30.4 C
Jember
Friday, 24 March 2023

Belajar Menghargai Setetes Air

Mobile_AP_Rectangle 1

Apa fungsi air di dalam kehidupan? Bagaimana kita mendeskripsikan value dari setetes air? Dua pertanyaan sederhana yang akan memberikan penegasan kepada kita bahwa air adalah sumber kehidupan. Sesuatu yang sangat berharga. Namun faktanya, air terbuang setiap hari. Setetes demi setetes tanpa kita hitung dan kita sadari. Bukankah air tidak akan pernah habis karena adanya proses daur air?

Ya, air memang tak akan pernah habis karena adanya proses daur air. Apalagi 2/3 permukaan Bumi juga tertutup air. Akan tetapi, bila kita berbicara tentang air bersih dan layak dikonsumsi beserta kelangkaannya, tentu kita akan berpikir dua kali. Dari sebuah scarcity alias kelangkaan inilah value dari setetes air itu bermula. Air banyak di lautan, di danau, dan berbagai perairan lainnya. Apakah serta-merta dapat kita minum, kita gunakan mandi, cuci, dan lain-lain? Apakah air tersebut bersih dan layak?

Tanggal 22 Maret seluruh masyarakat dari berbagai penjuru dunia memperingati Hari Air Sedunia. Sebuah peringatan yang diharapkan mampu meningkatkan kesadaran masyarakat dunia terhadap upaya pencegahan krisis air global. Komitmen secara global juga sudah tertuang dalam sustainable development goals tujuan keenam, yaitu tentang air bersih dan sanitasi layak. Sebuah komitmen untuk menjamin ketersediaan serta pengelolaan air bersih dan sanitasi yang berkelanjutan untuk semua.

Mobile_AP_Rectangle 2

Hidup berdampingan dengan air yang bersih memberikan kedamaian tersendiri, self healing. Air dapat menjadi penghubung antara kita dengan agama, misalnya ritual berwudu. Air juga dapat menjadi penghubung antarmasyarakat, misalnya pasar apung atau yang sama-sama punya hobi memancing. Air tak pernah lepas dari nilai-nilai moral kehidupan. Oleh karena itu, jangan hanya memandang air bersih dari segi ekonomi saja. Namun, coba kita libatkan nilai-nilai kearifan dalam mengelolanya.

Sekian persen limbah baik dari industri maupun rumah tangga dilepaskan begitu saja ke perairan. Beberapa bahkan tidak dilakukan pengelolaan terlebih dahulu. Tak terbayangkan seberapa banyak air yang sudah tercemar. Tak heran jika ada wilayah yang mengalami kelangkaan air bersih. Penelitian dari The 2030 Water Resources Group (2009) menyebutkan bahwa dunia akan mengalami krisis defisit air global sebanyak 40 persen di 2030. Sementara itu, penelitian lain dari OECD (2012) memprediksikan bahwa permintaan air global akan meningkat sebesar 55 persen antara tahun 2000 sampai 2050. Permintaan air bersih dan layak terus meningkat. Namun, sepertinya hati kita belum sepenuhnya tergerak untuk memperbaiki pengelolaan air secara kesatuan mulai dari pelestarian sumbernya, infrastrukturnya, aksesnya, pemanfaatannya, sampai kepada pengolahan limbahnya.

Bagaimana kondisi air bersih di Indonesia? Menurut Permenkes Nomor 416.PER/IX/1990, air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Sumber air minum bersih adalah sumber air minum yang terdiri atas air kemasan, air isi ulang, leding, dan sumur dengan jarak 10 meter atau lebih ke tempat penampungan limbah/kotoran/tinja terdekat. Badan Pusat Statistik melalui publikasi Statistik Kesejahteraan Rakyat (STATKESRA) memberikan sedikit gambaran tentang penggunaan air bersih dan akses air minum layak oleh rumah tangga di Indonesia.

Berdasarkan publikasi STATKESRA 2021, sekitar 52,93 persen rumah tangga di Indonesia yang tinggal di daerah perkotaan menggunakan air kemasan bermerk/air isi ulang sebagai sumber air minum utamanya. Sementara itu, rumah tangga yang tinggal di daerah perdesaan lebih bervariasi dalam sumber air minum. Selain air kemasan bermerek/air isi ulang dengan 21,28 persen mereka juga menggunakan mata air baik terlindung maupun tak terlindung sebesar 22,27 persen dan sumur terlindung sebesar 20,63 persen. Dari sini terlihat bahwa tingkat kepadatan populasi dan pencemaran di daerah perdesaan yang cenderung lebih rendah dibandingkan daerah perkotaan membuat sumber-sumber air bersih di daerah perdesaan masih terjaga kelestariannya dan layak untuk dikonsumsi. Sekitar 65,38 persen sumber air minum utama rumah tangga Indonesia memiliki jarak 10 meter atau lebih dari tempat pembuangan atau penampungan limbah/kotoran/tinja terdekat sehingga airnya cukup aman dari pencemaran.

Untuk keperluan mandi/cuci/dll, mayoritas rumah tangga daerah perkotaan menggunakan air dari sumur bor/pompa dengan persentase mencapai 46,29 persen, air leding (24,81 persen), dan sumur terlindung/tak terlindung (21,35 persen). Di sisi lain, persentase tertinggi penggunaan air untuk mandi/cuci/dll masyarakat daerah perdesaan adalah sumur terlindung/tak terlindung dengan 32,84 persen, disusul sumur bor/pompa (26,57 persen), dan mata air terlindung/tak terlindung (22,52 persen). Sementara itu, sekitar 60,87 persen sumber air untuk madi/cuci/dll di Indonesia memiliki jarak 10 meter atau lebih dari tempat penampungan limbah/kotoran/tinja terdekat.

Akses air minum layak menurut BPS adalah jika sumber air minum utama yang digunakan rumah tangga adalah leding, air terlindungi, dan air hujan. Air terlindungi mencakup sumur bor/pompa, sumur terlindung, dan mata air terlindung. Bagi rumah tangga yang menggunakan sumber air minum berupa air kemasan, maka rumah tangga dikategorikan memiliki akses air minum layak jika sumber air untuk mandi/cuci berasal dari leding, sumur bor/pompa, sumur terlindung, mata air terlindung, dan air hujan. Publikasi STATKESRA 2021 menunjukkan bahwa sebanyak 75,98 persen rumah tangga di Indonesia menggunakan sumber air minum bersih, meningkat sebanyak 0,74 persen dibandingkan tahun 2020. Sementara itu, rumah tangga yang memiliki akses air minum layak pada tahun 2021 mencapai 90,78 persen, meningkat sebanyak 0,57 persen dibandingkan tahun 2020. Angka 90,78 persen merupakan capaian yang sangat tinggi, namun kita harus berbenah karena di baliknya ada 9,22 persen rumah tangga baik di perkotaan maupun perdesaan yang mengalami kesulitan dalam mengakses air minum layak.

Semoga semangat Hari Air Sedunia ini mampu menyadarkan kita semua untuk terus menjaga kelestarian sumber air bersih, melakukan pembangunan infrastruktur pengelolaan air bersih dan sanitasi yang ramah lingkungan, memperlebar jangkauan akses air minum layak, serta menanamkan nilai-nilai moral tentang berharganya setetes air bagi kehidupan. Mindset bahwa air tersedia banyak di alam dan bisa digunakan dengan bebas harus dirubah. Sesuatu menjadi berharga ketika sudah menjadi langka, begitupun dengan air. Tentunya, tidak perlu menunggu sampai terjadi kelangkaan air agar kita belajar menghargai nilai dari setetes air.

Penulis adalah Statistisi Ahli Pertama di BPS Bondowoso

- Advertisement -

Apa fungsi air di dalam kehidupan? Bagaimana kita mendeskripsikan value dari setetes air? Dua pertanyaan sederhana yang akan memberikan penegasan kepada kita bahwa air adalah sumber kehidupan. Sesuatu yang sangat berharga. Namun faktanya, air terbuang setiap hari. Setetes demi setetes tanpa kita hitung dan kita sadari. Bukankah air tidak akan pernah habis karena adanya proses daur air?

Ya, air memang tak akan pernah habis karena adanya proses daur air. Apalagi 2/3 permukaan Bumi juga tertutup air. Akan tetapi, bila kita berbicara tentang air bersih dan layak dikonsumsi beserta kelangkaannya, tentu kita akan berpikir dua kali. Dari sebuah scarcity alias kelangkaan inilah value dari setetes air itu bermula. Air banyak di lautan, di danau, dan berbagai perairan lainnya. Apakah serta-merta dapat kita minum, kita gunakan mandi, cuci, dan lain-lain? Apakah air tersebut bersih dan layak?

Tanggal 22 Maret seluruh masyarakat dari berbagai penjuru dunia memperingati Hari Air Sedunia. Sebuah peringatan yang diharapkan mampu meningkatkan kesadaran masyarakat dunia terhadap upaya pencegahan krisis air global. Komitmen secara global juga sudah tertuang dalam sustainable development goals tujuan keenam, yaitu tentang air bersih dan sanitasi layak. Sebuah komitmen untuk menjamin ketersediaan serta pengelolaan air bersih dan sanitasi yang berkelanjutan untuk semua.

Hidup berdampingan dengan air yang bersih memberikan kedamaian tersendiri, self healing. Air dapat menjadi penghubung antara kita dengan agama, misalnya ritual berwudu. Air juga dapat menjadi penghubung antarmasyarakat, misalnya pasar apung atau yang sama-sama punya hobi memancing. Air tak pernah lepas dari nilai-nilai moral kehidupan. Oleh karena itu, jangan hanya memandang air bersih dari segi ekonomi saja. Namun, coba kita libatkan nilai-nilai kearifan dalam mengelolanya.

Sekian persen limbah baik dari industri maupun rumah tangga dilepaskan begitu saja ke perairan. Beberapa bahkan tidak dilakukan pengelolaan terlebih dahulu. Tak terbayangkan seberapa banyak air yang sudah tercemar. Tak heran jika ada wilayah yang mengalami kelangkaan air bersih. Penelitian dari The 2030 Water Resources Group (2009) menyebutkan bahwa dunia akan mengalami krisis defisit air global sebanyak 40 persen di 2030. Sementara itu, penelitian lain dari OECD (2012) memprediksikan bahwa permintaan air global akan meningkat sebesar 55 persen antara tahun 2000 sampai 2050. Permintaan air bersih dan layak terus meningkat. Namun, sepertinya hati kita belum sepenuhnya tergerak untuk memperbaiki pengelolaan air secara kesatuan mulai dari pelestarian sumbernya, infrastrukturnya, aksesnya, pemanfaatannya, sampai kepada pengolahan limbahnya.

Bagaimana kondisi air bersih di Indonesia? Menurut Permenkes Nomor 416.PER/IX/1990, air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Sumber air minum bersih adalah sumber air minum yang terdiri atas air kemasan, air isi ulang, leding, dan sumur dengan jarak 10 meter atau lebih ke tempat penampungan limbah/kotoran/tinja terdekat. Badan Pusat Statistik melalui publikasi Statistik Kesejahteraan Rakyat (STATKESRA) memberikan sedikit gambaran tentang penggunaan air bersih dan akses air minum layak oleh rumah tangga di Indonesia.

Berdasarkan publikasi STATKESRA 2021, sekitar 52,93 persen rumah tangga di Indonesia yang tinggal di daerah perkotaan menggunakan air kemasan bermerk/air isi ulang sebagai sumber air minum utamanya. Sementara itu, rumah tangga yang tinggal di daerah perdesaan lebih bervariasi dalam sumber air minum. Selain air kemasan bermerek/air isi ulang dengan 21,28 persen mereka juga menggunakan mata air baik terlindung maupun tak terlindung sebesar 22,27 persen dan sumur terlindung sebesar 20,63 persen. Dari sini terlihat bahwa tingkat kepadatan populasi dan pencemaran di daerah perdesaan yang cenderung lebih rendah dibandingkan daerah perkotaan membuat sumber-sumber air bersih di daerah perdesaan masih terjaga kelestariannya dan layak untuk dikonsumsi. Sekitar 65,38 persen sumber air minum utama rumah tangga Indonesia memiliki jarak 10 meter atau lebih dari tempat pembuangan atau penampungan limbah/kotoran/tinja terdekat sehingga airnya cukup aman dari pencemaran.

Untuk keperluan mandi/cuci/dll, mayoritas rumah tangga daerah perkotaan menggunakan air dari sumur bor/pompa dengan persentase mencapai 46,29 persen, air leding (24,81 persen), dan sumur terlindung/tak terlindung (21,35 persen). Di sisi lain, persentase tertinggi penggunaan air untuk mandi/cuci/dll masyarakat daerah perdesaan adalah sumur terlindung/tak terlindung dengan 32,84 persen, disusul sumur bor/pompa (26,57 persen), dan mata air terlindung/tak terlindung (22,52 persen). Sementara itu, sekitar 60,87 persen sumber air untuk madi/cuci/dll di Indonesia memiliki jarak 10 meter atau lebih dari tempat penampungan limbah/kotoran/tinja terdekat.

Akses air minum layak menurut BPS adalah jika sumber air minum utama yang digunakan rumah tangga adalah leding, air terlindungi, dan air hujan. Air terlindungi mencakup sumur bor/pompa, sumur terlindung, dan mata air terlindung. Bagi rumah tangga yang menggunakan sumber air minum berupa air kemasan, maka rumah tangga dikategorikan memiliki akses air minum layak jika sumber air untuk mandi/cuci berasal dari leding, sumur bor/pompa, sumur terlindung, mata air terlindung, dan air hujan. Publikasi STATKESRA 2021 menunjukkan bahwa sebanyak 75,98 persen rumah tangga di Indonesia menggunakan sumber air minum bersih, meningkat sebanyak 0,74 persen dibandingkan tahun 2020. Sementara itu, rumah tangga yang memiliki akses air minum layak pada tahun 2021 mencapai 90,78 persen, meningkat sebanyak 0,57 persen dibandingkan tahun 2020. Angka 90,78 persen merupakan capaian yang sangat tinggi, namun kita harus berbenah karena di baliknya ada 9,22 persen rumah tangga baik di perkotaan maupun perdesaan yang mengalami kesulitan dalam mengakses air minum layak.

Semoga semangat Hari Air Sedunia ini mampu menyadarkan kita semua untuk terus menjaga kelestarian sumber air bersih, melakukan pembangunan infrastruktur pengelolaan air bersih dan sanitasi yang ramah lingkungan, memperlebar jangkauan akses air minum layak, serta menanamkan nilai-nilai moral tentang berharganya setetes air bagi kehidupan. Mindset bahwa air tersedia banyak di alam dan bisa digunakan dengan bebas harus dirubah. Sesuatu menjadi berharga ketika sudah menjadi langka, begitupun dengan air. Tentunya, tidak perlu menunggu sampai terjadi kelangkaan air agar kita belajar menghargai nilai dari setetes air.

Penulis adalah Statistisi Ahli Pertama di BPS Bondowoso

Apa fungsi air di dalam kehidupan? Bagaimana kita mendeskripsikan value dari setetes air? Dua pertanyaan sederhana yang akan memberikan penegasan kepada kita bahwa air adalah sumber kehidupan. Sesuatu yang sangat berharga. Namun faktanya, air terbuang setiap hari. Setetes demi setetes tanpa kita hitung dan kita sadari. Bukankah air tidak akan pernah habis karena adanya proses daur air?

Ya, air memang tak akan pernah habis karena adanya proses daur air. Apalagi 2/3 permukaan Bumi juga tertutup air. Akan tetapi, bila kita berbicara tentang air bersih dan layak dikonsumsi beserta kelangkaannya, tentu kita akan berpikir dua kali. Dari sebuah scarcity alias kelangkaan inilah value dari setetes air itu bermula. Air banyak di lautan, di danau, dan berbagai perairan lainnya. Apakah serta-merta dapat kita minum, kita gunakan mandi, cuci, dan lain-lain? Apakah air tersebut bersih dan layak?

Tanggal 22 Maret seluruh masyarakat dari berbagai penjuru dunia memperingati Hari Air Sedunia. Sebuah peringatan yang diharapkan mampu meningkatkan kesadaran masyarakat dunia terhadap upaya pencegahan krisis air global. Komitmen secara global juga sudah tertuang dalam sustainable development goals tujuan keenam, yaitu tentang air bersih dan sanitasi layak. Sebuah komitmen untuk menjamin ketersediaan serta pengelolaan air bersih dan sanitasi yang berkelanjutan untuk semua.

Hidup berdampingan dengan air yang bersih memberikan kedamaian tersendiri, self healing. Air dapat menjadi penghubung antara kita dengan agama, misalnya ritual berwudu. Air juga dapat menjadi penghubung antarmasyarakat, misalnya pasar apung atau yang sama-sama punya hobi memancing. Air tak pernah lepas dari nilai-nilai moral kehidupan. Oleh karena itu, jangan hanya memandang air bersih dari segi ekonomi saja. Namun, coba kita libatkan nilai-nilai kearifan dalam mengelolanya.

Sekian persen limbah baik dari industri maupun rumah tangga dilepaskan begitu saja ke perairan. Beberapa bahkan tidak dilakukan pengelolaan terlebih dahulu. Tak terbayangkan seberapa banyak air yang sudah tercemar. Tak heran jika ada wilayah yang mengalami kelangkaan air bersih. Penelitian dari The 2030 Water Resources Group (2009) menyebutkan bahwa dunia akan mengalami krisis defisit air global sebanyak 40 persen di 2030. Sementara itu, penelitian lain dari OECD (2012) memprediksikan bahwa permintaan air global akan meningkat sebesar 55 persen antara tahun 2000 sampai 2050. Permintaan air bersih dan layak terus meningkat. Namun, sepertinya hati kita belum sepenuhnya tergerak untuk memperbaiki pengelolaan air secara kesatuan mulai dari pelestarian sumbernya, infrastrukturnya, aksesnya, pemanfaatannya, sampai kepada pengolahan limbahnya.

Bagaimana kondisi air bersih di Indonesia? Menurut Permenkes Nomor 416.PER/IX/1990, air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Sumber air minum bersih adalah sumber air minum yang terdiri atas air kemasan, air isi ulang, leding, dan sumur dengan jarak 10 meter atau lebih ke tempat penampungan limbah/kotoran/tinja terdekat. Badan Pusat Statistik melalui publikasi Statistik Kesejahteraan Rakyat (STATKESRA) memberikan sedikit gambaran tentang penggunaan air bersih dan akses air minum layak oleh rumah tangga di Indonesia.

Berdasarkan publikasi STATKESRA 2021, sekitar 52,93 persen rumah tangga di Indonesia yang tinggal di daerah perkotaan menggunakan air kemasan bermerk/air isi ulang sebagai sumber air minum utamanya. Sementara itu, rumah tangga yang tinggal di daerah perdesaan lebih bervariasi dalam sumber air minum. Selain air kemasan bermerek/air isi ulang dengan 21,28 persen mereka juga menggunakan mata air baik terlindung maupun tak terlindung sebesar 22,27 persen dan sumur terlindung sebesar 20,63 persen. Dari sini terlihat bahwa tingkat kepadatan populasi dan pencemaran di daerah perdesaan yang cenderung lebih rendah dibandingkan daerah perkotaan membuat sumber-sumber air bersih di daerah perdesaan masih terjaga kelestariannya dan layak untuk dikonsumsi. Sekitar 65,38 persen sumber air minum utama rumah tangga Indonesia memiliki jarak 10 meter atau lebih dari tempat pembuangan atau penampungan limbah/kotoran/tinja terdekat sehingga airnya cukup aman dari pencemaran.

Untuk keperluan mandi/cuci/dll, mayoritas rumah tangga daerah perkotaan menggunakan air dari sumur bor/pompa dengan persentase mencapai 46,29 persen, air leding (24,81 persen), dan sumur terlindung/tak terlindung (21,35 persen). Di sisi lain, persentase tertinggi penggunaan air untuk mandi/cuci/dll masyarakat daerah perdesaan adalah sumur terlindung/tak terlindung dengan 32,84 persen, disusul sumur bor/pompa (26,57 persen), dan mata air terlindung/tak terlindung (22,52 persen). Sementara itu, sekitar 60,87 persen sumber air untuk madi/cuci/dll di Indonesia memiliki jarak 10 meter atau lebih dari tempat penampungan limbah/kotoran/tinja terdekat.

Akses air minum layak menurut BPS adalah jika sumber air minum utama yang digunakan rumah tangga adalah leding, air terlindungi, dan air hujan. Air terlindungi mencakup sumur bor/pompa, sumur terlindung, dan mata air terlindung. Bagi rumah tangga yang menggunakan sumber air minum berupa air kemasan, maka rumah tangga dikategorikan memiliki akses air minum layak jika sumber air untuk mandi/cuci berasal dari leding, sumur bor/pompa, sumur terlindung, mata air terlindung, dan air hujan. Publikasi STATKESRA 2021 menunjukkan bahwa sebanyak 75,98 persen rumah tangga di Indonesia menggunakan sumber air minum bersih, meningkat sebanyak 0,74 persen dibandingkan tahun 2020. Sementara itu, rumah tangga yang memiliki akses air minum layak pada tahun 2021 mencapai 90,78 persen, meningkat sebanyak 0,57 persen dibandingkan tahun 2020. Angka 90,78 persen merupakan capaian yang sangat tinggi, namun kita harus berbenah karena di baliknya ada 9,22 persen rumah tangga baik di perkotaan maupun perdesaan yang mengalami kesulitan dalam mengakses air minum layak.

Semoga semangat Hari Air Sedunia ini mampu menyadarkan kita semua untuk terus menjaga kelestarian sumber air bersih, melakukan pembangunan infrastruktur pengelolaan air bersih dan sanitasi yang ramah lingkungan, memperlebar jangkauan akses air minum layak, serta menanamkan nilai-nilai moral tentang berharganya setetes air bagi kehidupan. Mindset bahwa air tersedia banyak di alam dan bisa digunakan dengan bebas harus dirubah. Sesuatu menjadi berharga ketika sudah menjadi langka, begitupun dengan air. Tentunya, tidak perlu menunggu sampai terjadi kelangkaan air agar kita belajar menghargai nilai dari setetes air.

Penulis adalah Statistisi Ahli Pertama di BPS Bondowoso

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca