Mobile_AP_Rectangle 1
Memutuskan menjadi guru di era yang kata orang kekinian ini tentu bukan hal mudah. Terutama setelah beberapa saat lalu digempur dengan pembelajaran di rumah hampir dua tahun akibat wabah Covid-19 di berbagai belahan dunia. Guru bertanggung jawab mutlak atas loss learning yang terjadi. Selain memulihkan dan membangkitkan kembali semangat belajar murid guru juga harus mampu menggairahkan keoptimisan murid dalam bercita cita. Mengapa harus guru? Karena gurulah tokoh utama pemeran kunci dalam membimbing, mengarahkan, mendidik, dan membersamai murid dalam proses pembelajaran maupun kegiatan di luar pembelajaran. Makna membersamai tak hanya saat berlangsungnya tatap muka di kelas. Namun juga pada kegiatan sekolah yang mereka lakukan di luar kelas.
Murid yang dilayani oleh guru di era ini sering disebut sebagai generasi Z. Generasi yang sudah terbiasa dengan internet dan gadget sejak lahir. Generasi yang tumbuh di dunia yang serba digital dan canggih. Banyak hal positif yang dimiliki generasi Z di antaranya mereka memiliki pengetahuan yang luas karena mudahnya akses informasi, mempunyai keinginan untuk terus berkembang, dan tidak cepat berpuas diri. Tantangan menghadapi karakter generasi Z yang cenderung terbuka terhadap perkembangan yang ada harus mampu dijawab oleh guru. Generasi ini memiliki banyak sumber belajar, lebih cepat dalam mempelajari hal baru, menyukai lingkungan yang memberi mereka ruang untuk tumbuh dan lebih kreatif, memiliki referensi profesi masa depan yang out of the box, dan menginginkan cita-cita yang tak lagi konvensional. Maka guru harus mampu melayani kebutuhan dan mempersiapkan diri mereka dalam menghadapi kehidupan yang akan datang.
Kehidupan yang mereka jalani jauh dari kata kuno. Maka pembelajaran yang dilakukan oleh guru tentu harus mampu mengimbangi. Salah satu langkah strategis yang dapat dilakukan adalah melalui penerapan pembelajaran berdiferensiasi di kelas. Ciri pembelajaran berdiferensiasi antara lain lingkungan belajar mengundang murid untuk belajar, kurikulum memiliki tujuan pembelajaran yang jelas, terdapat penilaian berkelanjutan, guru merespon kebutuhan belajar murid, dan manajemen kelas efektif. Strategi pelaksanaannya dapat melalui diferensiasi konten, diferensiasi proses, diferensiasi produk, atau gabungan dari ketiganya. Pembelajaran ini melayani generasi Z untuk memerdekakan pemikiran, potensi, dan hasil belajar sesuai bakat dan minat yang dimiliki.
Mobile_AP_Rectangle 2
Guru sebagai pemimpin pembelajaran dalam pengelola sumber daya diharapkan mampu memaksimalkan pengelolaan segala aset yang dimiliki oleh sekolah sehingga tercipta lingkungan belajar merdeka yang berpihak pada murid dan terciptanya profil pelajar Pancasila. Dalam pengelolaan sumber daya tersebut tentu seorang pemimpin pembelajaran dalam pengelola sumber daya harus senantiasa berpikir dan melakukan pendekatan berbasis aset (asset based thinking) tidak lagi pendekatan berbasis masalah (deficit based thinking). Mengapa? Karena pendekatan berbasis aset merupakan cara bertindak dengan mengenali hal-hal positif sebagai kekuatan untuk melakukan kegiatan dan menemukan solusi dalam permasalahan. Pendekatan berbasis aset memiliki ciri fokus pada aset dan kekuatan, membayangkan masa depan, berpikir tentang kesuksesan yang telah diraih dan kekuatan untuk mencapainya, mengorganisasi sumber daya, merancang sebuah rencana berdasarkan visi dan kekuatan, kemudian melaksanakan aksi yang telah diprogramkan.
