22.8 C
Jember
Tuesday, 21 March 2023

Satu Pohon Sejuta Potensi dan Harapan

Mobile_AP_Rectangle 1

SEORANG bijak pernah berkata, “ketika pohon terakhir ditebang, barulah manusia menyadari bahwa dia tidak dapat memakan uang.” Kalimat tersebut mengingatkan kita betapa pentingnya menjaga kelestarian pepohonan.

Pohon yang tumbuh di hutan maupun di sekitar kita memiliki peranan yang sangat penting di dalam kehidupan. Polutan hasil pembakaran dan aktivitas manusia yang bertebaran di udara akan diserap dan disaring oleh pohon. Sebagai gantinya, pohon akan menghasilkan oksigen sebagai sumber napas dalam kehidupan kita. Pohon juga berfungsi sebagai sumber nutrisi bagi manusia dan hewan. Beberapa jenis pohon tertentu hampir setiap bagiannya dapat dimanfaatkan sebagai sumber nutrisi. Buahnya, daunnya, batangnya, bahkan kulit dan akarnya pun dapat dimanfaatkan. Pohon jenis tertentu bahkan dapat digunakan sebagai ramuan tradisional untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit. Berkurangnya pohon berarti juga berkurangnya sumber nutrisi bagi kita. Pohon juga berfungsi sebagai tempat bernaung. Beberapa jenis hewan dan bahkan manusia pada suku-suku tertentu memanfaatkan keberadaan pohon sebagai rumah tempat mereka berlindung.

Pada zaman modern ini, pohon memiliki peranan yang lebih krusial lagi, yaitu sebagai pencegah kerusakan iklim. Global warming bukan lagi sebagai sebuah isu, namun fakta yang harus kita hadapi dan kita carikan solusi. Global warming terjadi akibat polusi gas karbondioksida dari bahan bakar yang digunakan manusia dalam berbagai aktivitasnya. Polusi gas karbondioksida inilah yang menjadi salah satu penyebab terjadinya efek rumah kaca. Efek rumah kaca membuat panas matahari menjadi tertahan dan suhu bumi menjadi meningkat. Hal ini diperparah dengan adanya penggundulan hutan di berbagai belahan bumi. Padahal, pepohonan memiliki kemampuan untuk menyerap gas karbondioksida.

Mobile_AP_Rectangle 2

Untuk meningkatkan semangat dalam menanam dan melestarikan pohon, maka setiap tanggal 10 Januari masyarakat dari seluruh belahan dunia memperingati Hari Gerakan Satu Juta Pohon Sedunia. Berbicara tentang kerusakan lingkungan, tidak perlu banyak selebrasi, namun kita perlu segera beraksi. Menanam pohon bisa dimulai dari keluarga kita dengan menjadikan menanam pohon sebagai budi pekerti yang diwariskan secara turun-temurun. Dimulai dari menanam di halaman rumah dan berlanjut pada semangat menghijaukan hutan.

Berbicara tentang pohon, tidak bisa lepas kaitannya dengan hutan. Apalagi, Indonesia merupakan negara yang terkenal sebagai paru-paru dunia. Data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menunjukkan bahwa deforestasi di Indonesia pada tahun 2020 sebesar 115,46 ribu hektare. Angka tersebut turun kurang lebih 75,03 persen dibandingkan deforestasi tahun 2019 yang mencapai 462,46 ribu hektare. Angka deforestasi ini merupakan angka deforestasi netto, yaitu angka deforestasi bruto yang sudah dikurangi dengan angka reforestasi. Hasil pantauan hutan Indonesia 2020 juga menunjukkan bahwa luas lahan berhutan seluruh daratan Indonesia adalah 95,60 juta hektare. Sekitar 50,90 persen dari total daratan. Di mana 92,50 persen dari total luas berhutan tersebut atau 88,4 juta hektare berada di dalam kawasan hutan. Sebaran deforestasi netto paling besar terjadi di Pulau Kalimantan, yaitu 41,50 ribu hektare (sekitar 35,90 persen dari total deforestasi netto Indonesia) diikuti oleh Kepulauan Bali dan Nusa Tenggara sebesar 21.3 ribu hektare. Secara umum, dalam lima tahun terakhir laju deforestasi netto Indonesia menunjukkan tren yang menurun.

Salah satu upaya untuk menurunkan laju deforestasi adalah dengan reforestasi. Reforestasi atau disebut juga reboisasi adalah aktivitas penanaman kembali. Baik yang dilakukan dalam upaya produksi hutan hasil kayu, pertumbuhan tanaman, atau upaya rehabilitasi hutan dan lahan. Reforestasi bisa juga diartikan sebagai penghijauan kembali hutan yang telah gundul. Reforestasi Indonesia pada tahun 2020 adalah sebesar 3,6 ribu hektare. Reforestasi tertinggi terjadi di Pulau Sumatera dengan angka 2,5 ribu hektare (sekitar 69,3 persen dari reforestasi Indonesia).

Sebagai daerah yang ditutupi hutan hujan tropis yang sangat luas, Indonesia menyimpan potensi hutan yang luar biasa. Pendataan Potensi Desa 2018 (Podes 2018) yang dilakukan oleh BPS menunjukkan bahwa ada sekitar 2.768 desa/kelurahan yang terletak di dalam hutan dan 18.617 desa atau kelurahan yang terletak di tepi atau sekitar hutan. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat di Indonesia yang bergantung pada kelestarian hutan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Program Perhutanan Sosial yang dijalankan oleh pemerintah memungkinkan masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan untuk mengelola kawasan hutan negara secara legal dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan, dan dinamika sosial budaya.

Pada tahun 2019, luas daratan dan perairan kawasan hutan Indonesia mencapai 125 juta hektare. Indonesia juga memiliki kawasan hutan konservasi seluas 27,4 juta hektare dan kawasan hutan lindung seluas 29,58 juta hektare. Hutan lindung dan hutan konservasi sangat berperan dalam perlindungan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Hutan konservasi dan hutan lindung bisa juga sebagai tempat edukasi dan rekreasi. Ditinjau dari segi ekonomis, data dari publikasi Statistik Produksi Kehutanan 2020 yang dirilis oleh BPS, pada tahun 2020 menunjukkan bahwa produksi kayu bulat Indonesia mencapai 61,02 juta m3. Pulau Sumatera merupakan penghasil kayu bulat terbesar di Indonesia. Penghasil kayu bulat terbanyak kedua adalah Pulau Kalimantan dengan 9,71 juta m3. Sebagian besar kayu bulat tersebut merupakan jenis akasia dan kelompok rimba campuran. Selain kayu bulat, hutan Indonesia juga menghasilkan berbagai komoditas lain seperti kayu olahan, bambu, rotan, getah karet, sagu, madu, dan masih banyak lainnya.

Hutan memang menyediakan berbagai macam kebutuhan untuk kehidupan manusia. Namun, manusia harus sadar bahwa sumber daya alam jumlahnya terbatas dan bisa habis bila tidak dilakukan pembaruan. Pemanfaatan nilai ekonomis hutan sebaiknya menerapkan green economy yaitu gagasan ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kesetaraan sosial masyarakat sekaligus mengurangi risiko kerusakan lingkungan secara signifikan. Potensi hutan harus bisa dikelola secara lestari, mengurangi penggurunan, menghentikan dan membalikkan degradasi lahan, dan menghentikan hilangnya keanekaragaman hayati sesuai dengan tujuan pembangunan berkelanjutan. Mari menanam pohon dan menghijaukan hutan untuk menumbuhkan sejuta potensi dan harapan.

*) Penulis adalah Statistisi Ahli Pertama BPS Kabupaten Bondowoso.

- Advertisement -

SEORANG bijak pernah berkata, “ketika pohon terakhir ditebang, barulah manusia menyadari bahwa dia tidak dapat memakan uang.” Kalimat tersebut mengingatkan kita betapa pentingnya menjaga kelestarian pepohonan.

Pohon yang tumbuh di hutan maupun di sekitar kita memiliki peranan yang sangat penting di dalam kehidupan. Polutan hasil pembakaran dan aktivitas manusia yang bertebaran di udara akan diserap dan disaring oleh pohon. Sebagai gantinya, pohon akan menghasilkan oksigen sebagai sumber napas dalam kehidupan kita. Pohon juga berfungsi sebagai sumber nutrisi bagi manusia dan hewan. Beberapa jenis pohon tertentu hampir setiap bagiannya dapat dimanfaatkan sebagai sumber nutrisi. Buahnya, daunnya, batangnya, bahkan kulit dan akarnya pun dapat dimanfaatkan. Pohon jenis tertentu bahkan dapat digunakan sebagai ramuan tradisional untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit. Berkurangnya pohon berarti juga berkurangnya sumber nutrisi bagi kita. Pohon juga berfungsi sebagai tempat bernaung. Beberapa jenis hewan dan bahkan manusia pada suku-suku tertentu memanfaatkan keberadaan pohon sebagai rumah tempat mereka berlindung.

Pada zaman modern ini, pohon memiliki peranan yang lebih krusial lagi, yaitu sebagai pencegah kerusakan iklim. Global warming bukan lagi sebagai sebuah isu, namun fakta yang harus kita hadapi dan kita carikan solusi. Global warming terjadi akibat polusi gas karbondioksida dari bahan bakar yang digunakan manusia dalam berbagai aktivitasnya. Polusi gas karbondioksida inilah yang menjadi salah satu penyebab terjadinya efek rumah kaca. Efek rumah kaca membuat panas matahari menjadi tertahan dan suhu bumi menjadi meningkat. Hal ini diperparah dengan adanya penggundulan hutan di berbagai belahan bumi. Padahal, pepohonan memiliki kemampuan untuk menyerap gas karbondioksida.

Untuk meningkatkan semangat dalam menanam dan melestarikan pohon, maka setiap tanggal 10 Januari masyarakat dari seluruh belahan dunia memperingati Hari Gerakan Satu Juta Pohon Sedunia. Berbicara tentang kerusakan lingkungan, tidak perlu banyak selebrasi, namun kita perlu segera beraksi. Menanam pohon bisa dimulai dari keluarga kita dengan menjadikan menanam pohon sebagai budi pekerti yang diwariskan secara turun-temurun. Dimulai dari menanam di halaman rumah dan berlanjut pada semangat menghijaukan hutan.

Berbicara tentang pohon, tidak bisa lepas kaitannya dengan hutan. Apalagi, Indonesia merupakan negara yang terkenal sebagai paru-paru dunia. Data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menunjukkan bahwa deforestasi di Indonesia pada tahun 2020 sebesar 115,46 ribu hektare. Angka tersebut turun kurang lebih 75,03 persen dibandingkan deforestasi tahun 2019 yang mencapai 462,46 ribu hektare. Angka deforestasi ini merupakan angka deforestasi netto, yaitu angka deforestasi bruto yang sudah dikurangi dengan angka reforestasi. Hasil pantauan hutan Indonesia 2020 juga menunjukkan bahwa luas lahan berhutan seluruh daratan Indonesia adalah 95,60 juta hektare. Sekitar 50,90 persen dari total daratan. Di mana 92,50 persen dari total luas berhutan tersebut atau 88,4 juta hektare berada di dalam kawasan hutan. Sebaran deforestasi netto paling besar terjadi di Pulau Kalimantan, yaitu 41,50 ribu hektare (sekitar 35,90 persen dari total deforestasi netto Indonesia) diikuti oleh Kepulauan Bali dan Nusa Tenggara sebesar 21.3 ribu hektare. Secara umum, dalam lima tahun terakhir laju deforestasi netto Indonesia menunjukkan tren yang menurun.

Salah satu upaya untuk menurunkan laju deforestasi adalah dengan reforestasi. Reforestasi atau disebut juga reboisasi adalah aktivitas penanaman kembali. Baik yang dilakukan dalam upaya produksi hutan hasil kayu, pertumbuhan tanaman, atau upaya rehabilitasi hutan dan lahan. Reforestasi bisa juga diartikan sebagai penghijauan kembali hutan yang telah gundul. Reforestasi Indonesia pada tahun 2020 adalah sebesar 3,6 ribu hektare. Reforestasi tertinggi terjadi di Pulau Sumatera dengan angka 2,5 ribu hektare (sekitar 69,3 persen dari reforestasi Indonesia).

Sebagai daerah yang ditutupi hutan hujan tropis yang sangat luas, Indonesia menyimpan potensi hutan yang luar biasa. Pendataan Potensi Desa 2018 (Podes 2018) yang dilakukan oleh BPS menunjukkan bahwa ada sekitar 2.768 desa/kelurahan yang terletak di dalam hutan dan 18.617 desa atau kelurahan yang terletak di tepi atau sekitar hutan. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat di Indonesia yang bergantung pada kelestarian hutan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Program Perhutanan Sosial yang dijalankan oleh pemerintah memungkinkan masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan untuk mengelola kawasan hutan negara secara legal dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan, dan dinamika sosial budaya.

Pada tahun 2019, luas daratan dan perairan kawasan hutan Indonesia mencapai 125 juta hektare. Indonesia juga memiliki kawasan hutan konservasi seluas 27,4 juta hektare dan kawasan hutan lindung seluas 29,58 juta hektare. Hutan lindung dan hutan konservasi sangat berperan dalam perlindungan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Hutan konservasi dan hutan lindung bisa juga sebagai tempat edukasi dan rekreasi. Ditinjau dari segi ekonomis, data dari publikasi Statistik Produksi Kehutanan 2020 yang dirilis oleh BPS, pada tahun 2020 menunjukkan bahwa produksi kayu bulat Indonesia mencapai 61,02 juta m3. Pulau Sumatera merupakan penghasil kayu bulat terbesar di Indonesia. Penghasil kayu bulat terbanyak kedua adalah Pulau Kalimantan dengan 9,71 juta m3. Sebagian besar kayu bulat tersebut merupakan jenis akasia dan kelompok rimba campuran. Selain kayu bulat, hutan Indonesia juga menghasilkan berbagai komoditas lain seperti kayu olahan, bambu, rotan, getah karet, sagu, madu, dan masih banyak lainnya.

Hutan memang menyediakan berbagai macam kebutuhan untuk kehidupan manusia. Namun, manusia harus sadar bahwa sumber daya alam jumlahnya terbatas dan bisa habis bila tidak dilakukan pembaruan. Pemanfaatan nilai ekonomis hutan sebaiknya menerapkan green economy yaitu gagasan ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kesetaraan sosial masyarakat sekaligus mengurangi risiko kerusakan lingkungan secara signifikan. Potensi hutan harus bisa dikelola secara lestari, mengurangi penggurunan, menghentikan dan membalikkan degradasi lahan, dan menghentikan hilangnya keanekaragaman hayati sesuai dengan tujuan pembangunan berkelanjutan. Mari menanam pohon dan menghijaukan hutan untuk menumbuhkan sejuta potensi dan harapan.

*) Penulis adalah Statistisi Ahli Pertama BPS Kabupaten Bondowoso.

SEORANG bijak pernah berkata, “ketika pohon terakhir ditebang, barulah manusia menyadari bahwa dia tidak dapat memakan uang.” Kalimat tersebut mengingatkan kita betapa pentingnya menjaga kelestarian pepohonan.

Pohon yang tumbuh di hutan maupun di sekitar kita memiliki peranan yang sangat penting di dalam kehidupan. Polutan hasil pembakaran dan aktivitas manusia yang bertebaran di udara akan diserap dan disaring oleh pohon. Sebagai gantinya, pohon akan menghasilkan oksigen sebagai sumber napas dalam kehidupan kita. Pohon juga berfungsi sebagai sumber nutrisi bagi manusia dan hewan. Beberapa jenis pohon tertentu hampir setiap bagiannya dapat dimanfaatkan sebagai sumber nutrisi. Buahnya, daunnya, batangnya, bahkan kulit dan akarnya pun dapat dimanfaatkan. Pohon jenis tertentu bahkan dapat digunakan sebagai ramuan tradisional untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit. Berkurangnya pohon berarti juga berkurangnya sumber nutrisi bagi kita. Pohon juga berfungsi sebagai tempat bernaung. Beberapa jenis hewan dan bahkan manusia pada suku-suku tertentu memanfaatkan keberadaan pohon sebagai rumah tempat mereka berlindung.

Pada zaman modern ini, pohon memiliki peranan yang lebih krusial lagi, yaitu sebagai pencegah kerusakan iklim. Global warming bukan lagi sebagai sebuah isu, namun fakta yang harus kita hadapi dan kita carikan solusi. Global warming terjadi akibat polusi gas karbondioksida dari bahan bakar yang digunakan manusia dalam berbagai aktivitasnya. Polusi gas karbondioksida inilah yang menjadi salah satu penyebab terjadinya efek rumah kaca. Efek rumah kaca membuat panas matahari menjadi tertahan dan suhu bumi menjadi meningkat. Hal ini diperparah dengan adanya penggundulan hutan di berbagai belahan bumi. Padahal, pepohonan memiliki kemampuan untuk menyerap gas karbondioksida.

Untuk meningkatkan semangat dalam menanam dan melestarikan pohon, maka setiap tanggal 10 Januari masyarakat dari seluruh belahan dunia memperingati Hari Gerakan Satu Juta Pohon Sedunia. Berbicara tentang kerusakan lingkungan, tidak perlu banyak selebrasi, namun kita perlu segera beraksi. Menanam pohon bisa dimulai dari keluarga kita dengan menjadikan menanam pohon sebagai budi pekerti yang diwariskan secara turun-temurun. Dimulai dari menanam di halaman rumah dan berlanjut pada semangat menghijaukan hutan.

Berbicara tentang pohon, tidak bisa lepas kaitannya dengan hutan. Apalagi, Indonesia merupakan negara yang terkenal sebagai paru-paru dunia. Data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menunjukkan bahwa deforestasi di Indonesia pada tahun 2020 sebesar 115,46 ribu hektare. Angka tersebut turun kurang lebih 75,03 persen dibandingkan deforestasi tahun 2019 yang mencapai 462,46 ribu hektare. Angka deforestasi ini merupakan angka deforestasi netto, yaitu angka deforestasi bruto yang sudah dikurangi dengan angka reforestasi. Hasil pantauan hutan Indonesia 2020 juga menunjukkan bahwa luas lahan berhutan seluruh daratan Indonesia adalah 95,60 juta hektare. Sekitar 50,90 persen dari total daratan. Di mana 92,50 persen dari total luas berhutan tersebut atau 88,4 juta hektare berada di dalam kawasan hutan. Sebaran deforestasi netto paling besar terjadi di Pulau Kalimantan, yaitu 41,50 ribu hektare (sekitar 35,90 persen dari total deforestasi netto Indonesia) diikuti oleh Kepulauan Bali dan Nusa Tenggara sebesar 21.3 ribu hektare. Secara umum, dalam lima tahun terakhir laju deforestasi netto Indonesia menunjukkan tren yang menurun.

Salah satu upaya untuk menurunkan laju deforestasi adalah dengan reforestasi. Reforestasi atau disebut juga reboisasi adalah aktivitas penanaman kembali. Baik yang dilakukan dalam upaya produksi hutan hasil kayu, pertumbuhan tanaman, atau upaya rehabilitasi hutan dan lahan. Reforestasi bisa juga diartikan sebagai penghijauan kembali hutan yang telah gundul. Reforestasi Indonesia pada tahun 2020 adalah sebesar 3,6 ribu hektare. Reforestasi tertinggi terjadi di Pulau Sumatera dengan angka 2,5 ribu hektare (sekitar 69,3 persen dari reforestasi Indonesia).

Sebagai daerah yang ditutupi hutan hujan tropis yang sangat luas, Indonesia menyimpan potensi hutan yang luar biasa. Pendataan Potensi Desa 2018 (Podes 2018) yang dilakukan oleh BPS menunjukkan bahwa ada sekitar 2.768 desa/kelurahan yang terletak di dalam hutan dan 18.617 desa atau kelurahan yang terletak di tepi atau sekitar hutan. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat di Indonesia yang bergantung pada kelestarian hutan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Program Perhutanan Sosial yang dijalankan oleh pemerintah memungkinkan masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan untuk mengelola kawasan hutan negara secara legal dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan, dan dinamika sosial budaya.

Pada tahun 2019, luas daratan dan perairan kawasan hutan Indonesia mencapai 125 juta hektare. Indonesia juga memiliki kawasan hutan konservasi seluas 27,4 juta hektare dan kawasan hutan lindung seluas 29,58 juta hektare. Hutan lindung dan hutan konservasi sangat berperan dalam perlindungan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Hutan konservasi dan hutan lindung bisa juga sebagai tempat edukasi dan rekreasi. Ditinjau dari segi ekonomis, data dari publikasi Statistik Produksi Kehutanan 2020 yang dirilis oleh BPS, pada tahun 2020 menunjukkan bahwa produksi kayu bulat Indonesia mencapai 61,02 juta m3. Pulau Sumatera merupakan penghasil kayu bulat terbesar di Indonesia. Penghasil kayu bulat terbanyak kedua adalah Pulau Kalimantan dengan 9,71 juta m3. Sebagian besar kayu bulat tersebut merupakan jenis akasia dan kelompok rimba campuran. Selain kayu bulat, hutan Indonesia juga menghasilkan berbagai komoditas lain seperti kayu olahan, bambu, rotan, getah karet, sagu, madu, dan masih banyak lainnya.

Hutan memang menyediakan berbagai macam kebutuhan untuk kehidupan manusia. Namun, manusia harus sadar bahwa sumber daya alam jumlahnya terbatas dan bisa habis bila tidak dilakukan pembaruan. Pemanfaatan nilai ekonomis hutan sebaiknya menerapkan green economy yaitu gagasan ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kesetaraan sosial masyarakat sekaligus mengurangi risiko kerusakan lingkungan secara signifikan. Potensi hutan harus bisa dikelola secara lestari, mengurangi penggurunan, menghentikan dan membalikkan degradasi lahan, dan menghentikan hilangnya keanekaragaman hayati sesuai dengan tujuan pembangunan berkelanjutan. Mari menanam pohon dan menghijaukan hutan untuk menumbuhkan sejuta potensi dan harapan.

*) Penulis adalah Statistisi Ahli Pertama BPS Kabupaten Bondowoso.

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca