30.2 C
Jember
Sunday, 4 June 2023

Ogah Bayar Pajak Kena Tuntut 3,5 Tahun Penjara

Mobile_AP_Rectangle 1

MOJOKERTO, RADARJEMBER.ID Ronny Widharta, terdakwa kasus pengemplang pajak pertambahan nilai (PPN) di PT Sinar Pembangunan Abadi (SPA) senilai Rp 2,5 miliar dituntut 3 tahun dan 6 bula penjara.

Setahun DPO, Terpidana DPO Korupsi di Tabalong Diringkus

Jaksa penuntut umum (JPU) juga meminta agar bos pabrik baja itu dijatuhi hukuman denda sebesar Rp 5,7 miliar. Sidang pembacaan tuntutan berlangsung di Ruang Cakra Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto kemarin (21/3).

Mobile_AP_Rectangle 2

Terdakwa Ronny dihadirkan secara langsung dari Lapas Kelas II-B Mojokerto tempatnya ditahan dengan dikawal tiga pengacara. Dalam amar tuntutannya, JPU Geo Dwi Novrian meminta agar majelis hakim menyatakan terdakwa bersalah melakukan tindak pidana.

Sebagaimana Pasal 39 Ayat 1 UU Nomor 28/2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas UU Nomor 6/1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. ’’Meminta agar menjatuhkan hukuman pidana kepada terdakwa pidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan,” tegas Geo.

Selain hukuman penjara, Ronny juga dituntut hukuman denda senilai Rp 5.707.496.510. Denda tersebut merupakan dua kali lipat dari kerugian negara berupa pajak terutang sebesar Rp 2,5 miliar yang timbul dalam perkara ini.

”Dengan ketentuan apabila tidak dibayar diganti dengan hukuman selama 6 bulan penjara,” imbuhnya. Atas tuntutan tersebut, pihak terdakwa langsung menyatakan akan mengajukan pleidoi.

Sebab, tuntutan ini dinilai tak sesuai dengan target mereka agar perkara ini diputus onslag atau terdakwa dibebaskan. ”Karena ini bukan merupakan perbuatan pidana, melainkan perdata atau kurang bayar pajak,” jelas R Fauzi Zuhri, tim kuasa hukum terdakwa usai persidangan.

Pihaknya bersikukuh kekurangan pembayaran pajak harusnya menjadi kewajiban tim kurator. Hal ini berkaitan dengan putusan pailit terhadap PT SPA ditetapkan Pengadilan Niaga Surabaya pada 2019 silam.

Dengan demikian, tagihan pajak senilai Rp 2,5 mestinya diarahkan ke tim kurator. Terlebih, menurut dia, aset perusahaan senilai ratusan miliar saat ini ada pada kurator. ”Persidangan ini niatnya mau memenjarakan orang atau mau membayar kerugian negara.”terang Zuhri.

Kalau membayar kerugian negara harusnya dimunculkan penetapan atau surat tagihan dan dikoordinasikan dengan kurator,” imbuh Zuhri. Di sisi lain, pihaknya sangsi dengan proses penyidikan  dilakukan Kanwil DJP Jatim II.

Sebab, temuan kekurangan pembayaran pajak selama 10 bulan pada 2013 baru diproses tujuh tahun berikutnya ketika pabrik sudah dinyatakan pailit. ”Kenapa kok tidak diperiksa pada 2014 atau 2015?.” ucap Zuhri.Ada apa?.

Sementara itu,  Rizky Raditya Eka Putra, Kasi Pidsus Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Mojokerto mengatakan, tuntutan terhadap terdakwa berdasarkan sejumlah pertimbangan dan fakta  muncul selama persidangan.

Dinilainya, hukuman selama 3,5 tahun dan denda Rp 5,7 miliar pantas diterima terdakwa. ”Salah satu pertimbangannya belum ada pengembalian sama sekali dari pihak terdakwa.”ucap Rizky.

Tuntutan denda dua kali lipat dari kerugian negara pada pendapatan pajak, menurut Rizky, juga sudah sesuai dengan ketentuan yang belaku. Disebutnya, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyatakan status pailit tidak menghapus kewajiban pembayaran pajak oleh wajib pajak.

Terkait klaim tanggung jawab kekurangan pajak yang salah alamat, harusnya pada kurator bukan ke terdakwa, Rizky pun menanggapinya. Menurut dia, jauh sebelum PT SPA dinyatakan pailit, pihak pajak sudah melakukan penagihan.

”Sebenarnya yang bersangkutan sudah diberitahukan ada tagihan pada 2016 kalau ada kekurangan pajak, tapi tidak diindahkan oleh Ronny.”lanjut Rizky. Sebagaimana diketahui, sejak 8 Desember 2022, Ronny selaku direktur PT SPA ditahan kejaksaan.

Ia diduga mengemplang PPN senilai Rp 2,5 miliar hasil transaksi penjualan produknya. Terdakwa diduga tidak menerbitkan faktur dan/atau menerbitkan faktur tidak sesuai penjualan selama periode Januari-Februari 2013 dan Mei-Desember 2013.

Nilai per sekali transaksi pembelian produk baja dari pabrik yang beralamat di Jalan Raya Perning, Kecamatan Jetis, itu bisa mencapai Rp 1 miliar dengan PPN 10 persen sebesar Rp 100 juta. (*)

Editor:Winardyasto HariKirono

Foto:Yulianto Adi Nugroho/Jawa Pos Radar Mojokerto

Sumber Berita: Jawa Pos Radar Mojokerto

- Advertisement -

MOJOKERTO, RADARJEMBER.ID Ronny Widharta, terdakwa kasus pengemplang pajak pertambahan nilai (PPN) di PT Sinar Pembangunan Abadi (SPA) senilai Rp 2,5 miliar dituntut 3 tahun dan 6 bula penjara.

Setahun DPO, Terpidana DPO Korupsi di Tabalong Diringkus

Jaksa penuntut umum (JPU) juga meminta agar bos pabrik baja itu dijatuhi hukuman denda sebesar Rp 5,7 miliar. Sidang pembacaan tuntutan berlangsung di Ruang Cakra Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto kemarin (21/3).

Terdakwa Ronny dihadirkan secara langsung dari Lapas Kelas II-B Mojokerto tempatnya ditahan dengan dikawal tiga pengacara. Dalam amar tuntutannya, JPU Geo Dwi Novrian meminta agar majelis hakim menyatakan terdakwa bersalah melakukan tindak pidana.

Sebagaimana Pasal 39 Ayat 1 UU Nomor 28/2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas UU Nomor 6/1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. ’’Meminta agar menjatuhkan hukuman pidana kepada terdakwa pidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan,” tegas Geo.

Selain hukuman penjara, Ronny juga dituntut hukuman denda senilai Rp 5.707.496.510. Denda tersebut merupakan dua kali lipat dari kerugian negara berupa pajak terutang sebesar Rp 2,5 miliar yang timbul dalam perkara ini.

”Dengan ketentuan apabila tidak dibayar diganti dengan hukuman selama 6 bulan penjara,” imbuhnya. Atas tuntutan tersebut, pihak terdakwa langsung menyatakan akan mengajukan pleidoi.

Sebab, tuntutan ini dinilai tak sesuai dengan target mereka agar perkara ini diputus onslag atau terdakwa dibebaskan. ”Karena ini bukan merupakan perbuatan pidana, melainkan perdata atau kurang bayar pajak,” jelas R Fauzi Zuhri, tim kuasa hukum terdakwa usai persidangan.

Pihaknya bersikukuh kekurangan pembayaran pajak harusnya menjadi kewajiban tim kurator. Hal ini berkaitan dengan putusan pailit terhadap PT SPA ditetapkan Pengadilan Niaga Surabaya pada 2019 silam.

Dengan demikian, tagihan pajak senilai Rp 2,5 mestinya diarahkan ke tim kurator. Terlebih, menurut dia, aset perusahaan senilai ratusan miliar saat ini ada pada kurator. ”Persidangan ini niatnya mau memenjarakan orang atau mau membayar kerugian negara.”terang Zuhri.

Kalau membayar kerugian negara harusnya dimunculkan penetapan atau surat tagihan dan dikoordinasikan dengan kurator,” imbuh Zuhri. Di sisi lain, pihaknya sangsi dengan proses penyidikan  dilakukan Kanwil DJP Jatim II.

Sebab, temuan kekurangan pembayaran pajak selama 10 bulan pada 2013 baru diproses tujuh tahun berikutnya ketika pabrik sudah dinyatakan pailit. ”Kenapa kok tidak diperiksa pada 2014 atau 2015?.” ucap Zuhri.Ada apa?.

Sementara itu,  Rizky Raditya Eka Putra, Kasi Pidsus Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Mojokerto mengatakan, tuntutan terhadap terdakwa berdasarkan sejumlah pertimbangan dan fakta  muncul selama persidangan.

Dinilainya, hukuman selama 3,5 tahun dan denda Rp 5,7 miliar pantas diterima terdakwa. ”Salah satu pertimbangannya belum ada pengembalian sama sekali dari pihak terdakwa.”ucap Rizky.

Tuntutan denda dua kali lipat dari kerugian negara pada pendapatan pajak, menurut Rizky, juga sudah sesuai dengan ketentuan yang belaku. Disebutnya, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyatakan status pailit tidak menghapus kewajiban pembayaran pajak oleh wajib pajak.

Terkait klaim tanggung jawab kekurangan pajak yang salah alamat, harusnya pada kurator bukan ke terdakwa, Rizky pun menanggapinya. Menurut dia, jauh sebelum PT SPA dinyatakan pailit, pihak pajak sudah melakukan penagihan.

”Sebenarnya yang bersangkutan sudah diberitahukan ada tagihan pada 2016 kalau ada kekurangan pajak, tapi tidak diindahkan oleh Ronny.”lanjut Rizky. Sebagaimana diketahui, sejak 8 Desember 2022, Ronny selaku direktur PT SPA ditahan kejaksaan.

Ia diduga mengemplang PPN senilai Rp 2,5 miliar hasil transaksi penjualan produknya. Terdakwa diduga tidak menerbitkan faktur dan/atau menerbitkan faktur tidak sesuai penjualan selama periode Januari-Februari 2013 dan Mei-Desember 2013.

Nilai per sekali transaksi pembelian produk baja dari pabrik yang beralamat di Jalan Raya Perning, Kecamatan Jetis, itu bisa mencapai Rp 1 miliar dengan PPN 10 persen sebesar Rp 100 juta. (*)

Editor:Winardyasto HariKirono

Foto:Yulianto Adi Nugroho/Jawa Pos Radar Mojokerto

Sumber Berita: Jawa Pos Radar Mojokerto

MOJOKERTO, RADARJEMBER.ID Ronny Widharta, terdakwa kasus pengemplang pajak pertambahan nilai (PPN) di PT Sinar Pembangunan Abadi (SPA) senilai Rp 2,5 miliar dituntut 3 tahun dan 6 bula penjara.

Setahun DPO, Terpidana DPO Korupsi di Tabalong Diringkus

Jaksa penuntut umum (JPU) juga meminta agar bos pabrik baja itu dijatuhi hukuman denda sebesar Rp 5,7 miliar. Sidang pembacaan tuntutan berlangsung di Ruang Cakra Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto kemarin (21/3).

Terdakwa Ronny dihadirkan secara langsung dari Lapas Kelas II-B Mojokerto tempatnya ditahan dengan dikawal tiga pengacara. Dalam amar tuntutannya, JPU Geo Dwi Novrian meminta agar majelis hakim menyatakan terdakwa bersalah melakukan tindak pidana.

Sebagaimana Pasal 39 Ayat 1 UU Nomor 28/2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas UU Nomor 6/1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. ’’Meminta agar menjatuhkan hukuman pidana kepada terdakwa pidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan,” tegas Geo.

Selain hukuman penjara, Ronny juga dituntut hukuman denda senilai Rp 5.707.496.510. Denda tersebut merupakan dua kali lipat dari kerugian negara berupa pajak terutang sebesar Rp 2,5 miliar yang timbul dalam perkara ini.

”Dengan ketentuan apabila tidak dibayar diganti dengan hukuman selama 6 bulan penjara,” imbuhnya. Atas tuntutan tersebut, pihak terdakwa langsung menyatakan akan mengajukan pleidoi.

Sebab, tuntutan ini dinilai tak sesuai dengan target mereka agar perkara ini diputus onslag atau terdakwa dibebaskan. ”Karena ini bukan merupakan perbuatan pidana, melainkan perdata atau kurang bayar pajak,” jelas R Fauzi Zuhri, tim kuasa hukum terdakwa usai persidangan.

Pihaknya bersikukuh kekurangan pembayaran pajak harusnya menjadi kewajiban tim kurator. Hal ini berkaitan dengan putusan pailit terhadap PT SPA ditetapkan Pengadilan Niaga Surabaya pada 2019 silam.

Dengan demikian, tagihan pajak senilai Rp 2,5 mestinya diarahkan ke tim kurator. Terlebih, menurut dia, aset perusahaan senilai ratusan miliar saat ini ada pada kurator. ”Persidangan ini niatnya mau memenjarakan orang atau mau membayar kerugian negara.”terang Zuhri.

Kalau membayar kerugian negara harusnya dimunculkan penetapan atau surat tagihan dan dikoordinasikan dengan kurator,” imbuh Zuhri. Di sisi lain, pihaknya sangsi dengan proses penyidikan  dilakukan Kanwil DJP Jatim II.

Sebab, temuan kekurangan pembayaran pajak selama 10 bulan pada 2013 baru diproses tujuh tahun berikutnya ketika pabrik sudah dinyatakan pailit. ”Kenapa kok tidak diperiksa pada 2014 atau 2015?.” ucap Zuhri.Ada apa?.

Sementara itu,  Rizky Raditya Eka Putra, Kasi Pidsus Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Mojokerto mengatakan, tuntutan terhadap terdakwa berdasarkan sejumlah pertimbangan dan fakta  muncul selama persidangan.

Dinilainya, hukuman selama 3,5 tahun dan denda Rp 5,7 miliar pantas diterima terdakwa. ”Salah satu pertimbangannya belum ada pengembalian sama sekali dari pihak terdakwa.”ucap Rizky.

Tuntutan denda dua kali lipat dari kerugian negara pada pendapatan pajak, menurut Rizky, juga sudah sesuai dengan ketentuan yang belaku. Disebutnya, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyatakan status pailit tidak menghapus kewajiban pembayaran pajak oleh wajib pajak.

Terkait klaim tanggung jawab kekurangan pajak yang salah alamat, harusnya pada kurator bukan ke terdakwa, Rizky pun menanggapinya. Menurut dia, jauh sebelum PT SPA dinyatakan pailit, pihak pajak sudah melakukan penagihan.

”Sebenarnya yang bersangkutan sudah diberitahukan ada tagihan pada 2016 kalau ada kekurangan pajak, tapi tidak diindahkan oleh Ronny.”lanjut Rizky. Sebagaimana diketahui, sejak 8 Desember 2022, Ronny selaku direktur PT SPA ditahan kejaksaan.

Ia diduga mengemplang PPN senilai Rp 2,5 miliar hasil transaksi penjualan produknya. Terdakwa diduga tidak menerbitkan faktur dan/atau menerbitkan faktur tidak sesuai penjualan selama periode Januari-Februari 2013 dan Mei-Desember 2013.

Nilai per sekali transaksi pembelian produk baja dari pabrik yang beralamat di Jalan Raya Perning, Kecamatan Jetis, itu bisa mencapai Rp 1 miliar dengan PPN 10 persen sebesar Rp 100 juta. (*)

Editor:Winardyasto HariKirono

Foto:Yulianto Adi Nugroho/Jawa Pos Radar Mojokerto

Sumber Berita: Jawa Pos Radar Mojokerto

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca