JEMBER, RADARJEMBER.ID – Jawa Timur sebagai provinsi, banyak menghasilkan kota-kota besar yang menjadi pendorong naiknya persentase perekonomian masyarakat yang aktif dan produktif. Selain itu, Jawa Timur juga memiliki bermacam-macam kebudayaan. Salah satunya ada di Kabupaten Jember.
Jember sebagai kota administratif yang masuk dalam lingkup tapal kuda berada pada wilayah yang di apit oleh Bondowoso sebelah utara, Lumajang sebelah barat, dan Banyuwangi sebelah timur. Sehingga posisi Kabupaten Jember sebelah selatan adalah pesisir pantai. Kabupaten Jember di bentuk 14 Agustus 1950 dan sebagai kabupaten 19 april 1976 berdasarkan staatsblad nomor 322 tanggal 09 Agustus 1928 yang sudah beroperasi 1 januari 1929. Keputusan ini di keluarkan sebagai ketentuan untuk menata kembali pemerintah Jember sebagai masyarakat kesatuan hukum yang berdiri sendiri. Secara formal ketentuan ini langsung di keluarkan oleh sekretaris Hindia Belanda G.R Erdbrink, 21 Agustus 1928.
Dengan terbentuknya Jember sebagai kota yang sudah di deklarasikan secara resmi maka pemerintah Jember beserta masyarakat memperingati hari jadi kota Jember sebagai bentuk refleksi dalam mengenang perjuangan para pejuang yang sanggup mati di medan tempur demi tegaknya sebuah kesejahteraan, keamanan masa depan generasi. Sehingga setiap tahun sekali tepat pada tanggal 1 Januari di peringati hari jadi Jember.
Jember yang di kenal dengan kota administratif telah memberikan warna baru mengenai eksistensi untuk menjadikan Jember tidak hanya terpaku pada hal yang apatis. Tidak hanya itu, Jember mempunyai banyak budaya yang menjadi warisan leluhur untuk selalu di tumbuh kembangkan demi melestarikannya sebagai bentuk empati dalam mengartikulasikan kebudayaan sebagai ciri dari kepedulian masyarakat di lingkungan sekitar.
Mayoritas penduduk Jember adalah suku Jawa, dan menganut sebagian besar agama Islam. Selain itu terdapat suku Using dan Madura. Juga suku Tionghoa yang banyak bermukim di wilayah kota Jember. Suku Madura lebih di bagian utara sedangkan suku Jawa lebih dominan di daerah selatan dan pantai pesisir. Sehingga menjadi timbulnya sebuah kebudayaan bahasa yang dipadukan dalam suatu lingkup kemasyarakatan antara bahasa Jawa dan Madura.
Dua Bahasa inilah yang tidak bisa di pisahkan dan sangat kental di pakai orang Jember dalam komunikasi sehari- hari. Sehingga umum bagi masyarakat di Jember menguasai dua bahasa daerah tersebut dan juga saling memunculkan pengaruh yang terwujud sebagai ungkapan khas Jember. Karna pencampuran dua budaya Bahasa ini maka terciptalah sebuah kebudayaan baru yang di sebut budaya pendalungan.
Pendalungan sendiri adalah hasil dari penetrasi dari kedua budaya tersebut, sehingga menjadi ciri atau karakteristik yang unik serta relevan bagi masyarakat Jember sampai saat ini. Salah satu warisan kebudayaan dan seni di masyarakat Jember adalah jaran kencak. Kebudayaan yang saat ini masih bisa bertahan. Hal seperti ini banyak di minati di masyarakat desa Jember bagian selatan yang mempunyai kegemaran ketika ada kegiatan hajatan akan menggelar jaran kencak sebagai warna hiburan para tamu yang di undang. Namun, kuda yang di pakai bukanlah kuda sembarangan. Tetapi kuda sudah mahir dan di latih mulai dini untuk bagaimana bisa menari dan mengikuti irama musik yang ditabuh oleh pengiringnya. Untuk melengkapi keunikan dan menarik simpatisan maka kuda tersebut di hias rupa dengan berbagai cara agar kelihatan lebih indah dan mempesona. Maka dengan cara apa pun pemerintah dan masyarakat Jember selalu responsif dengan iklim kebudayaan agar warisan nenek moyang tidak vakum di telan masa. Sebab, dengan kebudayaan kita akan bisa bertahan dari hedonisme kehidupan sebagai jalan untuk mencari suasana yang lebih segar. Karena itulah kebudayaan hadir sebagai puncak kepedulian generasi masa depan.
*) Penulis adalah mahasiswa IAIN Jember Semester 4 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam.