubuh perempuan dengan pakaian yang sedikit menggoda menjadi alat promosi produk-produk tertentu. Semua itu dilakukan atas nama kebebasan berkiprah dalam kehidupan ini.

Seandainya R.A. Kartini hadir di tengah kita pada saat ini serta menyaksikan keadaan tersebut, akankah beliau tersenyum bangga atau menangis duka? Sebuah pertanyaan yang mungkin R.A. Kartini pun akan kebingungan menjawabnya. Beliau jelas sangat bangga menyaksikan cita-citanya mengentas harkat kaum perempuan telah membawa hasil. Beliau pasti bahagia dan riang gembira melihat banyak sekali kaum perempuan yang telah berpendidikan dan mampu berkiprah di masyarakat. Beliau jelas sangat bersyukur melihat perjuangan yang dilakukan selama hidupnya tidak sia-sia. “Terima kasih Tuhan,” mungkin kalimat itu akan diucapkan berkali-kali.

 

Namun, di sisi lain beliau mungkin juga bingung tak mampu berkata apa-apa melihat kaumnya yang sering tubuhnya dipamerkan untuk kepentingan promosi dan bahkan sering terkesan dieksploitasi. Beliau mungkin bersedih bahkan menjerit sambil berkata, “Wahai kaumku, bukan kebebasan yang seperti itu yang aku maksud dalam perjuanganku. Perjuanganku dimaksudkan untuk mengangkat harkat dan martabat kaum perempuan dalam berkiprah di tengah masyarakat”. Dalam tangisnya beliau mungkin juga berdoa semoga para penerus perjuangannya akan melihat kembali apa sebenarnya yang beliau perjuangkan yaitu menjadikan wanita terhormat dan bermartabat karena pendidikan dan akhlaknya.

R.A. Kartini mungkin juga akan mengulangi pesan yang pernah diucapkan sendiri, “setiap ibu adalah wanita cantik, namun tidak semua wanita cantik adalah seorang ibu”. Kata Napoleon “ibu yang baik akan melahirkan anak bangsa yang baik pula”. Selamat merayakan Hari Kartini, semoga kita mampu mengambil pelajaran dari perjuangan beliau dan semoga Tuhan memberikan tempat yang mulia di sisi-Nya. Amin

 

*) Penulis adalah anggota Keris CLS dan Guru Besar Applied Linguistics di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember.

 

- Advertisement -

R.A Kartini lahir pada tanggal 21 April 1879 di Jepara. Beliau berasal dari keluarga bangsawan yang sangat patuh pada adat istiadat di zamannya. Ayahnya, Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, saat itu adalah seorang patih yang diangkat menjadi bupati Jepara saat Kartini dilahirkan. R.A. Kartini menghabiskan hidupnya yang singkat (1879–1904) untuk membela kaum perempuan, khususnya perempuan Indonesia, dari keterbelakangan dalam arti luas.

Usaha dan perjuangan beliau agar kaum perempuan dapat mengenyam pendidikan serta memperoleh kesempatan berkiprah di masyarakat tidaklah begitu mudah diraih karena banyaknya hambatan-hambatan yang dihadapi pada zaman itu. Hambatan-hambatan tersebut di antaranya adalah masalah sosial, budaya, serta adat istiadat. Saat itu perempuan tidak bebas duduk di bangku sekolah untuk belajar dan menuntut ilmu. Pada usia tertentu mereka harus dipingit dan pada akhirnya di usia tertentu pula diharuskan menikah dengan laki-laki yang terkadang tidak dikenal karena dijodohkan oleh kedua orang tuanya. Pada zaman itu perempuan harus rela dimadu karena suaminya menikah lagi.

Berkat perjuangan beliau terbukalah pintu bagi kaum perempuan untuk berkiprah serta mengambil peran di tengah masyarakat sesuai dengan kodrat kewanitaan mereka. Atas jasa jasanya yang begitu besar, Presiden pertama negeri ini, Ir Soekarno, melalui SK Nomor 108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964, menetapkan R.A. Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional. Ir Soekarno juga menetapkan peringatan Hari Kartini sebagai hari besar nasional yang jatuh pada tanggal 21 April setiap tahunnya.

Saat ini kaum perempuan, khususnya di Indonesia, telah dapat menikmati hasil perjuangan beliau. Mereka mendapatkan kesempatan yang sama dengan kaum laki-laki untuk menuntut ilmu serta berkiprah pada bidang apa saja (yang sesuai dengan kodrat kewanitaan tentunya). Melihat singkatnya hidup beliau dan hasil yang diperoleh dalam perjuangannya, beliau merupakan pejuang kaum perempuan yang sangat berhasil dan sukses memperjuangkan nasib kaumnya.

Tidak dapat dipungkiri bahwa kesempatan kaum perempuan untuk memaksimalkan potensi dirinya saat ini sangat terbuka luas. Dengan pendidikan yang memadai, mereka ada yang menjadi pegawai negeri sampai menjadi politisi. Banyak yang menjadi pegawai swasta sampai menjadi pengusaha. Bahkan dapat menduduki posisi yang amat tinggi dalam profesi yang ditekuni. Sudah banyak politisi perempuan yang tampil di negeri ini. Bahkan negara tercinta ini pernah dipimpin oleh seorang presiden perempuan, Ibu Megawati. Ini merupakan prestasi yang sangat mengagungkan sekaligus membanggakan bangsa Indonesia.

Pada tahun 2018, Menteri Keuangan Republik Indonesia Sri Mulyani Indrawati mendapatkan penghargaan sebagai menteri terbaik di dunia (the Best Minister in the World Award) pada ajang World Government Summit yang diselenggarakan di Dubai. Ibu Susi Pudjiastutui, wanita kelahiran Pangandaran, adalah Menteri Perikanan dan Kelautan pada tahun 2014-2019, dengan slogan “bekerja, bergerak, dan berkarir”. Begitu banyak prestasi dan penghargaan yang beliau peroleh. Beliau mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa dari ITS (2017) dalam bidang Manajemen dan Konservasi Sumber Daya Kelautan serta Doktor Honoris Causa dari Universitas Dipenegoro (2016). Masih banyak lagi prestasi kaum perempuan lainnya di Indonesia yang sangat membanggakan bangsa ini.

Namun demikian, di saat kaum perempuan bebas berkiprah di tengah masyarakat, harus direnungkan pula apakah kebebasan yang diperjuangkan beliau termasuk juga seperti yang sering kita lihat saat ini. Sering terlihat saat ini atas nama kebebasan berkiprah, tidak jarang tubuh anggun perempuan terkesan dieksploitasi sedemikian rupa untuk kepentingan tertentu. Atas nama kebebasan, banyak kaum perempuan yang mempertontonkan lekuk-lekuk tubuhnya yang indah guna mempromosikan produk tertentu. Misalnya, sales promotion girls (SPG) yang kebanyakan dilakukan oleh perempuan muda belia sering menyajikan pemandangan yang oleh laki-laki normal dianggap sebagai pencuci mata.

Di ajang lomba balap mobil maupun motor misalnya, sering terlihat perempuan muda nan cantik jelita, dengan sepatu berhak tinggi, pakaian mini, biasanya berdiri di samping pembalap sebelum melaju kencang, dengan tugas membawa payung supaya pembalap tidak kepanasan. Melihat pakaian serta gayanya, sering sekali mata dibuat sulit berkedip karena pemandangan yang dipertontonkan oleh lekuk-lekuk tubuh cantik tersebut.

Saat promosi mobil baru, sering terlihat bagian tubuh perempuan yang halus berdiri di samping mobil yang mulus. Di media elektronik dan cetak, sering tubuh perempuan dengan pakaian yang sedikit menggoda menjadi alat promosi produk-produk tertentu. Semua itu dilakukan atas nama kebebasan berkiprah dalam kehidupan ini.

Seandainya R.A. Kartini hadir di tengah kita pada saat ini serta menyaksikan keadaan tersebut, akankah beliau tersenyum bangga atau menangis duka? Sebuah pertanyaan yang mungkin R.A. Kartini pun akan kebingungan menjawabnya. Beliau jelas sangat bangga menyaksikan cita-citanya mengentas harkat kaum perempuan telah membawa hasil. Beliau pasti bahagia dan riang gembira melihat banyak sekali kaum perempuan yang telah berpendidikan dan mampu berkiprah di masyarakat. Beliau jelas sangat bersyukur melihat perjuangan yang dilakukan selama hidupnya tidak sia-sia. “Terima kasih Tuhan,” mungkin kalimat itu akan diucapkan berkali-kali.

 

Namun, di sisi lain beliau mungkin juga bingung tak mampu berkata apa-apa melihat kaumnya yang sering tubuhnya dipamerkan untuk kepentingan promosi dan bahkan sering terkesan dieksploitasi. Beliau mungkin bersedih bahkan menjerit sambil berkata, “Wahai kaumku, bukan kebebasan yang seperti itu yang aku maksud dalam perjuanganku. Perjuanganku dimaksudkan untuk mengangkat harkat dan martabat kaum perempuan dalam berkiprah di tengah masyarakat”. Dalam tangisnya beliau mungkin juga berdoa semoga para penerus perjuangannya akan melihat kembali apa sebenarnya yang beliau perjuangkan yaitu menjadikan wanita terhormat dan bermartabat karena pendidikan dan akhlaknya.

R.A. Kartini mungkin juga akan mengulangi pesan yang pernah diucapkan sendiri, “setiap ibu adalah wanita cantik, namun tidak semua wanita cantik adalah seorang ibu”. Kata Napoleon “ibu yang baik akan melahirkan anak bangsa yang baik pula”. Selamat merayakan Hari Kartini, semoga kita mampu mengambil pelajaran dari perjuangan beliau dan semoga Tuhan memberikan tempat yang mulia di sisi-Nya. Amin

 

*) Penulis adalah anggota Keris CLS dan Guru Besar Applied Linguistics di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember.

 

R.A Kartini lahir pada tanggal 21 April 1879 di Jepara. Beliau berasal dari keluarga bangsawan yang sangat patuh pada adat istiadat di zamannya. Ayahnya, Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, saat itu adalah seorang patih yang diangkat menjadi bupati Jepara saat Kartini dilahirkan. R.A. Kartini menghabiskan hidupnya yang singkat (1879–1904) untuk membela kaum perempuan, khususnya perempuan Indonesia, dari keterbelakangan dalam arti luas.

Usaha dan perjuangan beliau agar kaum perempuan dapat mengenyam pendidikan serta memperoleh kesempatan berkiprah di masyarakat tidaklah begitu mudah diraih karena banyaknya hambatan-hambatan yang dihadapi pada zaman itu. Hambatan-hambatan tersebut di antaranya adalah masalah sosial, budaya, serta adat istiadat. Saat itu perempuan tidak bebas duduk di bangku sekolah untuk belajar dan menuntut ilmu. Pada usia tertentu mereka harus dipingit dan pada akhirnya di usia tertentu pula diharuskan menikah dengan laki-laki yang terkadang tidak dikenal karena dijodohkan oleh kedua orang tuanya. Pada zaman itu perempuan harus rela dimadu karena suaminya menikah lagi.

Berkat perjuangan beliau terbukalah pintu bagi kaum perempuan untuk berkiprah serta mengambil peran di tengah masyarakat sesuai dengan kodrat kewanitaan mereka. Atas jasa jasanya yang begitu besar, Presiden pertama negeri ini, Ir Soekarno, melalui SK Nomor 108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964, menetapkan R.A. Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional. Ir Soekarno juga menetapkan peringatan Hari Kartini sebagai hari besar nasional yang jatuh pada tanggal 21 April setiap tahunnya.

Saat ini kaum perempuan, khususnya di Indonesia, telah dapat menikmati hasil perjuangan beliau. Mereka mendapatkan kesempatan yang sama dengan kaum laki-laki untuk menuntut ilmu serta berkiprah pada bidang apa saja (yang sesuai dengan kodrat kewanitaan tentunya). Melihat singkatnya hidup beliau dan hasil yang diperoleh dalam perjuangannya, beliau merupakan pejuang kaum perempuan yang sangat berhasil dan sukses memperjuangkan nasib kaumnya.

Tidak dapat dipungkiri bahwa kesempatan kaum perempuan untuk memaksimalkan potensi dirinya saat ini sangat terbuka luas. Dengan pendidikan yang memadai, mereka ada yang menjadi pegawai negeri sampai menjadi politisi. Banyak yang menjadi pegawai swasta sampai menjadi pengusaha. Bahkan dapat menduduki posisi yang amat tinggi dalam profesi yang ditekuni. Sudah banyak politisi perempuan yang tampil di negeri ini. Bahkan negara tercinta ini pernah dipimpin oleh seorang presiden perempuan, Ibu Megawati. Ini merupakan prestasi yang sangat mengagungkan sekaligus membanggakan bangsa Indonesia.

Pada tahun 2018, Menteri Keuangan Republik Indonesia Sri Mulyani Indrawati mendapatkan penghargaan sebagai menteri terbaik di dunia (the Best Minister in the World Award) pada ajang World Government Summit yang diselenggarakan di Dubai. Ibu Susi Pudjiastutui, wanita kelahiran Pangandaran, adalah Menteri Perikanan dan Kelautan pada tahun 2014-2019, dengan slogan “bekerja, bergerak, dan berkarir”. Begitu banyak prestasi dan penghargaan yang beliau peroleh. Beliau mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa dari ITS (2017) dalam bidang Manajemen dan Konservasi Sumber Daya Kelautan serta Doktor Honoris Causa dari Universitas Dipenegoro (2016). Masih banyak lagi prestasi kaum perempuan lainnya di Indonesia yang sangat membanggakan bangsa ini.

Namun demikian, di saat kaum perempuan bebas berkiprah di tengah masyarakat, harus direnungkan pula apakah kebebasan yang diperjuangkan beliau termasuk juga seperti yang sering kita lihat saat ini. Sering terlihat saat ini atas nama kebebasan berkiprah, tidak jarang tubuh anggun perempuan terkesan dieksploitasi sedemikian rupa untuk kepentingan tertentu. Atas nama kebebasan, banyak kaum perempuan yang mempertontonkan lekuk-lekuk tubuhnya yang indah guna mempromosikan produk tertentu. Misalnya, sales promotion girls (SPG) yang kebanyakan dilakukan oleh perempuan muda belia sering menyajikan pemandangan yang oleh laki-laki normal dianggap sebagai pencuci mata.

Di ajang lomba balap mobil maupun motor misalnya, sering terlihat perempuan muda nan cantik jelita, dengan sepatu berhak tinggi, pakaian mini, biasanya berdiri di samping pembalap sebelum melaju kencang, dengan tugas membawa payung supaya pembalap tidak kepanasan. Melihat pakaian serta gayanya, sering sekali mata dibuat sulit berkedip karena pemandangan yang dipertontonkan oleh lekuk-lekuk tubuh cantik tersebut.

Saat promosi mobil baru, sering terlihat bagian tubuh perempuan yang halus berdiri di samping mobil yang mulus. Di media elektronik dan cetak, sering tubuh perempuan dengan pakaian yang sedikit menggoda menjadi alat promosi produk-produk tertentu. Semua itu dilakukan atas nama kebebasan berkiprah dalam kehidupan ini.

Seandainya R.A. Kartini hadir di tengah kita pada saat ini serta menyaksikan keadaan tersebut, akankah beliau tersenyum bangga atau menangis duka? Sebuah pertanyaan yang mungkin R.A. Kartini pun akan kebingungan menjawabnya. Beliau jelas sangat bangga menyaksikan cita-citanya mengentas harkat kaum perempuan telah membawa hasil. Beliau pasti bahagia dan riang gembira melihat banyak sekali kaum perempuan yang telah berpendidikan dan mampu berkiprah di masyarakat. Beliau jelas sangat bersyukur melihat perjuangan yang dilakukan selama hidupnya tidak sia-sia. “Terima kasih Tuhan,” mungkin kalimat itu akan diucapkan berkali-kali.

 

Namun, di sisi lain beliau mungkin juga bingung tak mampu berkata apa-apa melihat kaumnya yang sering tubuhnya dipamerkan untuk kepentingan promosi dan bahkan sering terkesan dieksploitasi. Beliau mungkin bersedih bahkan menjerit sambil berkata, “Wahai kaumku, bukan kebebasan yang seperti itu yang aku maksud dalam perjuanganku. Perjuanganku dimaksudkan untuk mengangkat harkat dan martabat kaum perempuan dalam berkiprah di tengah masyarakat”. Dalam tangisnya beliau mungkin juga berdoa semoga para penerus perjuangannya akan melihat kembali apa sebenarnya yang beliau perjuangkan yaitu menjadikan wanita terhormat dan bermartabat karena pendidikan dan akhlaknya.

R.A. Kartini mungkin juga akan mengulangi pesan yang pernah diucapkan sendiri, “setiap ibu adalah wanita cantik, namun tidak semua wanita cantik adalah seorang ibu”. Kata Napoleon “ibu yang baik akan melahirkan anak bangsa yang baik pula”. Selamat merayakan Hari Kartini, semoga kita mampu mengambil pelajaran dari perjuangan beliau dan semoga Tuhan memberikan tempat yang mulia di sisi-Nya. Amin

 

*) Penulis adalah anggota Keris CLS dan Guru Besar Applied Linguistics di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember.

 

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca