26.8 C
Jember
Sunday, 2 April 2023

Bermula Tempati Bekas Kandang Kini Terlihat Megah

Mobile_AP_Rectangle 1

SAMPANG, RADARJEMBER.ID- Perkembangan Pondok Pesantren (Ponpes) Assirojiyyah terbilang pesat, pondok salaf di Kampung Kajuk, Kelurahan Rongtengah, Sampang, ini kini menjelma sebagai pondok modern dan terkesan megah. Ponpes Assirojiyyah awal berdiri sejak 15 Syawal 1379 Hijriyah atau tanggal 1 Juni 1959 Masehi. 

Saat ini sudah pondok tersebut berusia 63 tahun dan didirikan oleh almarhum KH Ahmad Bushiri Nawawi. Beliau merupakan warga Kajuk, alumnus Ponpes Sidogiri, Pasuruan. Kiai Bushiri merupakan putra ketujuh pasangan H Nawawi bin H Abdur Rohim dan Hj. Siti Rohman binti H Faqih.

Asal usul nama Pondok Assirojiyyah diambil dari nama KH Sirojuddin, embah mertua KH Bushiri.Awalnya, pondok ini tidak memiliki lahan. Bahkan, proses belajar santri awalnya numpang di salah satu langgar yang dikenal Musala Rubat di Kampung Kajuk. Semakin banyak yang nyantri, akhirnya menimbulkan pro kontra dengan masyarakat sekitar.

Mobile_AP_Rectangle 2

Beberapa warga merasa terusik dengan kehadiran santri di musala itu. Bahkan, musala itu sempat dikunci karena merasa terusik dengan aktivitas santri. Hal ini juga menjadi kegelisahan pengasuh.Sedangkan masyarakat yang pro justru berterima kasih karena musala bisa aktif layaknya fungsi musala sebagaimana mestinya.

Selain mengajar santri, Kiai Bushiri juga dikenal sebagai mursyid Thoriqoh Naqsabandiyah. Proses pembelajaran ilmu agama ini berlangsung lumayan lama di musala tersebut. Baru awal 1970-an memiliki lahan. Kemudian, dibangun pondok pertama dari bahan kayu dan itu pun kayu  bekas kandang sapi.

Bangunan pondok terbatas, sedangkan santri terus bertambah. Alternatif pembelajaran ditempatkan di musala-musala dekat  pondok. Bahkan, ruang kelas pun belum ada. Sehingga, ruang kelas menggunakan musala. Ada satu ruangan untuk 25 orang dan ada kelas 60 orang, namun hal tersebut tidak mempengaruhi proses belajar mengajar di pesantren tersebut.

Tahun demi tahun Pondok Assirojiyyah terus berkembang dan mendirikan bangunan pondok baru. Karena pondok berada di pinggir Kali Kamoning, tentu untuk pengembangan sangat terbatas. Hingga akhirnya pada awal 2000-an pondok mulai ekspansi membeli lahan di barat sungai. 

Hal ini untuk pengembangan pembangunan pondok karena santri sudah overload, Setelah 2000-an kemudian membangun jembatan untuk memudahkan santri melintasi sungai. Dana pembuatan jembatan ini juga dari alumni. Saat ini pembangunan di pondok tersebut terbilang pesat dan pengembangan pondok berpusat di barat sungai.

Mega pembangunan yang telah dibangun seperti ruang kelas empat lantai. Gedung tersebut menghabiskan anggaran sekitar Rp 8 miliar. Dana bersumber dari alumni dan simpatisan pondok, selain itu dibangun ratusan kamar mandi untuk santri dan penginapan untuk wali santri dan umum.Terbaru, Terbaru, pondok membangun rumah betang, rumah kayu khas Kalimantan Barat. (*)

 

Penulis: Winardyasto.

Foto: Rozy/Radar Madura.Id

Sumber Berita: Radar Madura

- Advertisement -

SAMPANG, RADARJEMBER.ID- Perkembangan Pondok Pesantren (Ponpes) Assirojiyyah terbilang pesat, pondok salaf di Kampung Kajuk, Kelurahan Rongtengah, Sampang, ini kini menjelma sebagai pondok modern dan terkesan megah. Ponpes Assirojiyyah awal berdiri sejak 15 Syawal 1379 Hijriyah atau tanggal 1 Juni 1959 Masehi. 

Saat ini sudah pondok tersebut berusia 63 tahun dan didirikan oleh almarhum KH Ahmad Bushiri Nawawi. Beliau merupakan warga Kajuk, alumnus Ponpes Sidogiri, Pasuruan. Kiai Bushiri merupakan putra ketujuh pasangan H Nawawi bin H Abdur Rohim dan Hj. Siti Rohman binti H Faqih.

Asal usul nama Pondok Assirojiyyah diambil dari nama KH Sirojuddin, embah mertua KH Bushiri.Awalnya, pondok ini tidak memiliki lahan. Bahkan, proses belajar santri awalnya numpang di salah satu langgar yang dikenal Musala Rubat di Kampung Kajuk. Semakin banyak yang nyantri, akhirnya menimbulkan pro kontra dengan masyarakat sekitar.

Beberapa warga merasa terusik dengan kehadiran santri di musala itu. Bahkan, musala itu sempat dikunci karena merasa terusik dengan aktivitas santri. Hal ini juga menjadi kegelisahan pengasuh.Sedangkan masyarakat yang pro justru berterima kasih karena musala bisa aktif layaknya fungsi musala sebagaimana mestinya.

Selain mengajar santri, Kiai Bushiri juga dikenal sebagai mursyid Thoriqoh Naqsabandiyah. Proses pembelajaran ilmu agama ini berlangsung lumayan lama di musala tersebut. Baru awal 1970-an memiliki lahan. Kemudian, dibangun pondok pertama dari bahan kayu dan itu pun kayu  bekas kandang sapi.

Bangunan pondok terbatas, sedangkan santri terus bertambah. Alternatif pembelajaran ditempatkan di musala-musala dekat  pondok. Bahkan, ruang kelas pun belum ada. Sehingga, ruang kelas menggunakan musala. Ada satu ruangan untuk 25 orang dan ada kelas 60 orang, namun hal tersebut tidak mempengaruhi proses belajar mengajar di pesantren tersebut.

Tahun demi tahun Pondok Assirojiyyah terus berkembang dan mendirikan bangunan pondok baru. Karena pondok berada di pinggir Kali Kamoning, tentu untuk pengembangan sangat terbatas. Hingga akhirnya pada awal 2000-an pondok mulai ekspansi membeli lahan di barat sungai. 

Hal ini untuk pengembangan pembangunan pondok karena santri sudah overload, Setelah 2000-an kemudian membangun jembatan untuk memudahkan santri melintasi sungai. Dana pembuatan jembatan ini juga dari alumni. Saat ini pembangunan di pondok tersebut terbilang pesat dan pengembangan pondok berpusat di barat sungai.

Mega pembangunan yang telah dibangun seperti ruang kelas empat lantai. Gedung tersebut menghabiskan anggaran sekitar Rp 8 miliar. Dana bersumber dari alumni dan simpatisan pondok, selain itu dibangun ratusan kamar mandi untuk santri dan penginapan untuk wali santri dan umum.Terbaru, Terbaru, pondok membangun rumah betang, rumah kayu khas Kalimantan Barat. (*)

 

Penulis: Winardyasto.

Foto: Rozy/Radar Madura.Id

Sumber Berita: Radar Madura

SAMPANG, RADARJEMBER.ID- Perkembangan Pondok Pesantren (Ponpes) Assirojiyyah terbilang pesat, pondok salaf di Kampung Kajuk, Kelurahan Rongtengah, Sampang, ini kini menjelma sebagai pondok modern dan terkesan megah. Ponpes Assirojiyyah awal berdiri sejak 15 Syawal 1379 Hijriyah atau tanggal 1 Juni 1959 Masehi. 

Saat ini sudah pondok tersebut berusia 63 tahun dan didirikan oleh almarhum KH Ahmad Bushiri Nawawi. Beliau merupakan warga Kajuk, alumnus Ponpes Sidogiri, Pasuruan. Kiai Bushiri merupakan putra ketujuh pasangan H Nawawi bin H Abdur Rohim dan Hj. Siti Rohman binti H Faqih.

Asal usul nama Pondok Assirojiyyah diambil dari nama KH Sirojuddin, embah mertua KH Bushiri.Awalnya, pondok ini tidak memiliki lahan. Bahkan, proses belajar santri awalnya numpang di salah satu langgar yang dikenal Musala Rubat di Kampung Kajuk. Semakin banyak yang nyantri, akhirnya menimbulkan pro kontra dengan masyarakat sekitar.

Beberapa warga merasa terusik dengan kehadiran santri di musala itu. Bahkan, musala itu sempat dikunci karena merasa terusik dengan aktivitas santri. Hal ini juga menjadi kegelisahan pengasuh.Sedangkan masyarakat yang pro justru berterima kasih karena musala bisa aktif layaknya fungsi musala sebagaimana mestinya.

Selain mengajar santri, Kiai Bushiri juga dikenal sebagai mursyid Thoriqoh Naqsabandiyah. Proses pembelajaran ilmu agama ini berlangsung lumayan lama di musala tersebut. Baru awal 1970-an memiliki lahan. Kemudian, dibangun pondok pertama dari bahan kayu dan itu pun kayu  bekas kandang sapi.

Bangunan pondok terbatas, sedangkan santri terus bertambah. Alternatif pembelajaran ditempatkan di musala-musala dekat  pondok. Bahkan, ruang kelas pun belum ada. Sehingga, ruang kelas menggunakan musala. Ada satu ruangan untuk 25 orang dan ada kelas 60 orang, namun hal tersebut tidak mempengaruhi proses belajar mengajar di pesantren tersebut.

Tahun demi tahun Pondok Assirojiyyah terus berkembang dan mendirikan bangunan pondok baru. Karena pondok berada di pinggir Kali Kamoning, tentu untuk pengembangan sangat terbatas. Hingga akhirnya pada awal 2000-an pondok mulai ekspansi membeli lahan di barat sungai. 

Hal ini untuk pengembangan pembangunan pondok karena santri sudah overload, Setelah 2000-an kemudian membangun jembatan untuk memudahkan santri melintasi sungai. Dana pembuatan jembatan ini juga dari alumni. Saat ini pembangunan di pondok tersebut terbilang pesat dan pengembangan pondok berpusat di barat sungai.

Mega pembangunan yang telah dibangun seperti ruang kelas empat lantai. Gedung tersebut menghabiskan anggaran sekitar Rp 8 miliar. Dana bersumber dari alumni dan simpatisan pondok, selain itu dibangun ratusan kamar mandi untuk santri dan penginapan untuk wali santri dan umum.Terbaru, Terbaru, pondok membangun rumah betang, rumah kayu khas Kalimantan Barat. (*)

 

Penulis: Winardyasto.

Foto: Rozy/Radar Madura.Id

Sumber Berita: Radar Madura

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca