23 C
Jember
Saturday, 25 March 2023

Bukan karena Jenis Kelamin, Kartini Era Revolusi 4.0

Mobile_AP_Rectangle 1

Tanggal 21 April adalah peringatan Hari Kartini, yaitu merefleksi sebuah gerakan karya perempuan yang telah digaungkan RA Kartini mulai tahun 1899 ketika beliau masih sangat muda. Keinginannya menikmati kehidupan di mana perempuan bisa berbuat untuk bermanfaat bagi masyarakat. Tidak egois memikirkan kesenangan pribadi bertindak sesuka hati. Perempuan yang berkarya menjadi “anak gadis jang tjakap dan sanggoep tegak sendiri, jang tjepat kaki ringan tangan serta berani menentang kehidoepan dengan hati jang riang dan pikiran jang soeka, lagi dengan gembira dan keras hatinja bekerdja, boekan oentoek keoentoengan dan keselamatan dirinja sendiri sadja, tetapi soeka mengoerbankan diri akan goena keperloean dan keselamatan orang banjak djoega” (RA. Kartini:1899).

Perempuan yang cakap dan sanggup tegak berdiri yang artinya seseorang yang memiliki kompetensi dan pribadi yang tidak kenal menyerah. Kompetensi dengan memiliki keahlian di bidangnya ditempa dengan berbagai pengalaman dan proses pembelajaran dengan berbagai media dan teknologi terbarukan. Perempuan di cita-citakan memiliki jiwa yang berani menentang kehidupan apabila alurnya keluar dari nilai-nilai etika baik sosial, agama, ataupun susila. Tidak gentar melawan hegemoni keberanian dengan disertai hati yang riang tanpa tekanan dan keluhan. Bukan hanya itu, namun perempuan Indonesia memiliki jiwa yang bersedia berkorban bukan hanya kepentingan dan keselamatan pribadi, tapi berani berkorban untuk orang banyak.

Kutipan itu sangat memberi makna, merupakan cita-cita mulia dari perempuan zaman doeloe dan tetap relevan di zaman Revolusi 4.0. Nilai-nilai tersebut yang digaungkan penuh harap melihat kaum perempuan memiliki kemampuan dan nilai untuk berjuang demi kemaslahatan banyak orang tidak hanya berkiblat untuk kepentingan diri sendiri. Pilihan-pilihan nilai mulia menjadi pribadi yang berguna bagi nusa dan bangsa.

Mobile_AP_Rectangle 2

Zaman sekarang ini dengan begitu pesatnya perkembangan teknologi semakin canggih sehingga setiap individu dituntut untuk dapat menggali segala sumber daya manusia yang dimiliki. Untuk dapat menunjang kinerja sehingga akan sangat berpengaruh pada pelaksanaan tugas setiap hari. Bahkan sistem sarana dan prasarana dalam seluruh bagian kehidupan terus berkembang pesat dan terus disempurnakan seiring berjalannya waktu, sehingga semua sistem masyarakat juga organisasi berkembang sesuai dengan kemajuan teknologi yang harus diikuti sumber daya manusia yang ada. Banyak ahli berpendapat bahwa sumber daya manusia yang berkualitas sangat menentukan berhasil atau tidak suatu organisasi dengan kompetensi setiap pegawai yang ada (Farida, 2018).

Di era sekarang manusia lebih banyak menghabiskan waktu di depan teknologi, baik komputer, handphone, ataupun bekerja dengan mesin-mesin otomatis yang dikerjakan tanpa menggunakan tenaga besar. Artinya, perbedaan sudah bukan karena jenis kelamin lagi, namun lebih pada karya. Hal tersebut dapat dibuktikan dalam pertarungan di dunia maya, yang kita sudah tidak memiliki label jenis kelamin, tapi menggunakan label dari identitas berkode yang kita daftarkan baik email atau kode unik. Perbedaan jelas ada pada karya yang kita miliki. Layakkah apa yang dimiliki bertarung dengan dunia pada saat ini.

Sekarang marilah kita bercermin melihat pantulan diri dan jujur melihat apa yang kita miliki untuk mewujudkan nilai-nilai kesetaraan dalam karya. Secara fisik perempuan pasti tidak bisa bertanding, bahkan saya secara fisik adalah perempuan lemah yang sekali didorong akan jatuh, dan bila dorongan kuat akan terpental. Saya tentunya tidak mampu menebas pohon, memasang bata-bata rumah, atau mengangkat beban angkut yang besar. Tetapi sekarang zaman revolusi, semua kelemahan fisik sudah tergantikan mesin-mesin modern. Tak asing lagi teknologi robotika telah menggantikan hampir sebagian besar fungsi fisik berat untuk menggantikan manusia mengerjakan pekerjaan baik bidang pertanian, peternakan, dan berbagai pabrik. Kemudian, apalagi halangan perempuan untuk berkarya?

Persaingannya adalah menunjukkan karya bukan hanya ingin mendapatkan kenyamanan ketika rebutan di kendaraan umum, atau merasa teraniaya ketika sedang berdesak-desakkan. Walau secara fisik kita pasti berbeda, tetapi secara kemampuan kita layak diadu. Untuk meningkatkan kemampuan diri menurut teori self determination theory (Ryan dan Deci, 2000) manusia meningkatkan diri karena secara otonom ingin meningkatkan diri. Motivasi-motivasi eksternal seperti hadiah, uang, dan keinginan untuk eksistensi hanyalah motivasi sesaat yang tidak bisa secara kuat membawa perubahan besar bagi seseorang. Nilai-nilai yang diyakini seseorang akan membentuk pribadi kuat dalam menentukan pilihan-pilihan dalam kehidupan.

Ada tiga hal yang dapat memberikan motivasi kuat dalam berkarya menurut teori ini, yaitu otonom, kompetensi, dan relasi. Otonomi bahwa manusia mengendalikan diri sendiri baik perilaku dan tujuan mereka sendiri. Persaingan atau kompetensi, ketika kita menekankan diri kita tentang persaingan dalam melakukan aktivitas kehidupan sehingga menguasai tugas dan mempelajari berbagai keterampilan. Koneksi atau hubungan, setiap orang perlu mengalami rasa memiliki dan keterikatan dengan orang lain seperti keinginan kita untuk membuat orang tua bahagia, bekerja keras untuk anak-anak atau menjadi bermanfaat bagi masyarakat.

Menempa diri kita dengan berbagai kemampuan sesuai bidang yang kita inginkan dan sukai. Karena kita memiliki jiwa yang bebas menentukan masa depan kita sendiri dan nantinya menjadi masa depan bangsa. Hal tersebut berada di genggaman baik keberhasilan atau kegagalan. Mengenali lebih jauh dengan kelebihan-kelebihan kita kemudian tiap waktu menambah berbagai kemampuan dan keterampilan di bidang tersebut. Dengan keberanian yang tidak kenal menyerah karena dunia ini adalah persaingan untuk selalu berbuat kebaikan-kebaikan dan kemanfaatan. Koneksi dan hubungan tentunya adalah hal yang penting, karena dalam suatu hubungan selain ada semangat juga terjalin dengan berbagai orang akan menambah wawasan kita tentang berbagai hal yang bermanfaat.

Siapa pun kita, mungkin kita adalah ibu yang menjadi tulang punggung keluarga. Atau mungkin kita adalah perempuan muda yang berkarya. Atau bahkan kita perempuan yang tidak bisa mengenyam pendidikan karena berbagai keterbatasan ekonomi. Atau kita adalah buruh-buruh. Kita adalah perempuan-perempuan kuat dan memberi nilai-nilai hebat untuk orang tua, anak-anak generasi bangsa, dan untuk pribadi kita berkarya menjadi manusia yang memberi nilai akan kemanusiaan.

penulis adalah sosen STIE Mandala dan menempuh pendidikan S-3 di Universitas Jember

- Advertisement -

Tanggal 21 April adalah peringatan Hari Kartini, yaitu merefleksi sebuah gerakan karya perempuan yang telah digaungkan RA Kartini mulai tahun 1899 ketika beliau masih sangat muda. Keinginannya menikmati kehidupan di mana perempuan bisa berbuat untuk bermanfaat bagi masyarakat. Tidak egois memikirkan kesenangan pribadi bertindak sesuka hati. Perempuan yang berkarya menjadi “anak gadis jang tjakap dan sanggoep tegak sendiri, jang tjepat kaki ringan tangan serta berani menentang kehidoepan dengan hati jang riang dan pikiran jang soeka, lagi dengan gembira dan keras hatinja bekerdja, boekan oentoek keoentoengan dan keselamatan dirinja sendiri sadja, tetapi soeka mengoerbankan diri akan goena keperloean dan keselamatan orang banjak djoega” (RA. Kartini:1899).

Perempuan yang cakap dan sanggup tegak berdiri yang artinya seseorang yang memiliki kompetensi dan pribadi yang tidak kenal menyerah. Kompetensi dengan memiliki keahlian di bidangnya ditempa dengan berbagai pengalaman dan proses pembelajaran dengan berbagai media dan teknologi terbarukan. Perempuan di cita-citakan memiliki jiwa yang berani menentang kehidupan apabila alurnya keluar dari nilai-nilai etika baik sosial, agama, ataupun susila. Tidak gentar melawan hegemoni keberanian dengan disertai hati yang riang tanpa tekanan dan keluhan. Bukan hanya itu, namun perempuan Indonesia memiliki jiwa yang bersedia berkorban bukan hanya kepentingan dan keselamatan pribadi, tapi berani berkorban untuk orang banyak.

Kutipan itu sangat memberi makna, merupakan cita-cita mulia dari perempuan zaman doeloe dan tetap relevan di zaman Revolusi 4.0. Nilai-nilai tersebut yang digaungkan penuh harap melihat kaum perempuan memiliki kemampuan dan nilai untuk berjuang demi kemaslahatan banyak orang tidak hanya berkiblat untuk kepentingan diri sendiri. Pilihan-pilihan nilai mulia menjadi pribadi yang berguna bagi nusa dan bangsa.

Zaman sekarang ini dengan begitu pesatnya perkembangan teknologi semakin canggih sehingga setiap individu dituntut untuk dapat menggali segala sumber daya manusia yang dimiliki. Untuk dapat menunjang kinerja sehingga akan sangat berpengaruh pada pelaksanaan tugas setiap hari. Bahkan sistem sarana dan prasarana dalam seluruh bagian kehidupan terus berkembang pesat dan terus disempurnakan seiring berjalannya waktu, sehingga semua sistem masyarakat juga organisasi berkembang sesuai dengan kemajuan teknologi yang harus diikuti sumber daya manusia yang ada. Banyak ahli berpendapat bahwa sumber daya manusia yang berkualitas sangat menentukan berhasil atau tidak suatu organisasi dengan kompetensi setiap pegawai yang ada (Farida, 2018).

Di era sekarang manusia lebih banyak menghabiskan waktu di depan teknologi, baik komputer, handphone, ataupun bekerja dengan mesin-mesin otomatis yang dikerjakan tanpa menggunakan tenaga besar. Artinya, perbedaan sudah bukan karena jenis kelamin lagi, namun lebih pada karya. Hal tersebut dapat dibuktikan dalam pertarungan di dunia maya, yang kita sudah tidak memiliki label jenis kelamin, tapi menggunakan label dari identitas berkode yang kita daftarkan baik email atau kode unik. Perbedaan jelas ada pada karya yang kita miliki. Layakkah apa yang dimiliki bertarung dengan dunia pada saat ini.

Sekarang marilah kita bercermin melihat pantulan diri dan jujur melihat apa yang kita miliki untuk mewujudkan nilai-nilai kesetaraan dalam karya. Secara fisik perempuan pasti tidak bisa bertanding, bahkan saya secara fisik adalah perempuan lemah yang sekali didorong akan jatuh, dan bila dorongan kuat akan terpental. Saya tentunya tidak mampu menebas pohon, memasang bata-bata rumah, atau mengangkat beban angkut yang besar. Tetapi sekarang zaman revolusi, semua kelemahan fisik sudah tergantikan mesin-mesin modern. Tak asing lagi teknologi robotika telah menggantikan hampir sebagian besar fungsi fisik berat untuk menggantikan manusia mengerjakan pekerjaan baik bidang pertanian, peternakan, dan berbagai pabrik. Kemudian, apalagi halangan perempuan untuk berkarya?

Persaingannya adalah menunjukkan karya bukan hanya ingin mendapatkan kenyamanan ketika rebutan di kendaraan umum, atau merasa teraniaya ketika sedang berdesak-desakkan. Walau secara fisik kita pasti berbeda, tetapi secara kemampuan kita layak diadu. Untuk meningkatkan kemampuan diri menurut teori self determination theory (Ryan dan Deci, 2000) manusia meningkatkan diri karena secara otonom ingin meningkatkan diri. Motivasi-motivasi eksternal seperti hadiah, uang, dan keinginan untuk eksistensi hanyalah motivasi sesaat yang tidak bisa secara kuat membawa perubahan besar bagi seseorang. Nilai-nilai yang diyakini seseorang akan membentuk pribadi kuat dalam menentukan pilihan-pilihan dalam kehidupan.

Ada tiga hal yang dapat memberikan motivasi kuat dalam berkarya menurut teori ini, yaitu otonom, kompetensi, dan relasi. Otonomi bahwa manusia mengendalikan diri sendiri baik perilaku dan tujuan mereka sendiri. Persaingan atau kompetensi, ketika kita menekankan diri kita tentang persaingan dalam melakukan aktivitas kehidupan sehingga menguasai tugas dan mempelajari berbagai keterampilan. Koneksi atau hubungan, setiap orang perlu mengalami rasa memiliki dan keterikatan dengan orang lain seperti keinginan kita untuk membuat orang tua bahagia, bekerja keras untuk anak-anak atau menjadi bermanfaat bagi masyarakat.

Menempa diri kita dengan berbagai kemampuan sesuai bidang yang kita inginkan dan sukai. Karena kita memiliki jiwa yang bebas menentukan masa depan kita sendiri dan nantinya menjadi masa depan bangsa. Hal tersebut berada di genggaman baik keberhasilan atau kegagalan. Mengenali lebih jauh dengan kelebihan-kelebihan kita kemudian tiap waktu menambah berbagai kemampuan dan keterampilan di bidang tersebut. Dengan keberanian yang tidak kenal menyerah karena dunia ini adalah persaingan untuk selalu berbuat kebaikan-kebaikan dan kemanfaatan. Koneksi dan hubungan tentunya adalah hal yang penting, karena dalam suatu hubungan selain ada semangat juga terjalin dengan berbagai orang akan menambah wawasan kita tentang berbagai hal yang bermanfaat.

Siapa pun kita, mungkin kita adalah ibu yang menjadi tulang punggung keluarga. Atau mungkin kita adalah perempuan muda yang berkarya. Atau bahkan kita perempuan yang tidak bisa mengenyam pendidikan karena berbagai keterbatasan ekonomi. Atau kita adalah buruh-buruh. Kita adalah perempuan-perempuan kuat dan memberi nilai-nilai hebat untuk orang tua, anak-anak generasi bangsa, dan untuk pribadi kita berkarya menjadi manusia yang memberi nilai akan kemanusiaan.

penulis adalah sosen STIE Mandala dan menempuh pendidikan S-3 di Universitas Jember

Tanggal 21 April adalah peringatan Hari Kartini, yaitu merefleksi sebuah gerakan karya perempuan yang telah digaungkan RA Kartini mulai tahun 1899 ketika beliau masih sangat muda. Keinginannya menikmati kehidupan di mana perempuan bisa berbuat untuk bermanfaat bagi masyarakat. Tidak egois memikirkan kesenangan pribadi bertindak sesuka hati. Perempuan yang berkarya menjadi “anak gadis jang tjakap dan sanggoep tegak sendiri, jang tjepat kaki ringan tangan serta berani menentang kehidoepan dengan hati jang riang dan pikiran jang soeka, lagi dengan gembira dan keras hatinja bekerdja, boekan oentoek keoentoengan dan keselamatan dirinja sendiri sadja, tetapi soeka mengoerbankan diri akan goena keperloean dan keselamatan orang banjak djoega” (RA. Kartini:1899).

Perempuan yang cakap dan sanggup tegak berdiri yang artinya seseorang yang memiliki kompetensi dan pribadi yang tidak kenal menyerah. Kompetensi dengan memiliki keahlian di bidangnya ditempa dengan berbagai pengalaman dan proses pembelajaran dengan berbagai media dan teknologi terbarukan. Perempuan di cita-citakan memiliki jiwa yang berani menentang kehidupan apabila alurnya keluar dari nilai-nilai etika baik sosial, agama, ataupun susila. Tidak gentar melawan hegemoni keberanian dengan disertai hati yang riang tanpa tekanan dan keluhan. Bukan hanya itu, namun perempuan Indonesia memiliki jiwa yang bersedia berkorban bukan hanya kepentingan dan keselamatan pribadi, tapi berani berkorban untuk orang banyak.

Kutipan itu sangat memberi makna, merupakan cita-cita mulia dari perempuan zaman doeloe dan tetap relevan di zaman Revolusi 4.0. Nilai-nilai tersebut yang digaungkan penuh harap melihat kaum perempuan memiliki kemampuan dan nilai untuk berjuang demi kemaslahatan banyak orang tidak hanya berkiblat untuk kepentingan diri sendiri. Pilihan-pilihan nilai mulia menjadi pribadi yang berguna bagi nusa dan bangsa.

Zaman sekarang ini dengan begitu pesatnya perkembangan teknologi semakin canggih sehingga setiap individu dituntut untuk dapat menggali segala sumber daya manusia yang dimiliki. Untuk dapat menunjang kinerja sehingga akan sangat berpengaruh pada pelaksanaan tugas setiap hari. Bahkan sistem sarana dan prasarana dalam seluruh bagian kehidupan terus berkembang pesat dan terus disempurnakan seiring berjalannya waktu, sehingga semua sistem masyarakat juga organisasi berkembang sesuai dengan kemajuan teknologi yang harus diikuti sumber daya manusia yang ada. Banyak ahli berpendapat bahwa sumber daya manusia yang berkualitas sangat menentukan berhasil atau tidak suatu organisasi dengan kompetensi setiap pegawai yang ada (Farida, 2018).

Di era sekarang manusia lebih banyak menghabiskan waktu di depan teknologi, baik komputer, handphone, ataupun bekerja dengan mesin-mesin otomatis yang dikerjakan tanpa menggunakan tenaga besar. Artinya, perbedaan sudah bukan karena jenis kelamin lagi, namun lebih pada karya. Hal tersebut dapat dibuktikan dalam pertarungan di dunia maya, yang kita sudah tidak memiliki label jenis kelamin, tapi menggunakan label dari identitas berkode yang kita daftarkan baik email atau kode unik. Perbedaan jelas ada pada karya yang kita miliki. Layakkah apa yang dimiliki bertarung dengan dunia pada saat ini.

Sekarang marilah kita bercermin melihat pantulan diri dan jujur melihat apa yang kita miliki untuk mewujudkan nilai-nilai kesetaraan dalam karya. Secara fisik perempuan pasti tidak bisa bertanding, bahkan saya secara fisik adalah perempuan lemah yang sekali didorong akan jatuh, dan bila dorongan kuat akan terpental. Saya tentunya tidak mampu menebas pohon, memasang bata-bata rumah, atau mengangkat beban angkut yang besar. Tetapi sekarang zaman revolusi, semua kelemahan fisik sudah tergantikan mesin-mesin modern. Tak asing lagi teknologi robotika telah menggantikan hampir sebagian besar fungsi fisik berat untuk menggantikan manusia mengerjakan pekerjaan baik bidang pertanian, peternakan, dan berbagai pabrik. Kemudian, apalagi halangan perempuan untuk berkarya?

Persaingannya adalah menunjukkan karya bukan hanya ingin mendapatkan kenyamanan ketika rebutan di kendaraan umum, atau merasa teraniaya ketika sedang berdesak-desakkan. Walau secara fisik kita pasti berbeda, tetapi secara kemampuan kita layak diadu. Untuk meningkatkan kemampuan diri menurut teori self determination theory (Ryan dan Deci, 2000) manusia meningkatkan diri karena secara otonom ingin meningkatkan diri. Motivasi-motivasi eksternal seperti hadiah, uang, dan keinginan untuk eksistensi hanyalah motivasi sesaat yang tidak bisa secara kuat membawa perubahan besar bagi seseorang. Nilai-nilai yang diyakini seseorang akan membentuk pribadi kuat dalam menentukan pilihan-pilihan dalam kehidupan.

Ada tiga hal yang dapat memberikan motivasi kuat dalam berkarya menurut teori ini, yaitu otonom, kompetensi, dan relasi. Otonomi bahwa manusia mengendalikan diri sendiri baik perilaku dan tujuan mereka sendiri. Persaingan atau kompetensi, ketika kita menekankan diri kita tentang persaingan dalam melakukan aktivitas kehidupan sehingga menguasai tugas dan mempelajari berbagai keterampilan. Koneksi atau hubungan, setiap orang perlu mengalami rasa memiliki dan keterikatan dengan orang lain seperti keinginan kita untuk membuat orang tua bahagia, bekerja keras untuk anak-anak atau menjadi bermanfaat bagi masyarakat.

Menempa diri kita dengan berbagai kemampuan sesuai bidang yang kita inginkan dan sukai. Karena kita memiliki jiwa yang bebas menentukan masa depan kita sendiri dan nantinya menjadi masa depan bangsa. Hal tersebut berada di genggaman baik keberhasilan atau kegagalan. Mengenali lebih jauh dengan kelebihan-kelebihan kita kemudian tiap waktu menambah berbagai kemampuan dan keterampilan di bidang tersebut. Dengan keberanian yang tidak kenal menyerah karena dunia ini adalah persaingan untuk selalu berbuat kebaikan-kebaikan dan kemanfaatan. Koneksi dan hubungan tentunya adalah hal yang penting, karena dalam suatu hubungan selain ada semangat juga terjalin dengan berbagai orang akan menambah wawasan kita tentang berbagai hal yang bermanfaat.

Siapa pun kita, mungkin kita adalah ibu yang menjadi tulang punggung keluarga. Atau mungkin kita adalah perempuan muda yang berkarya. Atau bahkan kita perempuan yang tidak bisa mengenyam pendidikan karena berbagai keterbatasan ekonomi. Atau kita adalah buruh-buruh. Kita adalah perempuan-perempuan kuat dan memberi nilai-nilai hebat untuk orang tua, anak-anak generasi bangsa, dan untuk pribadi kita berkarya menjadi manusia yang memberi nilai akan kemanusiaan.

penulis adalah sosen STIE Mandala dan menempuh pendidikan S-3 di Universitas Jember

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca