Pemerkosaan dan pembunuhan merupakan hal yang sangat keji untuk dilakukan dan tentunya membuat seluruh orang bergidik ngeri. Terlebih bagi kaum perempuan yang notabene selalu menjadi sasaran empuk bagi seseorang yang memiliki pemikiran sangat dangkal. Seperti yang kita ketahui akhir-akhir ini sedang marak kabar pemerkosaan dan pembunuhan yang terjadi pada bumi pertiwi ini. Memakan korban yang cukup banyak dari anak di bawah umur, remaja, dewasa, cukup umur pun kita dapat temukan telah menjadi korban para pemikir dangkal tersebut.
Tindakan yang dilakukan oleh para oknum ini sudah tidak bisa lagi kita jadikan sebagai hal yang sepele karena itu sudah melewati batas. Dan sudah seharusnya mereka mendapatkan hukuman yang seberat mungkin.
Parahnya, ada beberapa oknum yang cukup mengejutkan, yaitu para penggerak majunya negeri ini, seorang dosen yang berpendidikan tinggi, seorang polisi, dan ustad pemilik pondok pesantren tahfiz. Ini bukanlah hal yang dapat kita anggap remeh, apalagi kita wajarkan. Sebab, hal ini sangat tidak mencerminkan seseorang yang dijadikan contoh oleh para masyarakat.
Tidak ada alasan untuk seorang polisi untuk melakukan semua hal yang ia inginkan tanpa adanya sebuah pertanggungjawaban. Sebuah jabatan pun tidak akan diberikan jika ia tidak memiliki tanggung jawab. Lalu, apa yang membuat dia dapat semaunya melakukan hal yang ia ingin tanpa berpikir panjang hingga menghilangkan nyawa kekasihnya? Secara tidak langsung ia telah membunuhnya perlahan, atau bisakah ini disebut dengan perlahan? Tidak, karena sebelumnya ia telah berusaha untuk menggugurkan nyawa yang ada dalam tubuh kekasihnya karena tidak ingin bertanggung jawab terhadap apa yang telah ia lakukan. Wajar bila “berpemikiran dangkal” sangat cocok untuk menyebut dirinya.
Oknum selanjutnya yaitu tanpa kita sangka seorang yang dianggap memiliki pengetahuan yang cukup terhadap ilmu agama. Hal ini bukanlah hal yang wajar, karena dia sudah cukup tahu tentang apa yang dilarang di dalam agamanya. Dan parahnya lagi, para korban adalah anak didiknya sendiri, yang masih anak di bawah umur. Dan tanpa ia sadari ia telah mencoreng nama baik pendidikan pesantren dan juga telah mengorbankan masa depan para korban yang telah ia lecehkan.
Oknum selanjutnya yaitu seorang dosen pada salah satu universitas di Indonesia. Seorang mahasiswa di Riau telah menjadi korban para pemikir dangkal. Seorang dosen yang mengikuti nafsunya untuk melakukan kekerasan pelecehan seksual kepada mahasiswanya hingga ia tak berkutik untuk menangkalnya.
Dosen yang seharusnya menjadi teladan bagi mahasiswanya malah melakukan hal tidak seharusnya dilakukan. Tindakan tersebut harus segera dilaporkan kepada pihak yang berwajib, bukan malah tutup mulut. Mengingat angka kekerasan di Indonesia, terutama kekerasan terhadap kaum wanita dan anak, mengalami peningkatan di tahun 2021.
Perlakuan kekerasan dapat menimbulkan dampak psikologis dan mental terhadap korban kekerasan dan akan membekas di ingatan korban tersebut. Untuk itu, harus segera ada penanganan untuk memulihkan psikologi dan mental korban kekerasan. Seperti yang diterapkan di Amerika Serikat, yang penanganan dalam kekerasan terbilang baik. Mereka memberikan fasilitas kepada korban kekerasan untuk konsultasi gratis. Tidak hanya berlaku pada warga negara Amerika Seikat. Tetapi, jika ada warganegara lain yang tinggal di Amerika Serikat, mereka juga mendapat penanganan gratis. Mereka berharap agar kehidupan korban dapat kembali bangkit seperti sebelumnya. Sedangkan di Indonesia penanganan akibat kekerasan sangat minim sekali. Dan anggaran dari negara yang diberikan untuk menangani masalah kekerasan juga sangat berbanding jauh dengan Amerika Serikat.
Semua orang memiliki hak untuk berbicara dan mendapatkan perlindungan, terutama perlindungan dari para pemikir dangkal. Telah diatur dalam KUHP Pasal 285 tentang Pemerkosaan, yaitu dengan dihukum selama 12 tahun penjara. Hukuman yang terbilang lama tidak akan pernah menggantikan rasa trauma serta ingatan kuat yang dialami korban. Korban janganlah takut mengungkap kekerasan yang telah terjadi, karena itu merupakan hak kalian untuk mendapatkan perlindungan.
Namun, pemikiran rakyat Indonesia atas kejadian kekerasan malah memojokkan korban kekerasan. Dan akhirnya dapat menimbulkan stigma yang mengakibatkan korban takut dan enggan untuk melaporkan tindak kekerasan. Selain itu, budaya di Indonesia yang memiliki pemikiran malu untuk melaporkan jika salah satu anggota menjadi korban kekerasan. Dianggap akan menimbulkan turunnya derajat sosial keluarga.
Dari beberapa kejadian kekerasan ternyata sudah dapat kita lihat bahwa tingginya sebuah pendidikan belum tentu menunjukkan pintarnya seseorang untuk menahan hawa nafsunya. Banyak orang terheran pada kasus ini, sebenarnya hal ini terjadi karena sistem pendidikan yang ada pada negeri ini atau pada pengembangan pemikiran oknum yang belum terlalu dalam? Dalam hal ini kita dapat menyimpulkan seseorang yang berpendidikan pun belum tentu menjamin tidak melakukan tindakan pelecehan seksual tanpa berpikir bagaimana nasib korban yang dilecehkannya. Yang terpenting bagi seluruh warga negara Indonesia adalah menerapkan nilai-nilai dari Pancasila agar dapat menjadi masyarakat yang bermoral dan bernorma.
Dan bagi seluruh kaum wanita, kita sebagai wanita harus sangat berhati-hati dalam hal apa pun untuk menjaga diri kita dari orang-orang yang memiliki pemikiran dangkal di luar sana. Agar mereka tidak seenaknya melakukan hal yang akan merugikan diri kita terutama pada masa depan kita dan menurunkan martabat kita sebagai seorang wanita.
*) penulis adalah Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang