25.5 C
Jember
Saturday, 10 June 2023

Indonesia Penyampah Makanan Tertinggi di Asia

Mobile_AP_Rectangle 1

Yang tersakiti

Perilaku membuang makanan secara sia-sia, bagaimanapun, dapat menyakiti banyak pihak. Ada jerih payah para petani yang tidak dihargai, juga melukai warga miskin yang kekurangan makanan. Belum lagi bila bicara dalam konteks ketahanan pangan. Pemerintah berikut segenap jajarannya terus berjuang dalam mewujudkan ketahanan pangan dan mencegah terjadinya krisis maupun kelangkaan bahan pangan.

Deputi Bidang Kerawanan Pangan dan Gizi, Badan Pangan Nasional (Bapanas) Nyoto Suwignyo amat menyayangkan keterbuangan makanan yang menurutnya menyakiti petani.

Mobile_AP_Rectangle 2

Food waste akan sangat menyakiti kerja keras petani selama menghasilkan pangan,” ujar dia.

Hasil penelitian Bapanas menyebutkan jumlah makanan terbuang mencapai 150 kg per kapita/tahun. Menurut Suwignyo, angka itu sangat fantastis ketika dikalikan jumlah total penduduk Indonesia dan lalu dikonversi ke dalam rupiah.

Besarnya jumlah sampah makanan, kata dia, berpotensi besar mengganggu ketersediaan pangan nasional.

Hal yang kurang lebih sama disampaikan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo bahwa sampah makanan dapat memperparah ancaman krisis pangan, selain perubahan iklim dan perang yang menghambat rantai pasok.

Terdapat dua istilah dalam bahasan sampah makanan, yakni food loss dan food wasteFood loss adalah hilangnya bahan makanan pada rantai pasok, karena rusak sebelum sampai ke konsumen. Kerusakan bisa terjadi dalam perjalanan distribusi, atau tanaman rusak akibat gagal panen, sedangkan food waste mengacu pada perilaku konsumen yang tidak menghabiskan makanan dan berakhir ke tempat sampah.

Mentan Syahrul mengutip hasil kajian Badan Pangan Dunia (FAO), yang menunjukkan sepertiga bahan pangan yang diproduksi dunia, terbuang dan menjadi sampah.

Pada saat yang bersamaan kebutuhan bahan pangan terus meningkat seiring bertambahnya penduduk. Padahal penduduk yang sekarang ada saja, belum semuanya mampu mencukupi kebutuhan pangannya. Mengacu data Badan Pusat Statistik (BPS), pada akhir 2022 terdapat 17 juta penduduk Indonesia menderita kelaparan, yang sekaligus menjadi angka kurang gizi dan gizi buruk. Lantas apakah perilaku membuang-buang makanan seperti itu tidak menyakiti mereka?

Mengurangi dosa.

Mengingat banyaknya jumlah penduduk miskin dan tingginya angka kelaparan, tentu berdosa bila masih ada orang yang memboroskan makanan dan membuang yang tersisa.

Bapanas bekerja sama dengan pegiat pencegahan food waste telah menggalakkan proses pembudayaan, pemberdayaan, dan sekaligus mengingatkan kembali kepada seluruh masyarakat di Indonesia agar tidak melakukan pemborosan makanan.

Di kalangan industri rumah makan, upaya pencegahan sampah makanan juga dilakukan. Seperti di restoran berkonsep makan sepuasnya yang mengenakan tambahan bayar untuk setiap makanan tersisa atau tidak dihabiskan oleh pengunjung. Cara itu rupanya lumayan membuat tamu restoran berpikir dua kali untuk mengambil makanan berlebihan yang berujung mubazir karena tidak sanggup menghabiskannya.

- Advertisement -

Yang tersakiti

Perilaku membuang makanan secara sia-sia, bagaimanapun, dapat menyakiti banyak pihak. Ada jerih payah para petani yang tidak dihargai, juga melukai warga miskin yang kekurangan makanan. Belum lagi bila bicara dalam konteks ketahanan pangan. Pemerintah berikut segenap jajarannya terus berjuang dalam mewujudkan ketahanan pangan dan mencegah terjadinya krisis maupun kelangkaan bahan pangan.

Deputi Bidang Kerawanan Pangan dan Gizi, Badan Pangan Nasional (Bapanas) Nyoto Suwignyo amat menyayangkan keterbuangan makanan yang menurutnya menyakiti petani.

Food waste akan sangat menyakiti kerja keras petani selama menghasilkan pangan,” ujar dia.

Hasil penelitian Bapanas menyebutkan jumlah makanan terbuang mencapai 150 kg per kapita/tahun. Menurut Suwignyo, angka itu sangat fantastis ketika dikalikan jumlah total penduduk Indonesia dan lalu dikonversi ke dalam rupiah.

Besarnya jumlah sampah makanan, kata dia, berpotensi besar mengganggu ketersediaan pangan nasional.

Hal yang kurang lebih sama disampaikan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo bahwa sampah makanan dapat memperparah ancaman krisis pangan, selain perubahan iklim dan perang yang menghambat rantai pasok.

Terdapat dua istilah dalam bahasan sampah makanan, yakni food loss dan food wasteFood loss adalah hilangnya bahan makanan pada rantai pasok, karena rusak sebelum sampai ke konsumen. Kerusakan bisa terjadi dalam perjalanan distribusi, atau tanaman rusak akibat gagal panen, sedangkan food waste mengacu pada perilaku konsumen yang tidak menghabiskan makanan dan berakhir ke tempat sampah.

