Globalisasi memang sebuah gerbang menuju perdagangan internasional yang tentunya memiliki dampak positif dan negatif. Dunia menjadi satu, apa yang terjadi di dunia akan saling terhubung dan terdampak. Berbagai wilayah dunia bisa terdampak dan dijangkau oleh setiap individu rakyat seperti kita. Semua terhubung, seperti suhu perpolitikan yang memanas, mudahnya terjangkit virus yang berasal dari negara lain, kemudahan beasiswa, pertukaran pelajar, pemenuhan tenaga kerja dunia atau dari sisi perdagangan semakin mudah dan cepat. Semua orang bebas bekerja di mana saja dan kapan pun mereka mau apalagi didukung oleh era perdagangan bebas (Dewi, Analisa Dampak Globalisasi Terhadap Perdagangan Internasional, 2019).
Sekarang mari tengok pendapat para ahli, seperti Roland Robertson dan David Held memaparkan bahwa perkembangan globalisasi sebenarnya bukanlah hal yang baru saja bergulir melainkan sudah dimulai sejak zaman sultan-sultan di abad ke-15 dan berkembang dengan terbentuknya negara di abad ke-17 (Yuniarto, Masalah Globalisasi di Indonesia: Antara Kepentingan, Kebijakan, dan Tantangan, 2015). James Petras dan Henry Veltmeyer menyampaikan bahwa globalisasi dapat diartikan sebagai proses liberalisasi pasar tingkat nasional dan global yang mengarah pada arus bebas perdagangan, modal, dan informasi dengan keyakinan bahwa situasi ini akan menciptakan pertumbuhan dan kesejahteraan manusia (Yuniarto, 2015).
Salah satu ciri penting dalam globalisasi adalah terintegrasinya semua aspek karena semakin majunya teknologi terutama teknologi informasi melalui internet sehingga kita bangsa Indonesia akan berinteraksi dengan dunia yang sudah banyak memberlakukan pasar bebas. Berbagai pasar akan terbuka, teknologi mesin-mesin, dan beragam produk dari luar negeri dengan keunggulan-keunggulan yang kompetitif. Namun, siapkah bangsa Indonesia menghadapi pasar bebas ini? Jawabnya tentu, siap atau tidak siap kita harus menghadapinya. Sebab, globalisasi tidak terelakkan harus di hadapi setiap elemen bangsa.
Indonesia sebagai negara harus hadir sebagai pelaku di kancah internasional. Sesuai prinsip kerja sama luar negeri Indonesia, yaitu bebas aktif, maka kita turut serta dalam pasar bebas, yaitu bebas menentukan arah politik luar negeri bangsa dengan secara aktif berperan dengan tujuan kemakmuran bangsa. Kebebasan pasar internasional dilaksanakan negara Indonesia dengan diiringi berbagai pembatasan untuk melindungi masyarakat. Baik di bidang kesehatan, ekonomi dan bidang-bidang lain pemerintah melakukan upaya-upaya perlindungan. Yang dapat kita lihat contoh-contoh dari pembatasan kebebasan pasar internasional yaitu pembatasan menggunakan tenaga ahli dari luar negeri apabila di Indonesia terdapat tenaga ahli yang sama, pembatasan impor produk pokok pertanian apabila Indonesia mampu mencukupi kebutuhan dalam negeri, dan ada juga pembatasan ekspor nikel karena dinilai pelaksanaan kerja sama merugikan negara Indonesia.
Kiprah Indonesia di era globalisasi juga dapat dilihat dari konferensi Internasional G20. Merujuk Britannica, sejarah G20 sendiri dimulai pada 1999 sebagai forum internal pemerintah yang membahas ekonomi strategis antara negara maju dan berkembang. Indonesia secara resmi memegang Presidensi G20 sejak 1 Desember 2021 hingga KTT G20 pada November 2022 mendatang. Anggota G20: Argentina, Australia, Brasil, Kanada, China, Prancis, Jerman, India, Indonesia, Italia, Jepang, Meksiko, Rusia, Arab Saudi, Afrika Selatan, Korea Selatan, Turki, Inggris, dan Amerika Serikat, dan Uni Eropa. Dengan status sebagai presidensi, Indonesia menjadi faktor strategis secara sistemik dapat memengaruhi perundingan perekonomian global.
Bagaimana pasar bebas harus kita sikapi sebagai masyarakat Indonesia? Gambaran fenomena yang kita alami sehari-hari yaitu semua hal sekarang menggunakan dunia internet. Kemudahan kita mengakses apa pun yang kita butuhkan, kita inginkan dapat segera diwujudkan kita sering ternganga “wah kita bisa membeli barang dari luar negeri dengan harga yang jauh lebih murah dan gratis pengiriman”. Kita tinggal pilih-pilih barang yang kita mau dan satu kali klik maka semuanya akan datang dengan hitungan hari.
Namun, apakah ketika kita melakukan pembelian luar negeri tersebut, kita mengingat dampaknya terhadap kawan-kawan kita di dalam negeri yang sedang berjibaku dengan kesulitan karena harus bersaing dengan produk dari luar negeri. Bertanding pasar dengan pengusaha luar negeri yang memiliki teknologi yang jauh lebih efisien dari yang dimiliki kawan-kawan kita.
Mungkin sejenak kita dapat membayangkan Industri masyarakat Indonesia yang banyak di dominasi UKM atau UMKM. UKM merupakan singkatan dari Usaha, Kecil dan Menengah, sedangkan UMKM adalah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. UMKM merupakan pilar terpenting dalam perekonomian Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM, jumlah UMKM saat ini mencapai 64,2 juta dengan kontribusi terhadap PDB sebesar 61,07 persen atau senilai 8.573,89 triliun rupiah. Kontribusi UMKM terhadap perekonomian Indonesia meliputi kemampuan menyerap 97 persen dari total tenaga kerja yang ada serta dapat menghimpun sampai 60,4 persen dari total investasi. Tentunya di antara UKM tersebut ada sanak, kerabat, teman bahkan sahabat berada pada titik itu. Titik di mana mereka berusaha menopang dan menjadi pilar ekonomi Indonesia.
Jawaban dari upaya membendung dampak negatif pasar bebas yakni ada pada diri kita pribadi bangsa. Pasar bebas bukan berarti kita melupakan jati diri kita sebagai bangsa. Pribadi yang memiliki nilai-nilai nasionalisme. Jati diri kita yang mencintai negara kita cinta kepada negara tempat kita dilahirkan, dibesarkan, dan memperoleh kehidupan di dalamnya. Kecintaan terhadap tanah air ini disebabkan karena dari negara tersebut semua yang kita butuhkan akan kita dapatkan. Pertiwi Indonesia menyiapkan semua hal yang kita perlukan untuk kehidupan kita. Sepertinya kembali mengingat jiwa bangsa untuk bergotong royong berusaha bersama-sama bangkit dan berusaha. Hal tersebut terdengar seperti dongeng di zaman kita sekarang. Di kala semua pangsa pasar telah di monopoli pengusaha-pengusaha besar, ketika kekayaan alam telah dikeruk oleh kepentingan segelintir orang yang semena mena tanpa memperdulikan keberlangsungan dan keselamatan bangsa di masa depan. Hutan Kalimantan yang dulu dikenal sebagai paru-paru dunia kini menyisakan kegersangan di masa musim panas dan banjir di masa musim penghujan. Kekayaan alam di papua yang kini hanya tersisa lubang-lubang yang mirip dengan jurang.
Namun tentunya kita tidak boleh menyerah. Langkah-langkah kecil, hal-hal mudah bisa kita lakukan dengan mengkampanyekan kembali cinta tanah air di semua elemen bangsa. Dahulu kita telah terjajah dengan bangsa asing tentunya saat ini perjuangan mencintai negeri ini tidak perlu berdarah darah dengan mengangkat senjata, tidak usah adu kesaktian. Tetapi dengan lebih peduli sesama masyarakat bangsa. Menghargai buatan-buatan anak negeri, mencintai produk-produknya dan bangga mengenakan semua hal made in Indonesia. Dengan membeli produk-produk lokal, atau tak menabung uang dalam bentuk dolar, menggunakan merek-merek lokal. Bangga dengan produk lokal di Indonesia, lebih bangga duduk di warung Soto dan bukannya merasa wah apabila nongkrong di brand luar negeri. Kita bisa selalu melihat dan berprilaku positif dengan memupuk jiwa positif untuk bangsa kita yakni jiwa nasionalisme.
Setiap pribadi bangsa kita adalah kunci perubahan. Setiap pribadi yang berubah akan menularkan kepada keluarga, teman, kerabat dan menjadi tauladan penting bagi anak-anak generasi pengguna digital. Lebih mudah mengajarkan nasionalisme dengan memberi tauladan daripada bercerita sejarah perjuangan yang penuh pengorbanan di zaman dulu. Ingatlah bahwa revolusi di setiap zamannya selalu bergerak dari pribadi-pribadi yang memiliki keinginan memperjuangkan nilai-nilai baik. Kapitalisme ada karena keinginan kaum proletar sebagai kaum lemah di zamannya melawan kaum bangsawan, gerakan feminisme berasal dari keinginan baik untuk menyetarakan hak wanita yang tertindas. Maka tentunya keinginan baik kita mencintai bangsa kita dengan bergerak dari upaya-upaya kecil pada akhirnya dapat meruntuhkan berbagai kekuatan monopoli yang telah menjajah kita. Kalau bukan kita siapa lagi yang akan peduli terhadap ibu pertiwi.