Kampus memiliki tradisi panjang mimbar akademik yang memungkinkan para pihak untuk berdialog, menguji gagasan, ide bahkan berbagai program. Kebebasan akademik memang belum merata di banyak kampus. Tetapi secara umum, civitas academica di kampus bukan tipe orang yang sangat mudah diarahkan mencoblos pasangan calon tertentu. Hal ini tentu sangat berbeda dengan lembaga pendidikan setingkat SMA/MA yang secara umum masih awam politik dan jarang bersentuhan dengan tradisi kritis, perguruan tinggi memiliki peluang untuk lebih dialektis. Ada organisasi intra maupun ekstra kampus, kelompok diskusi, ragam seminar, jurnalis kampus, gerakan ekstraparlementer yang memungkinkan mahasiswa menjadi peduli pada isu-isu publik termasuk pemilu (Gun Gun Heryanto, 2019: 124).
Terlebih lagi para mahasiswa yang dipandang sebagai salah satu ceruk pemilih kunci di Pemilu 2024. Menurut Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDIKTI) mencatat bahwa jumlah mahasiswa baru terus meningkat sejak tahun 2016 hingga 2019. Bila dilihat, jumlah peningkatannya dari tahun 2016 sebanyak 6,15 juta hingga setahun setelahnya naik 25,73 persen menjadi 7,74 juta. Bahkan, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tahun 2021 jumlah mahasiswa di Indonesia sebanyak 8.956.184, yaitu naik 4,1 persen dari tahun sebelumnya sebanyak 8.603.441 orang. Lebih detailnya, mahasiswa yang berkuliah di perguruan tinggi negeri sebanyak 4,02 juta dan di perguruan tinggi swasta sebanyak 4,93 juta. Sementara mahasiswa yang berkuliah dengan kampus di bawah Kemendikbud Ristek sebanyak 7,67 juta dan yang berkuliah dengan kampus dibawah Kementerian Agama sebanyak 1,29 juta mahasiswa (GoodStats,13/04/2022). Posisi ini mungkin juga menjadi salah satu alasan upaya untuk melaksanakan kampanye di kampus.
Kampanye merupakan salah satu kegiatan yang cukup sering terjadi di dunia ini, termasuk di negara kita Indonesia. Di Indonesia, kampanye biasanya terjadi setiap lima tahun sekali saat pergantian pemimpin. Ketika momen itu terjadi, orang-orang yang mencalonkan diri, baik pemilu wali kota, bupati, DPR, sampai Presiden semuanya serentak melakukan kampanye untuk meraih dukungan sebanyak-banyaknya dari berbagai kalangan masyarakat.
Pada perhelatan Pemilu 2024 mendatang, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI telah menyetujui masa kampanye. Kesepakatan tersebut diambil pasca Komisi II DPR menggelar rapat bersama Menteri Dalam Negeri, Selasa (07/06/2022) malam. Masa kampanye yang disepakati adalah selama 75 hari, yakni akan berlangsung dari 28 November 2023 hingga 10 Februari 2024 (Kompas TV, 08/05/2022).
Isu kampanye di perhelatan Pemilu seringkali menjadi perbincangan di berbagai kalangan masyarakat di setiap menjelang pelaksanaan Pemilu, salah satu isu yang ramai diperbincangkan ialah tentang larangan kampanye di kampus atau di lembaga pendidikan yang menuai pro dan kontra.
Seperti diketahui pada pelaksanaan Pemilu sebelum-sebelumnya, wilayah kampus/universitas atau disebut sebagai dunia pendidikan merupakan tempat “sakral” yang tidak pernah disentuh untuk pelaksanaan kampanye politik. Namun, menjelang Pemilu tahun 2024, Komisi Pemilihan Umum (KPU) memberi sinyal membolehkan partai politik untuk melakukan kampanye politik di wilayah kampus. Sebagaimana dilansir dari SINDOnews.com, 23/07/2022, disampaikan oleh Hasyim Asy’ari selaku ketua KPU RI menegaskan bahwa kegiatan kampanye di lingkungan kampus pada dasarnya diperbolehkan. Ia berpedoman pada Penjelasan Pasal 280 ayat (1) huruf h Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu) yang memberikan pengecualian atas ketentuan mengenai larangan penggunaan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.