Mentan Syahrul mengutip hasil kajian Badan Pangan Dunia (FAO), yang menunjukkan sepertiga bahan pangan yang diproduksi dunia, terbuang dan menjadi sampah.

Pada saat yang bersamaan kebutuhan bahan pangan terus meningkat seiring bertambahnya penduduk. Padahal penduduk yang sekarang ada saja, belum semuanya mampu mencukupi kebutuhan pangannya. Mengacu data Badan Pusat Statistik (BPS), pada akhir 2022 terdapat 17 juta penduduk Indonesia menderita kelaparan, yang sekaligus menjadi angka kurang gizi dan gizi buruk. Lantas apakah perilaku membuang-buang makanan seperti itu tidak menyakiti mereka?

Mengurangi dosa.

Mengingat banyaknya jumlah penduduk miskin dan tingginya angka kelaparan, tentu berdosa bila masih ada orang yang memboroskan makanan dan membuang yang tersisa.

Bapanas bekerja sama dengan pegiat pencegahan food waste telah menggalakkan proses pembudayaan, pemberdayaan, dan sekaligus mengingatkan kembali kepada seluruh masyarakat di Indonesia agar tidak melakukan pemborosan makanan.

Di kalangan industri rumah makan, upaya pencegahan sampah makanan juga dilakukan. Seperti di restoran berkonsep makan sepuasnya yang mengenakan tambahan bayar untuk setiap makanan tersisa atau tidak dihabiskan oleh pengunjung. Cara itu rupanya lumayan membuat tamu restoran berpikir dua kali untuk mengambil makanan berlebihan yang berujung mubazir karena tidak sanggup menghabiskannya.

Yang tersakiti

Perilaku membuang makanan secara sia-sia, bagaimanapun, dapat menyakiti banyak pihak. Ada jerih payah para petani yang tidak dihargai, juga melukai warga miskin yang kekurangan makanan. Belum lagi bila bicara dalam konteks ketahanan pangan. Pemerintah berikut segenap jajarannya terus berjuang dalam mewujudkan ketahanan pangan dan mencegah terjadinya krisis maupun kelangkaan bahan pangan.

Deputi Bidang Kerawanan Pangan dan Gizi, Badan Pangan Nasional (Bapanas) Nyoto Suwignyo amat menyayangkan keterbuangan makanan yang menurutnya menyakiti petani.

Food waste akan sangat menyakiti kerja keras petani selama menghasilkan pangan,” ujar dia.

Hasil penelitian Bapanas menyebutkan jumlah makanan terbuang mencapai 150 kg per kapita/tahun. Menurut Suwignyo, angka itu sangat fantastis ketika dikalikan jumlah total penduduk Indonesia dan lalu dikonversi ke dalam rupiah.

Besarnya jumlah sampah makanan, kata dia, berpotensi besar mengganggu ketersediaan pangan nasional.

Hal yang kurang lebih sama disampaikan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo bahwa sampah makanan dapat memperparah ancaman krisis pangan, selain perubahan iklim dan perang yang menghambat rantai pasok.

Terdapat dua istilah dalam bahasan sampah makanan, yakni food loss dan food wasteFood loss adalah hilangnya bahan makanan pada rantai pasok, karena rusak sebelum sampai ke konsumen. Kerusakan bisa terjadi dalam perjalanan distribusi, atau tanaman rusak akibat gagal panen, sedangkan food waste mengacu pada perilaku konsumen yang tidak menghabiskan makanan dan berakhir ke tempat sampah.

Mentan Syahrul mengutip hasil kajian Badan Pangan Dunia (FAO), yang menunjukkan sepertiga bahan pangan yang diproduksi dunia, terbuang dan menjadi sampah.

Pada saat yang bersamaan kebutuhan bahan pangan terus meningkat seiring bertambahnya penduduk. Padahal penduduk yang sekarang ada saja, belum semuanya mampu mencukupi kebutuhan pangannya. Mengacu data Badan Pusat Statistik (BPS), pada akhir 2022 terdapat 17 juta penduduk Indonesia menderita kelaparan, yang sekaligus menjadi angka kurang gizi dan gizi buruk. Lantas apakah perilaku membuang-buang makanan seperti itu tidak menyakiti mereka?

Mengurangi dosa.

Mengingat banyaknya jumlah penduduk miskin dan tingginya angka kelaparan, tentu berdosa bila masih ada orang yang memboroskan makanan dan membuang yang tersisa.

Bapanas bekerja sama dengan pegiat pencegahan food waste telah menggalakkan proses pembudayaan, pemberdayaan, dan sekaligus mengingatkan kembali kepada seluruh masyarakat di Indonesia agar tidak melakukan pemborosan makanan.

Di kalangan industri rumah makan, upaya pencegahan sampah makanan juga dilakukan. Seperti di restoran berkonsep makan sepuasnya yang mengenakan tambahan bayar untuk setiap makanan tersisa atau tidak dihabiskan oleh pengunjung. Cara itu rupanya lumayan membuat tamu restoran berpikir dua kali untuk mengambil makanan berlebihan yang berujung mubazir karena tidak sanggup menghabiskannya.

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca