22.2 C
Jember
Sunday, 11 June 2023

Melawan Kebijakan Irasional dan Otoriter dalam Dunia Pendidikan

Mobile_AP_Rectangle 1

Dalam faktor lainnya, misalkan dalam segi keamanan. Berangkat sekolah pukul 5 pagi juga rentan terhadap keamanan para siswa itu sendiri. Di mana langit yang masih gelap dan sang surya belum menampakkan sinarnya berdampak pada segi keamanan siswa saat hendak berangkat menuju sekolah. Karena kondisi yang masih gelap sangat beresiko terhadap siswa, yang ditakutkan nanti ketika siswa menuju ke sekolah terjadi hal-hal yang tidak diinginkan misalnya pembegalan atau tindakan kejahatan lainnya.

Dalam segi fasilitas umum dan transportasi juga dinilai kurang memadai dan kurang menopang kebijakan yang dikeluarkan oleh Gubernur Viktor. Di mana pada jam tersebut transportasi umum belum beroperasi sehingga sangat menyulitkan para siswa yang berangkat ke sekolah naik transportasi umum dan jarak tempuh dari rumah ke sekolah cukup jauh.

Kebijakan ini dikeluarkan juga tidak melibatkan partisipasi dari berbagai pihak, utamanya para pelajar itu sendiri yang menerima konsekuensi dari adanya kebijakan tersebut. Di mana seharusnya para pelajar tersebut juga mendapatkan hak belajarnya secara merdeka sesuai dengan arahan pemerintah saat ini bahwa belajar itu harus merdeka dan merdeka untuk belajar.

Mobile_AP_Rectangle 2

Prinsip dasar daripada merdeka belajar adalah menempatkan para pelajar tersebut dalam posisi yang merdeka dan memerdekakan. Dalam hal ini, pelajar diberikan ruang yang seluas-luasnya dan selebar-lebarnya untuk bisa mengeksplorasi serta memiliki kesempatan untuk ikut serta merancang peta jalan pembelajarannya.

Sejatinya pendidikan di Indonesia itu harusnya berpatok  dan tidak terlepas dari semangat api perjuangan Ki Hajar Dewantara, yakni keteladanan (ing ngarso sung tuladha), pembangunan semangat (ing madya mangun karsa), dan pemberdayaan (tut wuri handayani). Di mana menuntut ilmu atau belajar di sekolah seharusnya memberikan semangat dan membangun gairah belajar yang asyik dan menyenangkan serta memberikan seluas-luasnya terhadap ruang kemerdekaan. Bukan malah menjadi sumber ketakutan dan rasa kekhawatiran.

Kebijakan yang dibuat Gubernur Viktor begitu irasional dan cenderung otoriter. Karena sejatinya peserta didik disini dijadikan sebagai subjek dalam pengambilan kebijakan yang harapannya nanti memberikan dampak baik terhadap mereka justru mereka malah dijadikan sebagai objek suatu kebijakan terkait pendidikan. Para pelajar di NTT tersebut menjadi kelinci percobaan dari kebijakan yang dibuat sang gubernur.

Karena kebijakan yang dibuat tersebut tidak melibatkan para pelajar yang ada di NTT. Oleh sebab itu, sudah seharusnya para pelajar harus menyuarakan aspirasi penolakannya karena dirasa kebijakan tersebut dinilai merugikan terhadap diri mereka secara kolektif. Hal itu dilakukan semata-mata untuk kepentingan peserta didik sendiri di masa depan.

Sudah saatnya dan seharusnya pelajar yang ada di NTT dan di seluruh Indonesia agar tidak diam dan menerima begitu saja praktik-praktik irasional dan otoriter dalam dunia pendidikan. Para pelajar harus berani menyuarakan dan memperjuangkan nilai-nilai luhur yang baik dan menentang tindakan semena-mena. Jika perlu lakukan konsolidasi kekuatan secara serius serta memperjuangkan gagasan dan pemikirannya dengan cara bergotong royong.

*) Penulis adalah Mahasiswa Pendidikan Sejarah di Universitas Jember

- Advertisement -

Dalam faktor lainnya, misalkan dalam segi keamanan. Berangkat sekolah pukul 5 pagi juga rentan terhadap keamanan para siswa itu sendiri. Di mana langit yang masih gelap dan sang surya belum menampakkan sinarnya berdampak pada segi keamanan siswa saat hendak berangkat menuju sekolah. Karena kondisi yang masih gelap sangat beresiko terhadap siswa, yang ditakutkan nanti ketika siswa menuju ke sekolah terjadi hal-hal yang tidak diinginkan misalnya pembegalan atau tindakan kejahatan lainnya.

Dalam segi fasilitas umum dan transportasi juga dinilai kurang memadai dan kurang menopang kebijakan yang dikeluarkan oleh Gubernur Viktor. Di mana pada jam tersebut transportasi umum belum beroperasi sehingga sangat menyulitkan para siswa yang berangkat ke sekolah naik transportasi umum dan jarak tempuh dari rumah ke sekolah cukup jauh.

Kebijakan ini dikeluarkan juga tidak melibatkan partisipasi dari berbagai pihak, utamanya para pelajar itu sendiri yang menerima konsekuensi dari adanya kebijakan tersebut. Di mana seharusnya para pelajar tersebut juga mendapatkan hak belajarnya secara merdeka sesuai dengan arahan pemerintah saat ini bahwa belajar itu harus merdeka dan merdeka untuk belajar.

Prinsip dasar daripada merdeka belajar adalah menempatkan para pelajar tersebut dalam posisi yang merdeka dan memerdekakan. Dalam hal ini, pelajar diberikan ruang yang seluas-luasnya dan selebar-lebarnya untuk bisa mengeksplorasi serta memiliki kesempatan untuk ikut serta merancang peta jalan pembelajarannya.

Sejatinya pendidikan di Indonesia itu harusnya berpatok  dan tidak terlepas dari semangat api perjuangan Ki Hajar Dewantara, yakni keteladanan (ing ngarso sung tuladha), pembangunan semangat (ing madya mangun karsa), dan pemberdayaan (tut wuri handayani). Di mana menuntut ilmu atau belajar di sekolah seharusnya memberikan semangat dan membangun gairah belajar yang asyik dan menyenangkan serta memberikan seluas-luasnya terhadap ruang kemerdekaan. Bukan malah menjadi sumber ketakutan dan rasa kekhawatiran.

Kebijakan yang dibuat Gubernur Viktor begitu irasional dan cenderung otoriter. Karena sejatinya peserta didik disini dijadikan sebagai subjek dalam pengambilan kebijakan yang harapannya nanti memberikan dampak baik terhadap mereka justru mereka malah dijadikan sebagai objek suatu kebijakan terkait pendidikan. Para pelajar di NTT tersebut menjadi kelinci percobaan dari kebijakan yang dibuat sang gubernur.

Karena kebijakan yang dibuat tersebut tidak melibatkan para pelajar yang ada di NTT. Oleh sebab itu, sudah seharusnya para pelajar harus menyuarakan aspirasi penolakannya karena dirasa kebijakan tersebut dinilai merugikan terhadap diri mereka secara kolektif. Hal itu dilakukan semata-mata untuk kepentingan peserta didik sendiri di masa depan.

Sudah saatnya dan seharusnya pelajar yang ada di NTT dan di seluruh Indonesia agar tidak diam dan menerima begitu saja praktik-praktik irasional dan otoriter dalam dunia pendidikan. Para pelajar harus berani menyuarakan dan memperjuangkan nilai-nilai luhur yang baik dan menentang tindakan semena-mena. Jika perlu lakukan konsolidasi kekuatan secara serius serta memperjuangkan gagasan dan pemikirannya dengan cara bergotong royong.

*) Penulis adalah Mahasiswa Pendidikan Sejarah di Universitas Jember

Dalam faktor lainnya, misalkan dalam segi keamanan. Berangkat sekolah pukul 5 pagi juga rentan terhadap keamanan para siswa itu sendiri. Di mana langit yang masih gelap dan sang surya belum menampakkan sinarnya berdampak pada segi keamanan siswa saat hendak berangkat menuju sekolah. Karena kondisi yang masih gelap sangat beresiko terhadap siswa, yang ditakutkan nanti ketika siswa menuju ke sekolah terjadi hal-hal yang tidak diinginkan misalnya pembegalan atau tindakan kejahatan lainnya.

Dalam segi fasilitas umum dan transportasi juga dinilai kurang memadai dan kurang menopang kebijakan yang dikeluarkan oleh Gubernur Viktor. Di mana pada jam tersebut transportasi umum belum beroperasi sehingga sangat menyulitkan para siswa yang berangkat ke sekolah naik transportasi umum dan jarak tempuh dari rumah ke sekolah cukup jauh.

Kebijakan ini dikeluarkan juga tidak melibatkan partisipasi dari berbagai pihak, utamanya para pelajar itu sendiri yang menerima konsekuensi dari adanya kebijakan tersebut. Di mana seharusnya para pelajar tersebut juga mendapatkan hak belajarnya secara merdeka sesuai dengan arahan pemerintah saat ini bahwa belajar itu harus merdeka dan merdeka untuk belajar.

Prinsip dasar daripada merdeka belajar adalah menempatkan para pelajar tersebut dalam posisi yang merdeka dan memerdekakan. Dalam hal ini, pelajar diberikan ruang yang seluas-luasnya dan selebar-lebarnya untuk bisa mengeksplorasi serta memiliki kesempatan untuk ikut serta merancang peta jalan pembelajarannya.

Sejatinya pendidikan di Indonesia itu harusnya berpatok  dan tidak terlepas dari semangat api perjuangan Ki Hajar Dewantara, yakni keteladanan (ing ngarso sung tuladha), pembangunan semangat (ing madya mangun karsa), dan pemberdayaan (tut wuri handayani). Di mana menuntut ilmu atau belajar di sekolah seharusnya memberikan semangat dan membangun gairah belajar yang asyik dan menyenangkan serta memberikan seluas-luasnya terhadap ruang kemerdekaan. Bukan malah menjadi sumber ketakutan dan rasa kekhawatiran.

Kebijakan yang dibuat Gubernur Viktor begitu irasional dan cenderung otoriter. Karena sejatinya peserta didik disini dijadikan sebagai subjek dalam pengambilan kebijakan yang harapannya nanti memberikan dampak baik terhadap mereka justru mereka malah dijadikan sebagai objek suatu kebijakan terkait pendidikan. Para pelajar di NTT tersebut menjadi kelinci percobaan dari kebijakan yang dibuat sang gubernur.

Karena kebijakan yang dibuat tersebut tidak melibatkan para pelajar yang ada di NTT. Oleh sebab itu, sudah seharusnya para pelajar harus menyuarakan aspirasi penolakannya karena dirasa kebijakan tersebut dinilai merugikan terhadap diri mereka secara kolektif. Hal itu dilakukan semata-mata untuk kepentingan peserta didik sendiri di masa depan.

Sudah saatnya dan seharusnya pelajar yang ada di NTT dan di seluruh Indonesia agar tidak diam dan menerima begitu saja praktik-praktik irasional dan otoriter dalam dunia pendidikan. Para pelajar harus berani menyuarakan dan memperjuangkan nilai-nilai luhur yang baik dan menentang tindakan semena-mena. Jika perlu lakukan konsolidasi kekuatan secara serius serta memperjuangkan gagasan dan pemikirannya dengan cara bergotong royong.

*) Penulis adalah Mahasiswa Pendidikan Sejarah di Universitas Jember

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca