24.4 C
Jember
Thursday, 23 March 2023

Tren Paylater dan Pola Konsumtif Masyarakat

Mobile_AP_Rectangle 1

Kemajuan teknologi yang semakin pesat, memberikan banyak manfaat bagi penggunanya. Termasuk masyarakat yang kini semakin dimanjakan oleh fitur-fitur kemudahan yang diberikan oleh pelayanan jasa yang ditawarkan oleh pelaku usaha.

E-commerce adalah salah satu wadah yang memfasilitasi pengguna aktif internet untuk melakukan segala aktivitas jual beli online. Baik itu jual beli barang ataupun jasa. Marketplace sendiri adalah salah satu model e-commerce, di mana ia berfungsi sebagai perantara antara penjual dan pembeli. Penjual yang berdagang di marketplace hanya perlu meladeni pembelian. Semua aktivitas lain seperti pengelolaan website sudah diurus oleh platform tersebut.

Industri e-commerce berkembang sangat pesat di Indonesia belakangan ini. Bahkan, negara kita berada di puncak 10 negara dengan pertumbuhan e-commerce tercepat di dunia. Perkembangan industry e-commerce semakin pesat karena beberapa kelebihan, yaitu jangkauan yang cukup luas, tidak dibatasi oleh waktu, biaya lebih murah, kemudahan mengelola transaksi dan pengiriman, dapat mengontrol kebiasaan pelanggan dan dapat dikerjakan di mana pun.

Mobile_AP_Rectangle 2

Perkembangan industry e-commerce semakin pesat karena beberapa kelebihan, yaitu jangkauan yang cukup luas, tidak dibatasi oleh waktu, biaya lebih murah, kemudahan mengelola transaksi dan pengiriman, dapat mengontrol kebiasaan pelanggan dan dapat dikerjakan di mana pun.

Selain kemudahan-kemudahan tersebut, tidak jarang beberapa e-commerce memberikan layanan Paylater (beli sekarang, bayar nanti) sebagai reward atas kesetiaan Pelanggan melakukan transaksi melalui e-commerce tersebut. Beberapa di antaranya yang adalah Shopee, Gojek, Traveloka, Tokopedia dan beberapa Platform e-commerce lainnya. Selain pengajuan yang mudah, pelanggan hanya perlu mengisikan identitas diri yang juga hanya menggunakan selfie menggunakan e-KTP.

Namun, kemudahan PayLater ini juga tidaklah serta merta diberikan secara Cuma-Cuma. Layaknya pinjaman baik melalui kredit, bank konvensional atau pinjaman online lainnya, pelanggan dibebani bunga yang nantinya harus dibayar saat jatuh tempo. Limit pelanggan satu dengan yang lain juga berbeda, sesuai data diri yang diberikan saat pendaftaran dan disesuaikan dengan kemampuan pembayaran.

Trend PayLater ini kemudian banyak membuat masyarakat tergiur dan terlena. Hal ini dikarenakan pola hidup masyarakat Indonesia yang cenderung konsumtif, sehingga dengan mudah dapat tergiur untuk memiliki suatu barang tersebut. Belum lagi, jika e-commerce tersebut memberikan limit yang akan meningkat jika pelanggan dengan aktif menggunakan platform e-commerce tersebut sebagai reward kesetiaan pelanggan.

Tidak jarang, banyak masyarakat yang terjerat dengan trend ini, sehingga mereka harus menerima konsekwensi untuk siap diteror oleh debt collector yang menagih hutang atas pola konsumtif yang mereka lakukan. Selain itu, bahkan Debt Collector tidak segan-segan untuk menelpon beberapa nomor darurat yang telah Pelanggan berikan saat pendaftaran pengguna PayLater tersebut.

PayLater sejatinya sejalan dengan pinjaman online, sama-sama memberikan pinjaman kepada pelanggan untuk membeli sesuatu yang kemudian harus dibayarkan pada saat sudah jatuh tempo. Dan pola pembayarannya pun bisa di angsur atau dicicil selama sekian bulan tergantung dengan kemampuan pelanggan.

Mengenai perlindungan hukum terhadap pelanggan pinjaman online sendiri, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 77 /Pojk.01/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Maka dari itu, pelanggan harus cermat memilih e-commerce yang benar-benar terdaftar di OJK, agar terhindar dari besarnya bunga yang harus dibayar secara tidak wajar.

Dengan adanya perlindungan tersebut, bukan berarti membenarkan pola hidup konsumtif masyarakat yang tidak wajar untuk terus menggunakan PayLater. Hal ini dikarenakan, rekam jejak digital kita atas pinjaman tersebut dapat terdeteksi secara online melalui SLIK (Sistem Layanan Informasi Keuangan).

Di SLIK sendiri, layanan informasi riwayat kredit nasabah perbankan dan lembaga keuangan lainnya disebut dengan layanan informasi debitur (iDEB). Di dalam iDEB, bank dan lembaga pembiayaan serta keuangan mempunyai akses data debitur dan kewajiban melaporkan data debitur ke Sistem Informasi Debitur (SID).

Sebagaimana dikutip dari laman resmi BI, BI Checking atau IDI Historis menyimpan identitas debitur, pemilik dan pengurus, fasilitas penyediaan dana atau pembiayaan yang diterima, agunan, penjamin, dan kolektabilitas. Semua informasi dari BI Checking dapat diakses lembaga keuangan, baik bank maupun nonbank, dalam 24 jam setiap harinya asalkan terdaftar sebagai anggota Biro Informasi Kredit.

Dari SID ini, informasi di mana setiap nasabah debitur yang pernah mengajukan kredit akan diberikan skor berdasarkan catatan kreditnya. Penentuan skor kredit dilihat dari catatan kolektabilitas si calon debitur (pengambil kredit).

Skor kredit yang diberikan dihitung dari 1-5. Berikut ini pembagian kategori kredit berdasarkan skornya dalam BI Checking. Skor 1: Kredit Lancar, artinya debitur selalu memenuhi kewajibannya untuk membayar cicilan setiap bulan beserta bunganya hingga lunas tanpa pernah menunggak.; Skor 2: Kredit DPK atau Kredit dalam Perhatian Khusus,; Skor 3: Kredit Tidak Lancar; Skor 4: Kredit Diragukan; Skor 5: Kredit Macet, artinya debitur tercatat menunggak cicilan kredit lebih 180 hari.

Dari skor 1-5, bank akan menolak pengajuan kredit calon debitur yang BI Checking-nya mendapat skor 3, skor 4, dan skor 5 yang tentu saja masuk ke dalam Black List BI Checking. Sebab bank sama sekali tak mau ambil risiko kalau nantinya kredit yang diberikan bermasalah atau non performing loan (NPL).

Maka dari itu, pemerintah wajib memberikan edukasi kepada masyarakat untuk tidak tergiur dengan trend PayLater ini, jika memang mengharuskan untuk menggunakan kemudahan tersebut, pelanggan hendaknya menyesuaikan limit sesuai kemampuan pembayaran agar terhindar dari kredit macet dan jeratan teror debt collector. Karena jika fenomena ini dibiarkan, tidak jarang membuat masyarakat depresi hingga melakukan bunuh diri.

Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Jember

 

 

 

 

 

- Advertisement -

Kemajuan teknologi yang semakin pesat, memberikan banyak manfaat bagi penggunanya. Termasuk masyarakat yang kini semakin dimanjakan oleh fitur-fitur kemudahan yang diberikan oleh pelayanan jasa yang ditawarkan oleh pelaku usaha.

E-commerce adalah salah satu wadah yang memfasilitasi pengguna aktif internet untuk melakukan segala aktivitas jual beli online. Baik itu jual beli barang ataupun jasa. Marketplace sendiri adalah salah satu model e-commerce, di mana ia berfungsi sebagai perantara antara penjual dan pembeli. Penjual yang berdagang di marketplace hanya perlu meladeni pembelian. Semua aktivitas lain seperti pengelolaan website sudah diurus oleh platform tersebut.

Industri e-commerce berkembang sangat pesat di Indonesia belakangan ini. Bahkan, negara kita berada di puncak 10 negara dengan pertumbuhan e-commerce tercepat di dunia. Perkembangan industry e-commerce semakin pesat karena beberapa kelebihan, yaitu jangkauan yang cukup luas, tidak dibatasi oleh waktu, biaya lebih murah, kemudahan mengelola transaksi dan pengiriman, dapat mengontrol kebiasaan pelanggan dan dapat dikerjakan di mana pun.

Perkembangan industry e-commerce semakin pesat karena beberapa kelebihan, yaitu jangkauan yang cukup luas, tidak dibatasi oleh waktu, biaya lebih murah, kemudahan mengelola transaksi dan pengiriman, dapat mengontrol kebiasaan pelanggan dan dapat dikerjakan di mana pun.

Selain kemudahan-kemudahan tersebut, tidak jarang beberapa e-commerce memberikan layanan Paylater (beli sekarang, bayar nanti) sebagai reward atas kesetiaan Pelanggan melakukan transaksi melalui e-commerce tersebut. Beberapa di antaranya yang adalah Shopee, Gojek, Traveloka, Tokopedia dan beberapa Platform e-commerce lainnya. Selain pengajuan yang mudah, pelanggan hanya perlu mengisikan identitas diri yang juga hanya menggunakan selfie menggunakan e-KTP.

Namun, kemudahan PayLater ini juga tidaklah serta merta diberikan secara Cuma-Cuma. Layaknya pinjaman baik melalui kredit, bank konvensional atau pinjaman online lainnya, pelanggan dibebani bunga yang nantinya harus dibayar saat jatuh tempo. Limit pelanggan satu dengan yang lain juga berbeda, sesuai data diri yang diberikan saat pendaftaran dan disesuaikan dengan kemampuan pembayaran.

Trend PayLater ini kemudian banyak membuat masyarakat tergiur dan terlena. Hal ini dikarenakan pola hidup masyarakat Indonesia yang cenderung konsumtif, sehingga dengan mudah dapat tergiur untuk memiliki suatu barang tersebut. Belum lagi, jika e-commerce tersebut memberikan limit yang akan meningkat jika pelanggan dengan aktif menggunakan platform e-commerce tersebut sebagai reward kesetiaan pelanggan.

Tidak jarang, banyak masyarakat yang terjerat dengan trend ini, sehingga mereka harus menerima konsekwensi untuk siap diteror oleh debt collector yang menagih hutang atas pola konsumtif yang mereka lakukan. Selain itu, bahkan Debt Collector tidak segan-segan untuk menelpon beberapa nomor darurat yang telah Pelanggan berikan saat pendaftaran pengguna PayLater tersebut.

PayLater sejatinya sejalan dengan pinjaman online, sama-sama memberikan pinjaman kepada pelanggan untuk membeli sesuatu yang kemudian harus dibayarkan pada saat sudah jatuh tempo. Dan pola pembayarannya pun bisa di angsur atau dicicil selama sekian bulan tergantung dengan kemampuan pelanggan.

Mengenai perlindungan hukum terhadap pelanggan pinjaman online sendiri, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 77 /Pojk.01/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Maka dari itu, pelanggan harus cermat memilih e-commerce yang benar-benar terdaftar di OJK, agar terhindar dari besarnya bunga yang harus dibayar secara tidak wajar.

Dengan adanya perlindungan tersebut, bukan berarti membenarkan pola hidup konsumtif masyarakat yang tidak wajar untuk terus menggunakan PayLater. Hal ini dikarenakan, rekam jejak digital kita atas pinjaman tersebut dapat terdeteksi secara online melalui SLIK (Sistem Layanan Informasi Keuangan).

Di SLIK sendiri, layanan informasi riwayat kredit nasabah perbankan dan lembaga keuangan lainnya disebut dengan layanan informasi debitur (iDEB). Di dalam iDEB, bank dan lembaga pembiayaan serta keuangan mempunyai akses data debitur dan kewajiban melaporkan data debitur ke Sistem Informasi Debitur (SID).

Sebagaimana dikutip dari laman resmi BI, BI Checking atau IDI Historis menyimpan identitas debitur, pemilik dan pengurus, fasilitas penyediaan dana atau pembiayaan yang diterima, agunan, penjamin, dan kolektabilitas. Semua informasi dari BI Checking dapat diakses lembaga keuangan, baik bank maupun nonbank, dalam 24 jam setiap harinya asalkan terdaftar sebagai anggota Biro Informasi Kredit.

Dari SID ini, informasi di mana setiap nasabah debitur yang pernah mengajukan kredit akan diberikan skor berdasarkan catatan kreditnya. Penentuan skor kredit dilihat dari catatan kolektabilitas si calon debitur (pengambil kredit).

Skor kredit yang diberikan dihitung dari 1-5. Berikut ini pembagian kategori kredit berdasarkan skornya dalam BI Checking. Skor 1: Kredit Lancar, artinya debitur selalu memenuhi kewajibannya untuk membayar cicilan setiap bulan beserta bunganya hingga lunas tanpa pernah menunggak.; Skor 2: Kredit DPK atau Kredit dalam Perhatian Khusus,; Skor 3: Kredit Tidak Lancar; Skor 4: Kredit Diragukan; Skor 5: Kredit Macet, artinya debitur tercatat menunggak cicilan kredit lebih 180 hari.

Dari skor 1-5, bank akan menolak pengajuan kredit calon debitur yang BI Checking-nya mendapat skor 3, skor 4, dan skor 5 yang tentu saja masuk ke dalam Black List BI Checking. Sebab bank sama sekali tak mau ambil risiko kalau nantinya kredit yang diberikan bermasalah atau non performing loan (NPL).

Maka dari itu, pemerintah wajib memberikan edukasi kepada masyarakat untuk tidak tergiur dengan trend PayLater ini, jika memang mengharuskan untuk menggunakan kemudahan tersebut, pelanggan hendaknya menyesuaikan limit sesuai kemampuan pembayaran agar terhindar dari kredit macet dan jeratan teror debt collector. Karena jika fenomena ini dibiarkan, tidak jarang membuat masyarakat depresi hingga melakukan bunuh diri.

Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Jember

 

 

 

 

 

Kemajuan teknologi yang semakin pesat, memberikan banyak manfaat bagi penggunanya. Termasuk masyarakat yang kini semakin dimanjakan oleh fitur-fitur kemudahan yang diberikan oleh pelayanan jasa yang ditawarkan oleh pelaku usaha.

E-commerce adalah salah satu wadah yang memfasilitasi pengguna aktif internet untuk melakukan segala aktivitas jual beli online. Baik itu jual beli barang ataupun jasa. Marketplace sendiri adalah salah satu model e-commerce, di mana ia berfungsi sebagai perantara antara penjual dan pembeli. Penjual yang berdagang di marketplace hanya perlu meladeni pembelian. Semua aktivitas lain seperti pengelolaan website sudah diurus oleh platform tersebut.

Industri e-commerce berkembang sangat pesat di Indonesia belakangan ini. Bahkan, negara kita berada di puncak 10 negara dengan pertumbuhan e-commerce tercepat di dunia. Perkembangan industry e-commerce semakin pesat karena beberapa kelebihan, yaitu jangkauan yang cukup luas, tidak dibatasi oleh waktu, biaya lebih murah, kemudahan mengelola transaksi dan pengiriman, dapat mengontrol kebiasaan pelanggan dan dapat dikerjakan di mana pun.

Perkembangan industry e-commerce semakin pesat karena beberapa kelebihan, yaitu jangkauan yang cukup luas, tidak dibatasi oleh waktu, biaya lebih murah, kemudahan mengelola transaksi dan pengiriman, dapat mengontrol kebiasaan pelanggan dan dapat dikerjakan di mana pun.

Selain kemudahan-kemudahan tersebut, tidak jarang beberapa e-commerce memberikan layanan Paylater (beli sekarang, bayar nanti) sebagai reward atas kesetiaan Pelanggan melakukan transaksi melalui e-commerce tersebut. Beberapa di antaranya yang adalah Shopee, Gojek, Traveloka, Tokopedia dan beberapa Platform e-commerce lainnya. Selain pengajuan yang mudah, pelanggan hanya perlu mengisikan identitas diri yang juga hanya menggunakan selfie menggunakan e-KTP.

Namun, kemudahan PayLater ini juga tidaklah serta merta diberikan secara Cuma-Cuma. Layaknya pinjaman baik melalui kredit, bank konvensional atau pinjaman online lainnya, pelanggan dibebani bunga yang nantinya harus dibayar saat jatuh tempo. Limit pelanggan satu dengan yang lain juga berbeda, sesuai data diri yang diberikan saat pendaftaran dan disesuaikan dengan kemampuan pembayaran.

Trend PayLater ini kemudian banyak membuat masyarakat tergiur dan terlena. Hal ini dikarenakan pola hidup masyarakat Indonesia yang cenderung konsumtif, sehingga dengan mudah dapat tergiur untuk memiliki suatu barang tersebut. Belum lagi, jika e-commerce tersebut memberikan limit yang akan meningkat jika pelanggan dengan aktif menggunakan platform e-commerce tersebut sebagai reward kesetiaan pelanggan.

Tidak jarang, banyak masyarakat yang terjerat dengan trend ini, sehingga mereka harus menerima konsekwensi untuk siap diteror oleh debt collector yang menagih hutang atas pola konsumtif yang mereka lakukan. Selain itu, bahkan Debt Collector tidak segan-segan untuk menelpon beberapa nomor darurat yang telah Pelanggan berikan saat pendaftaran pengguna PayLater tersebut.

PayLater sejatinya sejalan dengan pinjaman online, sama-sama memberikan pinjaman kepada pelanggan untuk membeli sesuatu yang kemudian harus dibayarkan pada saat sudah jatuh tempo. Dan pola pembayarannya pun bisa di angsur atau dicicil selama sekian bulan tergantung dengan kemampuan pelanggan.

Mengenai perlindungan hukum terhadap pelanggan pinjaman online sendiri, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 77 /Pojk.01/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Maka dari itu, pelanggan harus cermat memilih e-commerce yang benar-benar terdaftar di OJK, agar terhindar dari besarnya bunga yang harus dibayar secara tidak wajar.

Dengan adanya perlindungan tersebut, bukan berarti membenarkan pola hidup konsumtif masyarakat yang tidak wajar untuk terus menggunakan PayLater. Hal ini dikarenakan, rekam jejak digital kita atas pinjaman tersebut dapat terdeteksi secara online melalui SLIK (Sistem Layanan Informasi Keuangan).

Di SLIK sendiri, layanan informasi riwayat kredit nasabah perbankan dan lembaga keuangan lainnya disebut dengan layanan informasi debitur (iDEB). Di dalam iDEB, bank dan lembaga pembiayaan serta keuangan mempunyai akses data debitur dan kewajiban melaporkan data debitur ke Sistem Informasi Debitur (SID).

Sebagaimana dikutip dari laman resmi BI, BI Checking atau IDI Historis menyimpan identitas debitur, pemilik dan pengurus, fasilitas penyediaan dana atau pembiayaan yang diterima, agunan, penjamin, dan kolektabilitas. Semua informasi dari BI Checking dapat diakses lembaga keuangan, baik bank maupun nonbank, dalam 24 jam setiap harinya asalkan terdaftar sebagai anggota Biro Informasi Kredit.

Dari SID ini, informasi di mana setiap nasabah debitur yang pernah mengajukan kredit akan diberikan skor berdasarkan catatan kreditnya. Penentuan skor kredit dilihat dari catatan kolektabilitas si calon debitur (pengambil kredit).

Skor kredit yang diberikan dihitung dari 1-5. Berikut ini pembagian kategori kredit berdasarkan skornya dalam BI Checking. Skor 1: Kredit Lancar, artinya debitur selalu memenuhi kewajibannya untuk membayar cicilan setiap bulan beserta bunganya hingga lunas tanpa pernah menunggak.; Skor 2: Kredit DPK atau Kredit dalam Perhatian Khusus,; Skor 3: Kredit Tidak Lancar; Skor 4: Kredit Diragukan; Skor 5: Kredit Macet, artinya debitur tercatat menunggak cicilan kredit lebih 180 hari.

Dari skor 1-5, bank akan menolak pengajuan kredit calon debitur yang BI Checking-nya mendapat skor 3, skor 4, dan skor 5 yang tentu saja masuk ke dalam Black List BI Checking. Sebab bank sama sekali tak mau ambil risiko kalau nantinya kredit yang diberikan bermasalah atau non performing loan (NPL).

Maka dari itu, pemerintah wajib memberikan edukasi kepada masyarakat untuk tidak tergiur dengan trend PayLater ini, jika memang mengharuskan untuk menggunakan kemudahan tersebut, pelanggan hendaknya menyesuaikan limit sesuai kemampuan pembayaran agar terhindar dari kredit macet dan jeratan teror debt collector. Karena jika fenomena ini dibiarkan, tidak jarang membuat masyarakat depresi hingga melakukan bunuh diri.

Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Jember

 

 

 

 

 

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca

/