Mobile_AP_Rectangle 1
Kemarin Jember sempat geger karena ditemukan perempuan sedang melakukan percobaan bunuh diri. Perempuan tersebut awalnya mondar-mandir di sekitar Geladak Kembar. Akhirnya menjatuhkan diri dari jembatan dan tercebur ke sungai. Untung saja aksi tersebut dapat diselamatkan oleh manusia silver dan warga sekitar sungai. Akhir-akhir ini fenomena bunuh diri sering terjadi di masyarakat. Orang menjadi lebih mudah mengambil keputusan mengakhiri hidup dengan bunuh diri. Mereka menganggap bunuh diri sebagai solusi untuk mengakhiri masalah atau penderitaan. Orang melakukan bunuh diri karena merasa mengalami jalan buntu atas problem yang sedang dihadapinya.
Bunuh diri merupakan tindakan sengaja yang bisa menyebabkan kematian pada seseorang. Banyak teori yang menjelaskan bahwa bunuh diri dilakukan karena faktor kemiskinan, putus cinta, putus asa, merasa gagal dalam kehidupan, dan akibat ketergantungan pada obat terlarang. Fenomena bunuh diri juga bisa dipengaruhi adanya gangguan jiwa seperti depresi, gangguan bipolar, dan skizofrenia. Seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan perubahan sosial yang sangat dinamis, maka tuntutan atas kebutuhan hidup juga meningkat. Dampak dari fenomena tersebut bisa berkontribusi pada tingkat stress seseorang. Adanya tekanan pada tatanan kehidupan yang makin kompleks tersebut dapat sebagai pemicu munculnya ide seseorang untuk melakukan bunuh diri.
Metode bunuh diri ternyata juga sangat bervariasi. Metode yang paling sering digunakan untuk bunuh diri biasanya terkait dan dekat dengan kehidupan sehari-hari pelaku. Metode yang sering sebagai instrumen bunuh diri adalah gantung diri, minum racun serangga, racun tikus, terjun dari ketinggian (gedung bertingkat atau jembatan), dan senjata tajam. WHO (2022) merilis bahwa terdapat 800.000 orang meninggal karena bunuh diri setiap tahun, dan angka bunuh diri menduduki posisi ke-10 sebagai penyebab kematian di dunia. Kasus bunuh diri yang dulu dianggap langka, sekarang sudah menjadi fenomena kehidupan di masyarakat. Data statistik tentang angka bunuh diri menunjukkan tren yang terus meningkat. Masyarakat sudah semakin mafhum bila menjumpai atau mendengar adanya peristiwa bunuh diri.
Mobile_AP_Rectangle 2
Fenomena bunuh diri yang terus mengalami peningkatan dapat dijelaskan dari perspektif teori psikologi sosial. Teori ini menjelaskan bahwa orang melakukan bunuh diri karena mengalami depresi berat. Pada saat mengalami depresi, seseorang akan merasakan sakit emosional yang akut dan kehilangan harapan hidup. Kondisi psikologis yang dapat sebagai penyebab risiko bunuh diri, seperti putusasa, hilangnya kesenangan menjalani hidup dan masa depan, depresi dan kecemasan yang memuncak. Tidak memiliki kemampuan memecahkan masalah, hilangnya kemampuan seseorang yang dahulu dimilikinya, dan minimnya pengendalian impulsif juga bisa sebagai pemicu terjadinya bunuh diri. Stres kehidupan yang mendera dalam beberapa waktu terakhir seperti kehilangan anggota keluarga inti yang menjadi tambatan hati atau teman akrab, kehilangan pekerjaan, atau isolasi sosial (seperti hidup kesendirian) dapat meningkatkan risiko bunuh diri. Orang yang tidak pernah menikah atau gagal berumah tangga juga berisiko lebih besar melakukan bunuh diri.
- Advertisement -
Kemarin Jember sempat geger karena ditemukan perempuan sedang melakukan percobaan bunuh diri. Perempuan tersebut awalnya mondar-mandir di sekitar Geladak Kembar. Akhirnya menjatuhkan diri dari jembatan dan tercebur ke sungai. Untung saja aksi tersebut dapat diselamatkan oleh manusia silver dan warga sekitar sungai. Akhir-akhir ini fenomena bunuh diri sering terjadi di masyarakat. Orang menjadi lebih mudah mengambil keputusan mengakhiri hidup dengan bunuh diri. Mereka menganggap bunuh diri sebagai solusi untuk mengakhiri masalah atau penderitaan. Orang melakukan bunuh diri karena merasa mengalami jalan buntu atas problem yang sedang dihadapinya.
Bunuh diri merupakan tindakan sengaja yang bisa menyebabkan kematian pada seseorang. Banyak teori yang menjelaskan bahwa bunuh diri dilakukan karena faktor kemiskinan, putus cinta, putus asa, merasa gagal dalam kehidupan, dan akibat ketergantungan pada obat terlarang. Fenomena bunuh diri juga bisa dipengaruhi adanya gangguan jiwa seperti depresi, gangguan bipolar, dan skizofrenia. Seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan perubahan sosial yang sangat dinamis, maka tuntutan atas kebutuhan hidup juga meningkat. Dampak dari fenomena tersebut bisa berkontribusi pada tingkat stress seseorang. Adanya tekanan pada tatanan kehidupan yang makin kompleks tersebut dapat sebagai pemicu munculnya ide seseorang untuk melakukan bunuh diri.
