23 C
Jember
Saturday, 25 March 2023

Ditangan Pemuda Mojokerto Limbah Potongan Kayu Jadi Gitar Listrik

Mobile_AP_Rectangle 1

MOJOKERTO, RADARJEMBER.ID- Tak ada limbah perusahaan kayu terbuang percuma, hal itu dibuktikan sendiri oleh Frandy, asal Desa Pungging, Kabupaten Mojokerto dan ia terbilang krearif karena mampu membikin gitar listrik dari limbah itu.

’’Di sini kan banyak limbah potongan-potongan kayu dari pabrik gitar, jadi saya manfaatkan untuk custom gitar listrik. Dan alhamdulillah pesanan mengalir,’’ ungkap Frandy, mengawali perbincangan.

Dia kepada wartawan mengaku, menekuni pembuatan gitar elektrik ini sejak 2014 silam. ’’Awalnya sebenarnya memang karena hobi.”ungkap Frandy.Selain hobi, pria kelahiran 1988 ini sebelumnya memang bergelut dalam jual beli gitar.

Mobile_AP_Rectangle 2

Dia juga kerap kali menerima jasa servis dari pecinta seni musik. Hingga akhirnya gayung pun bersambut. Dengan keahliannya mengutak-atik gitar, ada salah satu teman mempercayainya untuk meng-custom gitar.

’’Tak pikir panjang, tawaran itu saya terima. Dari situ saya mulai tertantang produksi gitar. Semuanya saya pelajari dari nol secara otodidak.”terang Frandy. Perlahan, bapak satu anak ini belajar mengamplas, membentuk pola kayu, serta pengecatan. Meski awalnya kerap gagal.

Kondisi itu tak membuat Frandy terhenti. Berbagai eksperimen dilakukan hingga membuahkan hasil. Tiga bulan berjalan, lelaki tersebut berhasil membuat gitar elektrik custom. ’’Pesanan juga makin mengalir di 2015.”papar Frandy.

Sejak itu, alumnus Unesa Jurusan PGSD ini mengaku, mulai serius membuat alat musik ini dengan mengajak salah satu teman untuk membantu menggosok kayu sudah didesain pola bodi gitar. Empat tahun kemudian atau 2019, dia juga merekrut empat orang.

’’Sekarang sebulan kami sudah mampu memproduksi sekitar 50 gitar elektrik.”ucap dia Produk buatan Frandy banyak diburu para pecinta seni musik tanah air. Bahkan, belakangan dia rutin menyuplai salah satu alat musik di Kota Surabaya.

Dengan jumlah paling sedikit 10 unit gitar. Selain itu, pesanan juga mengalir dari Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan. ’’Mayoritas pemesanan melalui jaringan sales di beberapa daerah.”tutur mantan guru itu.

Pesanan semakin membanijir, gitar tersebut rol paling murah Rp 1,3 juta dan paling mahal Rp 3,5 juta. Sebenarnya, dia memiliki mimpi besar jika produk kerajinan gitar ini bisa menembus pasar luar negeri.

Hanya saja, hingga kini masih terkendala ongkos kirim lantaran lebih mahal dibanding harga satuan gitarnya. Ditambah, dia juga masih tak tahu mekanisme pengiriman ke luar negeri sehingga sementara masih memenuhi pasar dalam negeri saja.

’’Sebenarnya saya sempat beberapa kali dapat pesanan dari Malaysia dan Singapura, tapi ya itu belum bisa saya layani karena saya juga belum paham pemasaran ke luar negeri. Jadi selama ini terkendala pengiriman saja,’’ bebernya. (*)

Editor:Winardyasto HariKirono

Foto:Khudori Aliandu/JawaPos Radar Mojokerto

Sumber Berita:Jawa Pos Radar Mojokerto

 

 

- Advertisement -

MOJOKERTO, RADARJEMBER.ID- Tak ada limbah perusahaan kayu terbuang percuma, hal itu dibuktikan sendiri oleh Frandy, asal Desa Pungging, Kabupaten Mojokerto dan ia terbilang krearif karena mampu membikin gitar listrik dari limbah itu.

’’Di sini kan banyak limbah potongan-potongan kayu dari pabrik gitar, jadi saya manfaatkan untuk custom gitar listrik. Dan alhamdulillah pesanan mengalir,’’ ungkap Frandy, mengawali perbincangan.

Dia kepada wartawan mengaku, menekuni pembuatan gitar elektrik ini sejak 2014 silam. ’’Awalnya sebenarnya memang karena hobi.”ungkap Frandy.Selain hobi, pria kelahiran 1988 ini sebelumnya memang bergelut dalam jual beli gitar.

Dia juga kerap kali menerima jasa servis dari pecinta seni musik. Hingga akhirnya gayung pun bersambut. Dengan keahliannya mengutak-atik gitar, ada salah satu teman mempercayainya untuk meng-custom gitar.

’’Tak pikir panjang, tawaran itu saya terima. Dari situ saya mulai tertantang produksi gitar. Semuanya saya pelajari dari nol secara otodidak.”terang Frandy. Perlahan, bapak satu anak ini belajar mengamplas, membentuk pola kayu, serta pengecatan. Meski awalnya kerap gagal.

Kondisi itu tak membuat Frandy terhenti. Berbagai eksperimen dilakukan hingga membuahkan hasil. Tiga bulan berjalan, lelaki tersebut berhasil membuat gitar elektrik custom. ’’Pesanan juga makin mengalir di 2015.”papar Frandy.

Sejak itu, alumnus Unesa Jurusan PGSD ini mengaku, mulai serius membuat alat musik ini dengan mengajak salah satu teman untuk membantu menggosok kayu sudah didesain pola bodi gitar. Empat tahun kemudian atau 2019, dia juga merekrut empat orang.

’’Sekarang sebulan kami sudah mampu memproduksi sekitar 50 gitar elektrik.”ucap dia Produk buatan Frandy banyak diburu para pecinta seni musik tanah air. Bahkan, belakangan dia rutin menyuplai salah satu alat musik di Kota Surabaya.

Dengan jumlah paling sedikit 10 unit gitar. Selain itu, pesanan juga mengalir dari Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan. ’’Mayoritas pemesanan melalui jaringan sales di beberapa daerah.”tutur mantan guru itu.

Pesanan semakin membanijir, gitar tersebut rol paling murah Rp 1,3 juta dan paling mahal Rp 3,5 juta. Sebenarnya, dia memiliki mimpi besar jika produk kerajinan gitar ini bisa menembus pasar luar negeri.

Hanya saja, hingga kini masih terkendala ongkos kirim lantaran lebih mahal dibanding harga satuan gitarnya. Ditambah, dia juga masih tak tahu mekanisme pengiriman ke luar negeri sehingga sementara masih memenuhi pasar dalam negeri saja.

’’Sebenarnya saya sempat beberapa kali dapat pesanan dari Malaysia dan Singapura, tapi ya itu belum bisa saya layani karena saya juga belum paham pemasaran ke luar negeri. Jadi selama ini terkendala pengiriman saja,’’ bebernya. (*)

Editor:Winardyasto HariKirono

Foto:Khudori Aliandu/JawaPos Radar Mojokerto

Sumber Berita:Jawa Pos Radar Mojokerto

 

 

MOJOKERTO, RADARJEMBER.ID- Tak ada limbah perusahaan kayu terbuang percuma, hal itu dibuktikan sendiri oleh Frandy, asal Desa Pungging, Kabupaten Mojokerto dan ia terbilang krearif karena mampu membikin gitar listrik dari limbah itu.

’’Di sini kan banyak limbah potongan-potongan kayu dari pabrik gitar, jadi saya manfaatkan untuk custom gitar listrik. Dan alhamdulillah pesanan mengalir,’’ ungkap Frandy, mengawali perbincangan.

Dia kepada wartawan mengaku, menekuni pembuatan gitar elektrik ini sejak 2014 silam. ’’Awalnya sebenarnya memang karena hobi.”ungkap Frandy.Selain hobi, pria kelahiran 1988 ini sebelumnya memang bergelut dalam jual beli gitar.

Dia juga kerap kali menerima jasa servis dari pecinta seni musik. Hingga akhirnya gayung pun bersambut. Dengan keahliannya mengutak-atik gitar, ada salah satu teman mempercayainya untuk meng-custom gitar.

’’Tak pikir panjang, tawaran itu saya terima. Dari situ saya mulai tertantang produksi gitar. Semuanya saya pelajari dari nol secara otodidak.”terang Frandy. Perlahan, bapak satu anak ini belajar mengamplas, membentuk pola kayu, serta pengecatan. Meski awalnya kerap gagal.

Kondisi itu tak membuat Frandy terhenti. Berbagai eksperimen dilakukan hingga membuahkan hasil. Tiga bulan berjalan, lelaki tersebut berhasil membuat gitar elektrik custom. ’’Pesanan juga makin mengalir di 2015.”papar Frandy.

Sejak itu, alumnus Unesa Jurusan PGSD ini mengaku, mulai serius membuat alat musik ini dengan mengajak salah satu teman untuk membantu menggosok kayu sudah didesain pola bodi gitar. Empat tahun kemudian atau 2019, dia juga merekrut empat orang.

’’Sekarang sebulan kami sudah mampu memproduksi sekitar 50 gitar elektrik.”ucap dia Produk buatan Frandy banyak diburu para pecinta seni musik tanah air. Bahkan, belakangan dia rutin menyuplai salah satu alat musik di Kota Surabaya.

Dengan jumlah paling sedikit 10 unit gitar. Selain itu, pesanan juga mengalir dari Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan. ’’Mayoritas pemesanan melalui jaringan sales di beberapa daerah.”tutur mantan guru itu.

Pesanan semakin membanijir, gitar tersebut rol paling murah Rp 1,3 juta dan paling mahal Rp 3,5 juta. Sebenarnya, dia memiliki mimpi besar jika produk kerajinan gitar ini bisa menembus pasar luar negeri.

Hanya saja, hingga kini masih terkendala ongkos kirim lantaran lebih mahal dibanding harga satuan gitarnya. Ditambah, dia juga masih tak tahu mekanisme pengiriman ke luar negeri sehingga sementara masih memenuhi pasar dalam negeri saja.

’’Sebenarnya saya sempat beberapa kali dapat pesanan dari Malaysia dan Singapura, tapi ya itu belum bisa saya layani karena saya juga belum paham pemasaran ke luar negeri. Jadi selama ini terkendala pengiriman saja,’’ bebernya. (*)

Editor:Winardyasto HariKirono

Foto:Khudori Aliandu/JawaPos Radar Mojokerto

Sumber Berita:Jawa Pos Radar Mojokerto

 

 

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca