JEMBER, RADARJEMBER.ID – Pepatah mengatakan, “Good result without good planning comes from good luck, not good management. If you can’t measured, you can’t managed“. Arti sederhananya bahwa untuk menuai hasil (pembangunan) yang hasilnya baik sesuai dengan yang diharapkan, harus dimulai dengan perencanaan yang baik. Perencanaan yang baik membutuhkan manajemen yang dipimpin oleh manajer yang memiliki ukuran dan target dalam mengelola pembangunan.
Dalam perspektif pembangunan daerah, pepatah tersebut diaktualisasikan dalam Pasal 277 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 serta dalam Permendagri Nomor 86 Tahun 2017. Dalam ketentuan tersebut perencanaan pembangunan daerah adalah perencanaan pembangunan (RPJPD, RPJMD, RKPD) dan perencanaan perangkat daerah ( Renstra dan Renja).
Ketika bupati terpilih, kemampuan manajemen pemerintahan dapat dilihat dari bagaimana dia menggerakkan OPD di bawahnya untuk mampu merencanakan program kepala daerah sesuai dengan penjabaran dari visi, misi kepala daerah dan memuat tujuan, sasaran, strategi, arah kebijakan, pembangunan daerah dan keuangan daerah, serta program perangkat daerah dan lintas perangkat daerah yang disertai dengan kerangka pendanaan bersifat indikatif untuk jangka waktu 5 (lima) melalui dokumen RPJMD.
Pasca-terpilih wajar jika kepala daerah Euforia untuk selalu menjanjikan memenuhi harapan masyarakat dan pemilihnya. Namun, dalam konteks manajerial dalam pemerintahan sebagaimana aturan tersebut, maka janji harapan ini harus dikelola dalam perencanaan dan pengendalian melalui program pembangunan. Hal ini penting karena janji politik bupati ketika terpilih ini harus di terjemahkan dalam program teknokratis yang di dalamnya tidak lepas dari nomenklatur program. Sebagaimana ketentuan peraturan serta tupoksi organisasi perangkat daerah yang akan menjalankan. Proses ini dibangun juga tidak melepas dari masukan dan harapan melalui keterlibatan publik dalam bentuk konsultasi dan musyawarah perencanaan.
Di dalam ketentuan proses itu sudah diatur dalam timeline dan tahapan yang rigid mulai dari tahap persiapan yang meliputi penyusunan rancangan keputusan kepala daerah tentang pembentukan tim penyusun RPJMD, orientasi dan penyusunan agenda tim oleh bupati, penyusunan data dan informasi sesuai dengan SIPD, serta penyusunan rancangan teknokratis.
Saat ini Kabupaten Jember baru tahap RPJMD Teknokratis. Tentunya tahap ini belum selesai karena harus melewati beberapa tahapan lagi, yaitu tahap penyempurnaan menjadi ranwal RPJMD, tahap konsultasi publik ranwal RPJMD, tahap pembahasan ranwal oleh DPRD, tahap konsultasi ranwal oleh gubernur, tahap penyempurnaan renstra OPD berdasarkan ranwal yang telah disetujui gubernur, tahap musyawarah RPJMD, tahap pembahasan raperda RPJMD, serta konsultasi gubernur sebelum diundangkan jadi perda RPJMD.
Di wilayah Tapal Kuda saat ini ada 3 kabupaten yang berganti kepala daerah. Jika dilihat progresnya, Kabupaten Situbondo dan Kabupaten Banyuwangi sudah melewati tahapan Musrenbang RPJMD. Sedangkan Kabupaten Jember masih berkutat pada RPJMD Teknokratis yang mestinya sudah selesai jauh hari. Jika dilihat proses dalam perencanaan, jauh tertinggal dengan 2 kabupaten lainnya.
Sedangkan secara substansi yang dilakukan Jember baru kompilasi data dan identifikasi masalah yang disampaikan dalam RPJMD Teknokratis. Ini masih belum disandingkan dalam penjabaran visi dan misi bupati. Artinya, sampai hari ini belum tampak juga apa konsep perencanaan Kabupaten Jember sampai 2024 mendatang.
Proses yang berbeda dilakukan Kabupaten Situbondo proses akseleratif dilakukan dengan sejak awal bahwa tim di bentuk sudah dilakukan orientasi tentang penjabaran visi dan misi bupati. Hal ini tampak sekali bahwa ranwal RPJMD yang dibawa dalam konsultasi publik sudah terdapat penerjemahan program bupati. Bahkan sudah diturunkan dalam indikator target dalam bentuk IKU dan IKD serta rancangan program prioritas dan tematik RPJMD tiap tahunnya.
Menarik lagi bahwa penjabaran program visi dan misi bupati ini adalah program politik, maka harus diterjemahkan dalam program sesuai nomenklatur pemerintahan beserta OPD yang akan mengeksekusinya.
Jika melihat hal ini, maka dalam manajerial terutama perencanaan pembangunan daerah Kabupaten Situbondo memulai jauh lebih baik dan lebih siap daripada Kabupaten Jember. Pertanyaannya, Jember yang selalu dikatakan besar dan dikelilingi banyak ahli yang katanya berkapasitas, maka mestinya prosesnya lebih akseleratif. Dan patut dicatat bahwa akselerasi RPJMD itu sejatinya adalah akselerasi untuk mewujudkan janji bupati yang mereka pilih.
Sebagai penutup, jika mengutip pada pepatah di atas, maka semua kata kuncinya adalah manajerial pemerintahan dalam pembangunan yang baik untuk menuai hasil yang baik. Secara proses dan substantif saya belum menemukan di Jember jika dibanding 2 kabupaten yang melakukan hal yang sama.
*) Penulis adalah dosen manajemen dan keuangan daerah FISIP UNEJ