Metode bunuh diri ternyata juga sangat bervariasi. Metode yang paling sering digunakan untuk bunuh diri biasanya terkait dan dekat dengan kehidupan sehari-hari pelaku. Metode yang sering sebagai instrumen bunuh diri adalah gantung diri, minum racun serangga, racun tikus, terjun dari ketinggian (gedung bertingkat atau jembatan), dan senjata tajam. WHO (2022) merilis bahwa terdapat 800.000 orang meninggal karena bunuh diri setiap tahun, dan angka bunuh diri menduduki posisi ke-10 sebagai penyebab kematian di dunia. Kasus bunuh diri yang dulu dianggap langka, sekarang sudah menjadi fenomena kehidupan di masyarakat. Data statistik tentang angka bunuh diri menunjukkan tren yang terus meningkat. Masyarakat sudah semakin mafhum bila menjumpai atau mendengar adanya peristiwa bunuh diri.
Fenomena bunuh diri yang terus mengalami peningkatan dapat dijelaskan dari perspektif teori psikologi sosial. Teori ini menjelaskan bahwa orang melakukan bunuh diri karena mengalami depresi berat. Pada saat mengalami depresi, seseorang akan merasakan sakit emosional yang akut dan kehilangan harapan hidup. Kondisi psikologis yang dapat sebagai penyebab risiko bunuh diri, seperti putusasa, hilangnya kesenangan menjalani hidup dan masa depan, depresi dan kecemasan yang memuncak. Tidak memiliki kemampuan memecahkan masalah, hilangnya kemampuan seseorang yang dahulu dimilikinya, dan minimnya pengendalian impulsif juga bisa sebagai pemicu terjadinya bunuh diri. Stres kehidupan yang mendera dalam beberapa waktu terakhir seperti kehilangan anggota keluarga inti yang menjadi tambatan hati atau teman akrab, kehilangan pekerjaan, atau isolasi sosial (seperti hidup kesendirian) dapat meningkatkan risiko bunuh diri. Orang yang tidak pernah menikah atau gagal berumah tangga juga berisiko lebih besar melakukan bunuh diri.
Kemarin Jember sempat geger karena ditemukan perempuan sedang melakukan percobaan bunuh diri. Perempuan tersebut awalnya mondar-mandir di sekitar Geladak Kembar. Akhirnya menjatuhkan diri dari jembatan dan tercebur ke sungai. Untung saja aksi tersebut dapat diselamatkan oleh manusia silver dan warga sekitar sungai. Akhir-akhir ini fenomena bunuh diri sering terjadi di masyarakat. Orang menjadi lebih mudah mengambil keputusan mengakhiri hidup dengan bunuh diri. Mereka menganggap bunuh diri sebagai solusi untuk mengakhiri masalah atau penderitaan. Orang melakukan bunuh diri karena merasa mengalami jalan buntu atas problem yang sedang dihadapinya.
Bunuh diri merupakan tindakan sengaja yang bisa menyebabkan kematian pada seseorang. Banyak teori yang menjelaskan bahwa bunuh diri dilakukan karena faktor kemiskinan, putus cinta, putus asa, merasa gagal dalam kehidupan, dan akibat ketergantungan pada obat terlarang. Fenomena bunuh diri juga bisa dipengaruhi adanya gangguan jiwa seperti depresi, gangguan bipolar, dan skizofrenia. Seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan perubahan sosial yang sangat dinamis, maka tuntutan atas kebutuhan hidup juga meningkat. Dampak dari fenomena tersebut bisa berkontribusi pada tingkat stress seseorang. Adanya tekanan pada tatanan kehidupan yang makin kompleks tersebut dapat sebagai pemicu munculnya ide seseorang untuk melakukan bunuh diri.
Metode bunuh diri ternyata juga sangat bervariasi. Metode yang paling sering digunakan untuk bunuh diri biasanya terkait dan dekat dengan kehidupan sehari-hari pelaku. Metode yang sering sebagai instrumen bunuh diri adalah gantung diri, minum racun serangga, racun tikus, terjun dari ketinggian (gedung bertingkat atau jembatan), dan senjata tajam. WHO (2022) merilis bahwa terdapat 800.000 orang meninggal karena bunuh diri setiap tahun, dan angka bunuh diri menduduki posisi ke-10 sebagai penyebab kematian di dunia. Kasus bunuh diri yang dulu dianggap langka, sekarang sudah menjadi fenomena kehidupan di masyarakat. Data statistik tentang angka bunuh diri menunjukkan tren yang terus meningkat. Masyarakat sudah semakin mafhum bila menjumpai atau mendengar adanya peristiwa bunuh diri.
Fenomena bunuh diri yang terus mengalami peningkatan dapat dijelaskan dari perspektif teori psikologi sosial. Teori ini menjelaskan bahwa orang melakukan bunuh diri karena mengalami depresi berat. Pada saat mengalami depresi, seseorang akan merasakan sakit emosional yang akut dan kehilangan harapan hidup. Kondisi psikologis yang dapat sebagai penyebab risiko bunuh diri, seperti putusasa, hilangnya kesenangan menjalani hidup dan masa depan, depresi dan kecemasan yang memuncak. Tidak memiliki kemampuan memecahkan masalah, hilangnya kemampuan seseorang yang dahulu dimilikinya, dan minimnya pengendalian impulsif juga bisa sebagai pemicu terjadinya bunuh diri. Stres kehidupan yang mendera dalam beberapa waktu terakhir seperti kehilangan anggota keluarga inti yang menjadi tambatan hati atau teman akrab, kehilangan pekerjaan, atau isolasi sosial (seperti hidup kesendirian) dapat meningkatkan risiko bunuh diri. Orang yang tidak pernah menikah atau gagal berumah tangga juga berisiko lebih besar melakukan bunuh diri.