JEMBER, RADARJEMBER.ID – Konsep merdeka belajar, bukanlah hal yang wah. Sebab konsep belajar semacam itu sudah ada dalam ilmu pengembangan kurikulum tepatnya organisasi kurikulum (separated subject, correlated subject, dan integrated subject curriculum). Namun, karena yang bicara tokoh penting negeri ini seakan-akan itu hal yang baru. Tradisi merdeka belajar juga dilakukan oleh ulama-ulama tempo dulu. Mereka tidak belajar disiplin ilmu tertentu, tetapi belajar banyak disiplin pada ulama yang kompeten di bidangnya.
Rihlah ilmiah mencari guru-guru yang hebat telah dilakukan untuk mendapatkan ilmu-ilmu yang baru dari ulama yang pakar dalam bidangnya. Sehingga tidak jarang para ulama hasil merdeka belajar model ini menjadi ulama eksklopedis, ulama yang menguasai berbagai disiplin keilmuan. Namun, tetap menjadi sosok yang saleh dengan kualitas keilmuan dan keimanan yang berimbang.
Tuntutan kompetisi global mengharuskan para pelaku pendidikan untuk bergerak mengejar rangking SDM dunia dengan negara-negara sekitar, negara kawasan dan negara maju dengan pretensi pada penguasaan bidang sains dan teknologi. Perlombaan SDM global tersebut berdampak pada seluruh sistem pendidikan yang terus bergerak maju pada panggung-panggung perlombaan seperti ajang olimpiade sains dan pe-rangking-an SDM Dunia. Seirama dengan itu pendidikan juga diarahkan untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi Negara (Economic impact). Mereka yang berpendidikan tinggi berpeluang besar untuk mendapatkan akses kapital yang lebih besar. Atas fenomena inilah kemudian orientasi dasar pendidikan mulai bergeser dari pemantapan kepribadian berubah menjadi pelayanan kebutuhan material.
Pergeseran pendidikan yang berimbas pada pergeseran belajar dari pemenuhan kepribadian hidup menjadi pemenuhan kebutuhan hidup. Tentu pemenuhan hidup ini sesuai dengan jalan akhir manusia yaitu akhirat. Atas orientasi tujuan hidup tersebut maka belajar bukan hanya sekadar hidup, namun untuk mempersiapkan hidup pascakematian. Landasan Dasar inilah yang dipegang para pendahulu kita untuk membentuk jati diri peserta didik seutuhnya. Oleh karenanya orientasi belajar tidak lain adalah bagaimana mereka yang belajar apa pun di dalam ruang-ruang pendidikan hanya untuk kepentingan ibadah kepada Allah. Memang ini tidak keren, tetapi lihatlah fenomena saat ini, pendidikan kita menuai berbagai persoalan, mulai dari suburnya praktik korupsi di berbagai bidang kehidupan, tawuran antar pelajar, penyiksaan oleh guru, guru dipenjarakan, narkoba, kasus mesum dan fenomena aneh lainnya. Dari gejala semacam ini lahirlah pendidikan karakter yang sempat viral beberapa tahun yang lalu, yang dianggap sebagai solusi atas kebangkrutan moralitas bangsa ini.
Kampus Merdeka dan Merdeka Belajar berpeluang besar bagi peserta didik untuk belajar dalam banyak hal termasuk belajar ilmu-ilmu dari disiplin yang lain. Tetapi perlu diingat, ruh pendidikan bukan terletak pada bebasnya belajar tetapi bagaimana belajar bisa mendekatkan diri pada sang khalik. Sekali lagi, bagi para milenial hal ini mungkin cukup normatif, tetapi gara-gara bangunan tauhid dan spiritualitas belajar yang mulai diremahkan, maka pendidikan yang sejatinya menjadi solusi hidup, justru pendidikanlah biang dari kerusakan hidup. Pendidikan terlalu diarahkan untuk menyuburkan praktik pragmatisme dan materialisme sehingga masing-masing orang berlomba-lomba dengan dandanan hidup.
Merdeka Belajar itu boleh, tetapi Berkah Belajar harus menjadi prioritas pembelajar baik itu pendidik dan peserta didik. Berkah belajar itu tercipta jika ada kohesifitas antara niat (tujuan belajar), ketakwaan sang pendidik dan peserta didiknya. Menjadi sangat penting syarat-syarat utama pendidik yang menghasilkan peserta didik yang hebat. Dalam Islam anak yang hebat dihasilkan oleh orang tua yang hebat. Maka tidak berlebihan bila seorang guru yang memiliki kedalaman spiritualitas akan menghasilkan anak didik yang hebat. Syarat guru menjadi penting dalam menciptakan berkah belajar. Maka sangat relevan karya-karya monumental Imam Al-Ghazali, Syekh az-Zarnuji dan Syeh KH Hasyim Asyari dalam membentuk jadi diri belajar yang berkah antara, niat, guru, peserta didik dan syarat-syarat lainnya.
Berkah belajar tidak boleh kalah dengan merdeka belajar. Para pemangku kepentingan, akademisi dan praktisi jangan jauhkan anak didik negeri ini dari berkah belajar, karena mereka hidup bukan untuk kontestasi dan menaklukkan kehidupan tetapi mereka dipersiapkan untuk memakmurkan kehidupan. Syarat mutlak kemakmuran itu adalah ada pada berkah . Sangat naif dan tidak keren memang bila jalan sufistik belajar hanya untuk mengejar Berkah . Tapi itulah kehidupan yang hanya bersandar pada Gusti Allah sang pemberi berkah . Berkah menjadi asupan gizi bagi akal, sehingga mejadi akal sehat (Aqlus salim) dan menjadi asupan gizi bagi hati sehingga menjadi hati yang sehat (Qolbun salim). Bagi para pendidik harus tetap istiqamah menebar keberkahan belajar daripada sekadar merdeka belajar. Selamat memperingati Hari Pendidikan Nasional.
*Penulis adalah dosen di Fakultas Tarbiyah IAIN Jember.