- Advertisement -
Memutuskan menjadi guru di era yang kata orang kekinian ini tentu bukan hal mudah. Terutama setelah beberapa saat lalu digempur dengan pembelajaran di rumah hampir dua tahun akibat wabah Covid-19 di berbagai belahan dunia. Guru bertanggung jawab mutlak atas loss learning yang terjadi. Selain memulihkan dan membangkitkan kembali semangat belajar murid guru juga harus mampu menggairahkan keoptimisan murid dalam bercita cita. Mengapa harus guru? Karena gurulah tokoh utama pemeran kunci dalam membimbing, mengarahkan, mendidik, dan membersamai murid dalam proses pembelajaran maupun kegiatan di luar pembelajaran. Makna membersamai tak hanya saat berlangsungnya tatap muka di kelas. Namun juga pada kegiatan sekolah yang mereka lakukan di luar kelas.
Murid yang dilayani oleh guru di era ini sering disebut sebagai generasi Z. Generasi yang sudah terbiasa dengan internet dan gadget sejak lahir. Generasi yang tumbuh di dunia yang serba digital dan canggih. Banyak hal positif yang dimiliki generasi Z di antaranya mereka memiliki pengetahuan yang luas karena mudahnya akses informasi, mempunyai keinginan untuk terus berkembang, dan tidak cepat berpuas diri. Tantangan menghadapi karakter generasi Z yang cenderung terbuka terhadap perkembangan yang ada harus mampu dijawab oleh guru. Generasi ini memiliki banyak sumber belajar, lebih cepat dalam mempelajari hal baru, menyukai lingkungan yang memberi mereka ruang untuk tumbuh dan lebih kreatif, memiliki referensi profesi masa depan yang out of the box, dan menginginkan cita-cita yang tak lagi konvensional. Maka guru harus mampu melayani kebutuhan dan mempersiapkan diri mereka dalam menghadapi kehidupan yang akan datang.
Kehidupan yang mereka jalani jauh dari kata kuno. Maka pembelajaran yang dilakukan oleh guru tentu harus mampu mengimbangi. Salah satu langkah strategis yang dapat dilakukan adalah melalui penerapan pembelajaran berdiferensiasi di kelas. Ciri pembelajaran berdiferensiasi antara lain lingkungan belajar mengundang murid untuk belajar, kurikulum memiliki tujuan pembelajaran yang jelas, terdapat penilaian berkelanjutan, guru merespon kebutuhan belajar murid, dan manajemen kelas efektif. Strategi pelaksanaannya dapat melalui diferensiasi konten, diferensiasi proses, diferensiasi produk, atau gabungan dari ketiganya. Pembelajaran ini melayani generasi Z untuk memerdekakan pemikiran, potensi, dan hasil belajar sesuai bakat dan minat yang dimiliki.
Guru sebagai pemimpin pembelajaran dalam pengelola sumber daya diharapkan mampu memaksimalkan pengelolaan segala aset yang dimiliki oleh sekolah sehingga tercipta lingkungan belajar merdeka yang berpihak pada murid dan terciptanya profil pelajar Pancasila. Dalam pengelolaan sumber daya tersebut tentu seorang pemimpin pembelajaran dalam pengelola sumber daya harus senantiasa berpikir dan melakukan pendekatan berbasis aset (asset based thinking) tidak lagi pendekatan berbasis masalah (deficit based thinking). Mengapa? Karena pendekatan berbasis aset merupakan cara bertindak dengan mengenali hal-hal positif sebagai kekuatan untuk melakukan kegiatan dan menemukan solusi dalam permasalahan. Pendekatan berbasis aset memiliki ciri fokus pada aset dan kekuatan, membayangkan masa depan, berpikir tentang kesuksesan yang telah diraih dan kekuatan untuk mencapainya, mengorganisasi sumber daya, merancang sebuah rencana berdasarkan visi dan kekuatan, kemudian melaksanakan aksi yang telah diprogramkan.
Memutuskan menjadi guru di era yang kata orang kekinian ini tentu bukan hal mudah. Terutama setelah beberapa saat lalu digempur dengan pembelajaran di rumah hampir dua tahun akibat wabah Covid-19 di berbagai belahan dunia. Guru bertanggung jawab mutlak atas loss learning yang terjadi. Selain memulihkan dan membangkitkan kembali semangat belajar murid guru juga harus mampu menggairahkan keoptimisan murid dalam bercita cita. Mengapa harus guru? Karena gurulah tokoh utama pemeran kunci dalam membimbing, mengarahkan, mendidik, dan membersamai murid dalam proses pembelajaran maupun kegiatan di luar pembelajaran. Makna membersamai tak hanya saat berlangsungnya tatap muka di kelas. Namun juga pada kegiatan sekolah yang mereka lakukan di luar kelas.
Murid yang dilayani oleh guru di era ini sering disebut sebagai generasi Z. Generasi yang sudah terbiasa dengan internet dan gadget sejak lahir. Generasi yang tumbuh di dunia yang serba digital dan canggih. Banyak hal positif yang dimiliki generasi Z di antaranya mereka memiliki pengetahuan yang luas karena mudahnya akses informasi, mempunyai keinginan untuk terus berkembang, dan tidak cepat berpuas diri. Tantangan menghadapi karakter generasi Z yang cenderung terbuka terhadap perkembangan yang ada harus mampu dijawab oleh guru. Generasi ini memiliki banyak sumber belajar, lebih cepat dalam mempelajari hal baru, menyukai lingkungan yang memberi mereka ruang untuk tumbuh dan lebih kreatif, memiliki referensi profesi masa depan yang out of the box, dan menginginkan cita-cita yang tak lagi konvensional. Maka guru harus mampu melayani kebutuhan dan mempersiapkan diri mereka dalam menghadapi kehidupan yang akan datang.
Kehidupan yang mereka jalani jauh dari kata kuno. Maka pembelajaran yang dilakukan oleh guru tentu harus mampu mengimbangi. Salah satu langkah strategis yang dapat dilakukan adalah melalui penerapan pembelajaran berdiferensiasi di kelas. Ciri pembelajaran berdiferensiasi antara lain lingkungan belajar mengundang murid untuk belajar, kurikulum memiliki tujuan pembelajaran yang jelas, terdapat penilaian berkelanjutan, guru merespon kebutuhan belajar murid, dan manajemen kelas efektif. Strategi pelaksanaannya dapat melalui diferensiasi konten, diferensiasi proses, diferensiasi produk, atau gabungan dari ketiganya. Pembelajaran ini melayani generasi Z untuk memerdekakan pemikiran, potensi, dan hasil belajar sesuai bakat dan minat yang dimiliki.
Guru sebagai pemimpin pembelajaran dalam pengelola sumber daya diharapkan mampu memaksimalkan pengelolaan segala aset yang dimiliki oleh sekolah sehingga tercipta lingkungan belajar merdeka yang berpihak pada murid dan terciptanya profil pelajar Pancasila. Dalam pengelolaan sumber daya tersebut tentu seorang pemimpin pembelajaran dalam pengelola sumber daya harus senantiasa berpikir dan melakukan pendekatan berbasis aset (asset based thinking) tidak lagi pendekatan berbasis masalah (deficit based thinking). Mengapa? Karena pendekatan berbasis aset merupakan cara bertindak dengan mengenali hal-hal positif sebagai kekuatan untuk melakukan kegiatan dan menemukan solusi dalam permasalahan. Pendekatan berbasis aset memiliki ciri fokus pada aset dan kekuatan, membayangkan masa depan, berpikir tentang kesuksesan yang telah diraih dan kekuatan untuk mencapainya, mengorganisasi sumber daya, merancang sebuah rencana berdasarkan visi dan kekuatan, kemudian melaksanakan aksi yang telah diprogramkan.