23 C
Jember
Saturday, 25 March 2023

Eunoia bagi Kehidupan Seni di Jember

Mobile_AP_Rectangle 1

Lembaga Dewan Kesenian Kabupaten Jember akhir-akhir ini menjadi perhatian lebih oleh berbagai pihak. Tak hanya dari kalangan praktisi seni, akademisi, atau masyarakat Jember yang bernapas dengan berkesenian. Pemerintah Daerah dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Jember (Disparbud) juga fokus dan telah sampai pada tahap perencanaan revitalisasi lembaga tersebut sejak akhir tahun 2021. Pertanyaannya, mengapa pemerintah daerah melakukan pembenahan lembaga Dewan Kesenian Kabupaten Jember sampai terjadi kekosongan kepengurusan? Apakah terjadi karut-marut tata kelola pada tubuh lembaga yang dibuktikan oleh data serta analisis pemerintah daerah? Bagi masyarakat umum mungkin ada yang bertanya, sejauh mana tingkat urgensi lembaga Dewan Kesenian bagi ekosistem seni dan budaya masyarakat Jember? Pertanyaan terakhir tersebut dapat menjadi satu indikasi eksistensi lembaga Dewan Kesenian Kabupaten Jember dari tahun ke tahun.

Dwi Pranoto dalam tulisannya menyebutkan bahwa Disparbud Kabupaten Jember telah membentuk tim caretaker. Dapat dikatakan langkah tersebut serupa dengan proses pergantian anggota Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) untuk periode 2020-2023. Kronologisnya adalah sebelum anggota DKJ resmi dikukuhkan pada tanggal 10 September 2020, anggota caretaker DKJ kemudian dibentuk untuk mengisi kekosongan kepengurusan DKJ yang masa tugasnya berakhir pada 31 Desember 2018. Dalam hal ini, selain mengisi kekosongan lembaga, anggota caretaker DKJ selama 2019-2020 juga bertugas melanjutkan program kerja DKJ, mempersiapkan usulan program DKJ, dan mempersiapkan calon anggota DKJ periode 2020-2023. Proses tersebut berjalan berdasarkan Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 953 Tahun 2019 tentang Tim Caretaker Dewan Kesenian Jakarta.  Dengan begitu, Peraturan Pemerintah Daerah Kabupaten Jember tentu juga akan menjadi landasan proses revitalisasi Dewan Kesenian Kabupaten Jember periode 2022-2026.

Konvergensi kebijakan yang dilakukan oleh Disparbud Kabupaten Jember setidaknya sudah disesuaikan dengan kondisi lembaga seni yang ada di Kabupaten Jember.  Di satu sisi, kebijakan didasarkan pada argumen sosial yang dianggap memiliki dampak positif pada keberlangsungan ekosistem kesenian di Kabupaten Jember. Di sisi lain, keberlangsungannya juga dapat diukur atau diaudit dengan fakta berbasis data seperti jumlah kegiatan atau pertunjukan yang dihasilkan. Sebagai alternatif, seyogianya dapat dibicarakan lebih lanjut mengenai tata kelola seni daerah atau lembaga seni daerah, yang dapat dihadiri oleh individu, kelompok seni, seniman, praktisi, akademisi, dan pemerhati seni dan budaya Jember dalam satu forum terbuka yang dapat diinisiasi oleh Disparbud. Cara ini sekurangnya menjadi kepentingan bersama untuk ekosistem kesenian yang lebih baik di Kabupaten Jember. Karena bukan hal baru jika permasalahan fundamental lembaga seni di beberapa daerah ada pada sumber pendanaan. Sehingga akuntabilitas lembaga seni dipertanyakan dan berujung memiliki sedikit kesempatan untuk memfasilitasi atau melestarikan keragaman seni dan budaya yang ada secara maksimal. Padahal seni dan budaya sejatinya telah diakui secara internasional sebagai dimensi penting dari pemerintahan kontemporer dan kebijakan publik. Produksi data yang akurat dan relevan juga menjadi bagian penting untuk kebijakan seni budaya dan bagaimana kehidupan seni dan budaya di daerah dapat dipahami.

