SURABAYA, RADARJEMBER.ID- Penulis buku ‘Napak Tilas Satu Abad NU’, H Fauzan Alfas, Selasa (28/2) siang, berkunjung ke Kantor PWNU Jawa Timur. Ia menyerahkan empat jilid pertama buku dari total 20 jilid buku yang sudah rampung ditulisnya.
Diterima di forum rapat harian gabungan PWNU Jawa Timur, Fauzan meminta masukan data lebih lanjut untuk penyempurnaan buku sejarah yang terus digali, di dalamnya dan dilengkapi menjadi buku referensi sejarah yang ditulis oleh kalangan NU sendiri.
Mewakili kepengurusan, Ketua PWNU Jawa Timur, KH Marzuki Mustamar menerima pemberian buku, didampingi dua Wakil Rois Syuriyah KH Abdul Matin Jawahir dan KH Abdul Adzim Kholili, Katib Syuriyah KH Romadhon Khotib, serta Wakil Ketua KH Abdus Salam Shohib.
BACA JUGA: PWNU Jatim Imbau Warga Nahdliyin Gelar Selamatan, Kirim Doa untuk Ulama
Kiai Marzuki menyambut baik inisiatif penerbitan buku sejarah terlengkap ini dan siap mendukung proses penyempurnaan data, sosialisasi dan penyebarannya kepada warga dan pengurus NU di Jawa Timur. “Terima kasih atas inisiatif yang luar biasa ini. Insyaallah sangat bermanfaat bagi jamiyah kita,” tegasnya.
Wakil Ketua PWNU Jawa Timur KH Abdus Salam menyatakan, buku ini bisa menjadi salah satu rujukan utama dalam serangkaian forum kajian yang akan digelar PWNU.Jawa Timur. “Kami siap bekerjasama, dan sebagai penulis buku ini, Pak Fauzan kami harapkan bisa terlibat dalam diskusi-diskusi peran NU di abad kedua yang insyaallah digelar menyambut konferensi wilayah NU Jatim mendatang,” tambah Gus Salam.
Fauzan Alfaz menjelaskan, dari 20 jilid buku yang rampung ditulis, baru dicetak empat jilid pertama. Launching buku ini dilaksanakan di momen peringatan 1 Abad NU, dalam sebuah Live Talkshow TV9 Nusantara, sesaat setelah Puncak Resepsi 1 Abad NU yang digelar di Stadion Gelora Delta pada 7 Februari 2023 lalu. Buku ini tergolong tebal, karena sudah mencapai 20 jilid dengan total 25 ribu halaman dan lebih 5.000 daftar pustaka.
Fauzan menyebutkan, usia 1 abad bagi sebuah organisasi adalah anugerah yang luar biasa, karena tidak banyak organisasi yang mampu mencapai usia tersebut. Terdapat banyak kekuatan yang membangun dan menyambung hubungan antargenerasi di dalam NU, sebagaimana sanad keilmuan, pesantren dan lainnya. Dan sampai usia seabad masih terjaga.
“Apa yang sudah dilakukan oleh generasi awal pendiri NU masih terus dilanjutkan dan dilestarikan oleh generasi sekarang,” ucapnya.
Kekuatan besar NU tersebut, lanjut Fauzan, menjadi daya tarik luar biasa bagi berbagai kalangan untuk memotret dan merekam perjalanan NU. Sangat banyak akademisi dan peneliti dari dalam dan luar negeri yang menulis tentang NU dan sudah banyak diterbitkan. Namun, Fauzan mengaku belum menemukan buku yang utuh dan lengkap tentang sejarah NU. Yang ada hanya buku-buku yang memotret sebagian saja dari perjalanan panjang NU. “Saya ingin sejarah NU ditulis oleh orang-orang NU sendiri, karena menulis NU itu berarti menulis tentang kiai dan pesantren. Yang itu hanya santri yang bisa utuh memahami dan menulisnya,” tambah Ketua PMII Cabang Malang awal 1990-an ini.
Fauzan mulai menulis buku ini sejak 2019 di masa pandemi. Dan baru 4 tahun kemudian bisa dirilis ke publik. Ia tergerak untuk mengumpulkan catatan-catatan tentang perjalanan NU dari masa ke masa. Kumpulan catatannya itu dilengkapi dengan berbagai dokumentasi wawancara yang pernah ia lakukan dengan sesepuh NU. Di antaranya KH Muhith Muzadi. Karena termotivasi untuk menulis utuh dan lengkap, maka kumpulan catatan itu terus berkembang hingga menjadi 20 jilid, dengan rata-rata seribuan halaman per jilidnya.
Fauzan yang alumni Unisma dan Pondok Sidogiri ini berharap, buku yang ditulisnya bisa membantu berbagai pihak yang mencari referensi tentang latar sejarah dan hari-hari jelang kelahiran NU, profil para muassis dan pondok pesantren di balik kelahiran NU, dinamika organisasi, hasil-hasil muktamar dan permusyawaratan, pimpinan PBNU dari masa ke masa, hingga Khazanah tradisi dan intelektual yang menjadi kekayaan NU sepanjang masa.
Fauzan mengaku banyak menemukan informasi baru yang kurang pas dan selama ini sudah terlanjur beredar di masyarakat. Fauzan mencontohkan, foto H Hasan Gipo, Presiden atau Ketua Umum PBNU pertama, yang selama ini beredar, ternyata foto KH Mas Manshur, tokoh Muhammadiyah. “Dalam catatan saya, masih banyak informasi yang jarang diketahui oleh warga NU sendiri tentang NU. Dan sudah saya tulis di buku itu berdasarkan sumber referensi yang saya punya,” tambahnya. (*)