Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan sudah mengusulkan bahkan mulai melakukan pembahasan Rancangan Undang-Undang Kesehatan atau banyak disebut RUU Kesehatan Omnibus Law di Komisi IX DPR RI. RUU ini sempat menimbulkan gejolak di masyarakat khususnya di kalangan tenaga kesehatan di tanah air.
Mereka memprotes RUU ini karena khawatir seperti RUU Omnibus Law Cipta Kerja dulu sehingga dapat melemahkan tenaga kesehatan di Indonesia yang ujungnya dikhawatirkan menurunkan derajat kesehatan masyarakat.
Sejumlah organisasi profesi kesehatan seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) pun secara lantang menyerukan penolakan hingga aksi damai menolak RUU Kesehatan Omnibus Law ini.
Anjing menggonggong khafilah berlalu
RUU ini sudah masuk ke Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2023, berkaca seperti UU Omnibus Law Cipta Kerja yang juga mendapatkan penolakan massif masyarakat tetapi cepat atau lambat tetap dibahas dan dijadikan undang-undang oleh DPR RI dan akan menjadi peraturan yang berlaku secara legal di Indonesia.
Yang jelas, bagi organisasi profesi kesehatan, menyampaikan unek-unek atau protes boleh-boleh saja, karena juga termasuk hak sebagai warga negara. Lebih baik berdarah-darah hari ini dibandingkan menyesal nantinya. Jika sudah menjadi undang-undang perjuangan itu tidak ada gunanya. Mau tidak mau, suka tidak suka, kita akan terikat dan harus mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku di negeri ini.
Akan lebih elok jika organisasi profesi langsung mendatangi dan menyampaikan aspirasi secara legal kepada pihak yang kini membahas RUU Kesehatan Omnibus Law ini yakni DPR RI. Saya yakin, anggota dewan terhormat ini wakil rakyat yang mau mendengarkan rakyatnya.