Mobile_AP_Rectangle 2

 

Kemunculan Gedung Kesenian Jember

Selain polemik sumber dana kebudayaan untuk ekosistem kesenian di Jember lebih baik, sarana dan prasarana seni dan budaya juga menjadi fokus penting yang harus segera diaktualisasikan. Sejauh ini seniman atau aktivitas kesenian yang ada di Jember harus beradaptasi tanpa sarana dan prasarana yang representatif.  Namun saat ini Bupati Ir Hendy Siswanto telah merealisasikan pengadaan gedung kesenian yang akan terus dikembangkan. Hal itu berasal dari desakan para seniman dan analis seni budaya Pemerintah Kabupaten Jember untuk kehidupan seni di Jember. Alhasil, eks-kantor Dinas Sosial yang beralamat di Jalan PB Sudirman Patrang depan pujasera direnovasi untuk dijadikan gedung kesenian.

Masalah gedung kesenian Jember dari tahun ke tahun memang tidak dapat dipisahkan dari peluang-peluang terbentuknya ekosistem seni Jember lebih baik. Sehingga yang terjadi saat ini, ruang apresiasi, ekspresi dan eksperimentasi seni dan budaya masyarakat Jember tak banyak terwadahi. Kehadiran gedung kesenian Jember ini tentu akan menjadi napas baru bagi pekerja seni. Untuk itu, sebelum diresmikan atau digunakan setidaknya pengelola perlu membuat pedoman atau manajemen pengelolaan gedung kesenian Jember agar semua ragam seni terwadahi secara sistematis. Dalam hal ini pemerintah daerah setidaknya sudah melakukan perannya dalam upaya pelestarian dan pengembangan ekosistem kesenian di Jember.

Pengadaan infrastruktur gedung kesenian tak lain untuk memenuhi harapan para seniman atau masyarakat Jember dalam mengekspresikan keragaman seni yang ada di Jember agar lebih terwadahi dengan baik. Setelah nanti diresmikan, gedung kesenian Jember yang sudah lama dinantikan sejak lama, akan menjadi angin segar bagi para pekerja seni dan budaya di Jember. Namun pekerjaan rumah menanti pada persoalan pengelolaan gedung kesenian tersebut. Siapa dan bagaimana seharusnya gedung kesenian Jember dikelola agar lebih optimal dan berjalan sesuai fungsinya.

Harapannya, siapa pun pengelola gedung kesenian Jember, kegiatan kesenian dapat direncanakan dengan terpola sehingga memudahkan masyarakat umum untuk dapat mengenal dan mengapresiasi beragam bentuk seni. Pemusatan kegiatan seni dalam satu gedung bukan berarti menepikan kegiatan seni yang sudah berhasil dengan kemandiriannya di berbagai tempat atau daerah. Dalam perkembangan saat ini ruang-ruang kreatif sudah tidak memiliki batas atau sudah kabur apa yang disebut ruang representatif untuk seni dan budaya. Kafe yang dikenal sebagai tempat ha-ha-hi-hi sembari minum kopi, saat ini dapat dijadikan ruang pameran seni rupa bahkan pertunjukan teater. Untuk itu, gedung kesenian Jember akan menjadi ruang eksperimentasi seni yang lain dengan tata ruang dan mekanisme yang berlaku.

Lembaga Dewan Kesenian Kabupaten Jember dalam hal ini setidaknya memiliki peran dalam sistem kerja kuratorial yang bersinergi dengan Disparbud atau pengelola untuk setiap kegiatan di gedung kesenian Jember. Meskipun pengelola hanya berurusan dengan administrasi, operasional, publikasi, pemeliharaan, perawatan, dan keamanan gedung. Banyaknya jenis kesenian yang ada di Jember kemudian dapat didata dan disusun sesuai agenda atau tema jika diperlukan setiap harinya sebagai suguhan masyarakat Jember yang berkualitas. Perumusan ini akan mengurangi kegagapan kehadiran gedung kesenian yang lama tak dimiliki Jember, sebagai pertanggungjawaban terakomodasinya seluruh aspirasi masyarakat Jember.

 

 

*) penulis adalah mahasiswa Pascasarjana Program Studi Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa Universitas Gadjah Mada

 

- Advertisement -

Lembaga Dewan Kesenian Kabupaten Jember akhir-akhir ini menjadi perhatian lebih oleh berbagai pihak. Tak hanya dari kalangan praktisi seni, akademisi, atau masyarakat Jember yang bernapas dengan berkesenian. Pemerintah Daerah dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Jember (Disparbud) juga fokus dan telah sampai pada tahap perencanaan revitalisasi lembaga tersebut sejak akhir tahun 2021. Pertanyaannya, mengapa pemerintah daerah melakukan pembenahan lembaga Dewan Kesenian Kabupaten Jember sampai terjadi kekosongan kepengurusan? Apakah terjadi karut-marut tata kelola pada tubuh lembaga yang dibuktikan oleh data serta analisis pemerintah daerah? Bagi masyarakat umum mungkin ada yang bertanya, sejauh mana tingkat urgensi lembaga Dewan Kesenian bagi ekosistem seni dan budaya masyarakat Jember? Pertanyaan terakhir tersebut dapat menjadi satu indikasi eksistensi lembaga Dewan Kesenian Kabupaten Jember dari tahun ke tahun.

Dwi Pranoto dalam tulisannya menyebutkan bahwa Disparbud Kabupaten Jember telah membentuk tim caretaker. Dapat dikatakan langkah tersebut serupa dengan proses pergantian anggota Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) untuk periode 2020-2023. Kronologisnya adalah sebelum anggota DKJ resmi dikukuhkan pada tanggal 10 September 2020, anggota caretaker DKJ kemudian dibentuk untuk mengisi kekosongan kepengurusan DKJ yang masa tugasnya berakhir pada 31 Desember 2018. Dalam hal ini, selain mengisi kekosongan lembaga, anggota caretaker DKJ selama 2019-2020 juga bertugas melanjutkan program kerja DKJ, mempersiapkan usulan program DKJ, dan mempersiapkan calon anggota DKJ periode 2020-2023. Proses tersebut berjalan berdasarkan Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 953 Tahun 2019 tentang Tim Caretaker Dewan Kesenian Jakarta.  Dengan begitu, Peraturan Pemerintah Daerah Kabupaten Jember tentu juga akan menjadi landasan proses revitalisasi Dewan Kesenian Kabupaten Jember periode 2022-2026.

Konvergensi kebijakan yang dilakukan oleh Disparbud Kabupaten Jember setidaknya sudah disesuaikan dengan kondisi lembaga seni yang ada di Kabupaten Jember.  Di satu sisi, kebijakan didasarkan pada argumen sosial yang dianggap memiliki dampak positif pada keberlangsungan ekosistem kesenian di Kabupaten Jember. Di sisi lain, keberlangsungannya juga dapat diukur atau diaudit dengan fakta berbasis data seperti jumlah kegiatan atau pertunjukan yang dihasilkan. Sebagai alternatif, seyogianya dapat dibicarakan lebih lanjut mengenai tata kelola seni daerah atau lembaga seni daerah, yang dapat dihadiri oleh individu, kelompok seni, seniman, praktisi, akademisi, dan pemerhati seni dan budaya Jember dalam satu forum terbuka yang dapat diinisiasi oleh Disparbud. Cara ini sekurangnya menjadi kepentingan bersama untuk ekosistem kesenian yang lebih baik di Kabupaten Jember. Karena bukan hal baru jika permasalahan fundamental lembaga seni di beberapa daerah ada pada sumber pendanaan. Sehingga akuntabilitas lembaga seni dipertanyakan dan berujung memiliki sedikit kesempatan untuk memfasilitasi atau melestarikan keragaman seni dan budaya yang ada secara maksimal. Padahal seni dan budaya sejatinya telah diakui secara internasional sebagai dimensi penting dari pemerintahan kontemporer dan kebijakan publik. Produksi data yang akurat dan relevan juga menjadi bagian penting untuk kebijakan seni budaya dan bagaimana kehidupan seni dan budaya di daerah dapat dipahami.

 

Kemunculan Gedung Kesenian Jember

Selain polemik sumber dana kebudayaan untuk ekosistem kesenian di Jember lebih baik, sarana dan prasarana seni dan budaya juga menjadi fokus penting yang harus segera diaktualisasikan. Sejauh ini seniman atau aktivitas kesenian yang ada di Jember harus beradaptasi tanpa sarana dan prasarana yang representatif.  Namun saat ini Bupati Ir Hendy Siswanto telah merealisasikan pengadaan gedung kesenian yang akan terus dikembangkan. Hal itu berasal dari desakan para seniman dan analis seni budaya Pemerintah Kabupaten Jember untuk kehidupan seni di Jember. Alhasil, eks-kantor Dinas Sosial yang beralamat di Jalan PB Sudirman Patrang depan pujasera direnovasi untuk dijadikan gedung kesenian.

Masalah gedung kesenian Jember dari tahun ke tahun memang tidak dapat dipisahkan dari peluang-peluang terbentuknya ekosistem seni Jember lebih baik. Sehingga yang terjadi saat ini, ruang apresiasi, ekspresi dan eksperimentasi seni dan budaya masyarakat Jember tak banyak terwadahi. Kehadiran gedung kesenian Jember ini tentu akan menjadi napas baru bagi pekerja seni. Untuk itu, sebelum diresmikan atau digunakan setidaknya pengelola perlu membuat pedoman atau manajemen pengelolaan gedung kesenian Jember agar semua ragam seni terwadahi secara sistematis. Dalam hal ini pemerintah daerah setidaknya sudah melakukan perannya dalam upaya pelestarian dan pengembangan ekosistem kesenian di Jember.

Pengadaan infrastruktur gedung kesenian tak lain untuk memenuhi harapan para seniman atau masyarakat Jember dalam mengekspresikan keragaman seni yang ada di Jember agar lebih terwadahi dengan baik. Setelah nanti diresmikan, gedung kesenian Jember yang sudah lama dinantikan sejak lama, akan menjadi angin segar bagi para pekerja seni dan budaya di Jember. Namun pekerjaan rumah menanti pada persoalan pengelolaan gedung kesenian tersebut. Siapa dan bagaimana seharusnya gedung kesenian Jember dikelola agar lebih optimal dan berjalan sesuai fungsinya.

Harapannya, siapa pun pengelola gedung kesenian Jember, kegiatan kesenian dapat direncanakan dengan terpola sehingga memudahkan masyarakat umum untuk dapat mengenal dan mengapresiasi beragam bentuk seni. Pemusatan kegiatan seni dalam satu gedung bukan berarti menepikan kegiatan seni yang sudah berhasil dengan kemandiriannya di berbagai tempat atau daerah. Dalam perkembangan saat ini ruang-ruang kreatif sudah tidak memiliki batas atau sudah kabur apa yang disebut ruang representatif untuk seni dan budaya. Kafe yang dikenal sebagai tempat ha-ha-hi-hi sembari minum kopi, saat ini dapat dijadikan ruang pameran seni rupa bahkan pertunjukan teater. Untuk itu, gedung kesenian Jember akan menjadi ruang eksperimentasi seni yang lain dengan tata ruang dan mekanisme yang berlaku.

Lembaga Dewan Kesenian Kabupaten Jember dalam hal ini setidaknya memiliki peran dalam sistem kerja kuratorial yang bersinergi dengan Disparbud atau pengelola untuk setiap kegiatan di gedung kesenian Jember. Meskipun pengelola hanya berurusan dengan administrasi, operasional, publikasi, pemeliharaan, perawatan, dan keamanan gedung. Banyaknya jenis kesenian yang ada di Jember kemudian dapat didata dan disusun sesuai agenda atau tema jika diperlukan setiap harinya sebagai suguhan masyarakat Jember yang berkualitas. Perumusan ini akan mengurangi kegagapan kehadiran gedung kesenian yang lama tak dimiliki Jember, sebagai pertanggungjawaban terakomodasinya seluruh aspirasi masyarakat Jember.

 

 

*) penulis adalah mahasiswa Pascasarjana Program Studi Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa Universitas Gadjah Mada

 

Lembaga Dewan Kesenian Kabupaten Jember akhir-akhir ini menjadi perhatian lebih oleh berbagai pihak. Tak hanya dari kalangan praktisi seni, akademisi, atau masyarakat Jember yang bernapas dengan berkesenian. Pemerintah Daerah dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Jember (Disparbud) juga fokus dan telah sampai pada tahap perencanaan revitalisasi lembaga tersebut sejak akhir tahun 2021. Pertanyaannya, mengapa pemerintah daerah melakukan pembenahan lembaga Dewan Kesenian Kabupaten Jember sampai terjadi kekosongan kepengurusan? Apakah terjadi karut-marut tata kelola pada tubuh lembaga yang dibuktikan oleh data serta analisis pemerintah daerah? Bagi masyarakat umum mungkin ada yang bertanya, sejauh mana tingkat urgensi lembaga Dewan Kesenian bagi ekosistem seni dan budaya masyarakat Jember? Pertanyaan terakhir tersebut dapat menjadi satu indikasi eksistensi lembaga Dewan Kesenian Kabupaten Jember dari tahun ke tahun.

Dwi Pranoto dalam tulisannya menyebutkan bahwa Disparbud Kabupaten Jember telah membentuk tim caretaker. Dapat dikatakan langkah tersebut serupa dengan proses pergantian anggota Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) untuk periode 2020-2023. Kronologisnya adalah sebelum anggota DKJ resmi dikukuhkan pada tanggal 10 September 2020, anggota caretaker DKJ kemudian dibentuk untuk mengisi kekosongan kepengurusan DKJ yang masa tugasnya berakhir pada 31 Desember 2018. Dalam hal ini, selain mengisi kekosongan lembaga, anggota caretaker DKJ selama 2019-2020 juga bertugas melanjutkan program kerja DKJ, mempersiapkan usulan program DKJ, dan mempersiapkan calon anggota DKJ periode 2020-2023. Proses tersebut berjalan berdasarkan Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 953 Tahun 2019 tentang Tim Caretaker Dewan Kesenian Jakarta.  Dengan begitu, Peraturan Pemerintah Daerah Kabupaten Jember tentu juga akan menjadi landasan proses revitalisasi Dewan Kesenian Kabupaten Jember periode 2022-2026.

Konvergensi kebijakan yang dilakukan oleh Disparbud Kabupaten Jember setidaknya sudah disesuaikan dengan kondisi lembaga seni yang ada di Kabupaten Jember.  Di satu sisi, kebijakan didasarkan pada argumen sosial yang dianggap memiliki dampak positif pada keberlangsungan ekosistem kesenian di Kabupaten Jember. Di sisi lain, keberlangsungannya juga dapat diukur atau diaudit dengan fakta berbasis data seperti jumlah kegiatan atau pertunjukan yang dihasilkan. Sebagai alternatif, seyogianya dapat dibicarakan lebih lanjut mengenai tata kelola seni daerah atau lembaga seni daerah, yang dapat dihadiri oleh individu, kelompok seni, seniman, praktisi, akademisi, dan pemerhati seni dan budaya Jember dalam satu forum terbuka yang dapat diinisiasi oleh Disparbud. Cara ini sekurangnya menjadi kepentingan bersama untuk ekosistem kesenian yang lebih baik di Kabupaten Jember. Karena bukan hal baru jika permasalahan fundamental lembaga seni di beberapa daerah ada pada sumber pendanaan. Sehingga akuntabilitas lembaga seni dipertanyakan dan berujung memiliki sedikit kesempatan untuk memfasilitasi atau melestarikan keragaman seni dan budaya yang ada secara maksimal. Padahal seni dan budaya sejatinya telah diakui secara internasional sebagai dimensi penting dari pemerintahan kontemporer dan kebijakan publik. Produksi data yang akurat dan relevan juga menjadi bagian penting untuk kebijakan seni budaya dan bagaimana kehidupan seni dan budaya di daerah dapat dipahami.

 

Kemunculan Gedung Kesenian Jember

Selain polemik sumber dana kebudayaan untuk ekosistem kesenian di Jember lebih baik, sarana dan prasarana seni dan budaya juga menjadi fokus penting yang harus segera diaktualisasikan. Sejauh ini seniman atau aktivitas kesenian yang ada di Jember harus beradaptasi tanpa sarana dan prasarana yang representatif.  Namun saat ini Bupati Ir Hendy Siswanto telah merealisasikan pengadaan gedung kesenian yang akan terus dikembangkan. Hal itu berasal dari desakan para seniman dan analis seni budaya Pemerintah Kabupaten Jember untuk kehidupan seni di Jember. Alhasil, eks-kantor Dinas Sosial yang beralamat di Jalan PB Sudirman Patrang depan pujasera direnovasi untuk dijadikan gedung kesenian.

Masalah gedung kesenian Jember dari tahun ke tahun memang tidak dapat dipisahkan dari peluang-peluang terbentuknya ekosistem seni Jember lebih baik. Sehingga yang terjadi saat ini, ruang apresiasi, ekspresi dan eksperimentasi seni dan budaya masyarakat Jember tak banyak terwadahi. Kehadiran gedung kesenian Jember ini tentu akan menjadi napas baru bagi pekerja seni. Untuk itu, sebelum diresmikan atau digunakan setidaknya pengelola perlu membuat pedoman atau manajemen pengelolaan gedung kesenian Jember agar semua ragam seni terwadahi secara sistematis. Dalam hal ini pemerintah daerah setidaknya sudah melakukan perannya dalam upaya pelestarian dan pengembangan ekosistem kesenian di Jember.

Pengadaan infrastruktur gedung kesenian tak lain untuk memenuhi harapan para seniman atau masyarakat Jember dalam mengekspresikan keragaman seni yang ada di Jember agar lebih terwadahi dengan baik. Setelah nanti diresmikan, gedung kesenian Jember yang sudah lama dinantikan sejak lama, akan menjadi angin segar bagi para pekerja seni dan budaya di Jember. Namun pekerjaan rumah menanti pada persoalan pengelolaan gedung kesenian tersebut. Siapa dan bagaimana seharusnya gedung kesenian Jember dikelola agar lebih optimal dan berjalan sesuai fungsinya.

Harapannya, siapa pun pengelola gedung kesenian Jember, kegiatan kesenian dapat direncanakan dengan terpola sehingga memudahkan masyarakat umum untuk dapat mengenal dan mengapresiasi beragam bentuk seni. Pemusatan kegiatan seni dalam satu gedung bukan berarti menepikan kegiatan seni yang sudah berhasil dengan kemandiriannya di berbagai tempat atau daerah. Dalam perkembangan saat ini ruang-ruang kreatif sudah tidak memiliki batas atau sudah kabur apa yang disebut ruang representatif untuk seni dan budaya. Kafe yang dikenal sebagai tempat ha-ha-hi-hi sembari minum kopi, saat ini dapat dijadikan ruang pameran seni rupa bahkan pertunjukan teater. Untuk itu, gedung kesenian Jember akan menjadi ruang eksperimentasi seni yang lain dengan tata ruang dan mekanisme yang berlaku.

Lembaga Dewan Kesenian Kabupaten Jember dalam hal ini setidaknya memiliki peran dalam sistem kerja kuratorial yang bersinergi dengan Disparbud atau pengelola untuk setiap kegiatan di gedung kesenian Jember. Meskipun pengelola hanya berurusan dengan administrasi, operasional, publikasi, pemeliharaan, perawatan, dan keamanan gedung. Banyaknya jenis kesenian yang ada di Jember kemudian dapat didata dan disusun sesuai agenda atau tema jika diperlukan setiap harinya sebagai suguhan masyarakat Jember yang berkualitas. Perumusan ini akan mengurangi kegagapan kehadiran gedung kesenian yang lama tak dimiliki Jember, sebagai pertanggungjawaban terakomodasinya seluruh aspirasi masyarakat Jember.

 

 

*) penulis adalah mahasiswa Pascasarjana Program Studi Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa Universitas Gadjah Mada

 

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca