21.5 C
Jember
Saturday, 10 June 2023

Sumani Setia Tekuni Profesi Servis Payung Keliling

Mobile_AP_Rectangle 1

TRENGGALEK, RADARJEMBER.ID – Sekitar pukul 15.30 kemarin, Sumani terlihat baru memarkirkan sepeda di rumah dia di Desa Karangsoko, Kecamatan Trenggalek. Pria tersebut memang setia terhadap profesi,  Sumani masih bertahan menjadi tukang servis payung keliling.

Dia berkeliling dengan sepeda seraya menawarkan jasa memperbaiki payung.Untung saja, ketika sore hari saat koran ini menemui dia.Sumani sudah memperoleh lima pelanggan setelah berkeliling sejak pukul 07.30.

Dengan begitu, rezeki tersebut akan digunakan sebagai modal untuk aktivitas esok hari. “Alhamdulillah, hari ini (kemarin-red) dapat Rp 60 ribu dari memperbaiki lima payung, semoga besok dapat lagi,”jelas Sumani berharap.

Mobile_AP_Rectangle 2

Ya, ucapan syukur tersebut selalu diucapkan Sumani ketika ada pelanggan datang. Sebab, penghasilan  setiap hari tak menentu. Bahkan pada kondisi tertentu, kendati telah berkeliling puluhan kilometer, tidak ada pelanggan menghampiri.

Kendati demikian, hal tersebut tidak membuatnya pantang menyerah, karena hanya itu yang bisa dilakukannya untuk menghidupi keluarga. “Jadi tidak menentu, kadang dapat Rp 15 ribu, Rp 40 ribu, bahkan tidak sama sekali. “ungkap Sumani.

Hal itula telah ia rasakan selama 32 tahun berkeliling menjadi tukang servis payung. Untuk rutenya, biasanya dari rumah ke timur hingga ke Desa Kedunglurah, Kecamatan Pogalan; Desa Sukorame, Kecamatan Gandusari; hingga ke Desa Baruharjo, Kecamatan Durenan.

Setiap harinya, dia setidaknya menempuh jarak sekitar 30 kilometer. Lalu untuk musim hujan seperti saat ini, menjadi berkah tersendiri bagi dirinya. Sebab, banyak orang mau servis payung. Jika kemarau pastinya sepi, karena tidak sedikit orang hanya menaruh payung begitu saja.

Ketika musim kemarau berkepanjangan tiba, jumlah pelanggannya sering tidak ada. Akibatnya, dia terpaksa mengayuh sepeda lebih jauh dan pulang lebih sore. Itu dilakukannya saat kemarau. Selain servis payung, dia juga menawarkan jasa untuk mengukir nama pada sendok atau piring.

Namun, musim hujan bisa dikatakan sebagai masa panennya. Sebab, dalam satu harinya dia bisa memperbaiki hingga 15 payung. Biaya perbaikan satu payung biasanya diberi harga sekitar Rp 10 ribu hingga Rp 20 ribu tergantung kerusakan.

Kendati harga tersebut terbilang miring, tetapi masih saja ada yang nawar. Jika tidak terlalu rendah, dia langsung menyetujuinya.Tidak sedikit pelanggan memberikan bonus kepada Sumani. Bonus tersebut seperti memberi payung bekas tak terpakai, makanan, roti, dan minuman,

Dalam menemui pelanggan, dia hanya mengandalkan insting karena tidak bermodal alat komunikasi semisal handphone. Dari situ, ketika bertemu calon pelanggan di suatu tempat tetapi tidak membawa payung rusak, mereka mengambil kesepakatan untuk datang ke lokasi.

Setiap kali beraktivitas, Sumani hanya bermodalkan sepeda dan tas berisi peralatan servis payung seperti tang dan kawat, serta onderdil payung bekas yang mungkin diperlukan. Tidak lupa, sehelai jas hujan juga selalu ditentangnya sebagai bekal jika saat itu turun hujan.

Teknik perbaikan payung dilakukan secara otodidak, dengan memperbaiki payungnya sendiri yang rusak. Itu terjadi lantaran baginya tidak ada payung yang tidak bisa diperbaiki asalkan kain tidak sobek.

Sementara itu, onderdil guna memperbaiki payung tersebut, didapatkannya dari pengepul barang bekas. Sebab, dalam hal ini tidak ada toko yang menjual onderdil payung. Dari situ, jika berkunjung ke tempat pengepul barang bekas dan menemukan payung,

Dia langsung membeli. “Selagi masih bisa, akan terus menekuni pekerjaan ini dan keliling menggunakan sepeda. Sebab, seperti trauma jika pakai sepeda motor, karena dua tahun lalu sempat terjatuh dan harus opname sekitar satu minggu.”pungkas kakek 75 tahun ini.

Editor : Winardyasto HariKirono

Foto:Istimewa

Sumber Berita:jawapos.com

- Advertisement -

TRENGGALEK, RADARJEMBER.ID – Sekitar pukul 15.30 kemarin, Sumani terlihat baru memarkirkan sepeda di rumah dia di Desa Karangsoko, Kecamatan Trenggalek. Pria tersebut memang setia terhadap profesi,  Sumani masih bertahan menjadi tukang servis payung keliling.

Dia berkeliling dengan sepeda seraya menawarkan jasa memperbaiki payung.Untung saja, ketika sore hari saat koran ini menemui dia.Sumani sudah memperoleh lima pelanggan setelah berkeliling sejak pukul 07.30.

Dengan begitu, rezeki tersebut akan digunakan sebagai modal untuk aktivitas esok hari. “Alhamdulillah, hari ini (kemarin-red) dapat Rp 60 ribu dari memperbaiki lima payung, semoga besok dapat lagi,”jelas Sumani berharap.

Ya, ucapan syukur tersebut selalu diucapkan Sumani ketika ada pelanggan datang. Sebab, penghasilan  setiap hari tak menentu. Bahkan pada kondisi tertentu, kendati telah berkeliling puluhan kilometer, tidak ada pelanggan menghampiri.

Kendati demikian, hal tersebut tidak membuatnya pantang menyerah, karena hanya itu yang bisa dilakukannya untuk menghidupi keluarga. “Jadi tidak menentu, kadang dapat Rp 15 ribu, Rp 40 ribu, bahkan tidak sama sekali. “ungkap Sumani.

Hal itula telah ia rasakan selama 32 tahun berkeliling menjadi tukang servis payung. Untuk rutenya, biasanya dari rumah ke timur hingga ke Desa Kedunglurah, Kecamatan Pogalan; Desa Sukorame, Kecamatan Gandusari; hingga ke Desa Baruharjo, Kecamatan Durenan.

Setiap harinya, dia setidaknya menempuh jarak sekitar 30 kilometer. Lalu untuk musim hujan seperti saat ini, menjadi berkah tersendiri bagi dirinya. Sebab, banyak orang mau servis payung. Jika kemarau pastinya sepi, karena tidak sedikit orang hanya menaruh payung begitu saja.

Ketika musim kemarau berkepanjangan tiba, jumlah pelanggannya sering tidak ada. Akibatnya, dia terpaksa mengayuh sepeda lebih jauh dan pulang lebih sore. Itu dilakukannya saat kemarau. Selain servis payung, dia juga menawarkan jasa untuk mengukir nama pada sendok atau piring.

Namun, musim hujan bisa dikatakan sebagai masa panennya. Sebab, dalam satu harinya dia bisa memperbaiki hingga 15 payung. Biaya perbaikan satu payung biasanya diberi harga sekitar Rp 10 ribu hingga Rp 20 ribu tergantung kerusakan.

Kendati harga tersebut terbilang miring, tetapi masih saja ada yang nawar. Jika tidak terlalu rendah, dia langsung menyetujuinya.Tidak sedikit pelanggan memberikan bonus kepada Sumani. Bonus tersebut seperti memberi payung bekas tak terpakai, makanan, roti, dan minuman,

Dalam menemui pelanggan, dia hanya mengandalkan insting karena tidak bermodal alat komunikasi semisal handphone. Dari situ, ketika bertemu calon pelanggan di suatu tempat tetapi tidak membawa payung rusak, mereka mengambil kesepakatan untuk datang ke lokasi.

Setiap kali beraktivitas, Sumani hanya bermodalkan sepeda dan tas berisi peralatan servis payung seperti tang dan kawat, serta onderdil payung bekas yang mungkin diperlukan. Tidak lupa, sehelai jas hujan juga selalu ditentangnya sebagai bekal jika saat itu turun hujan.

Teknik perbaikan payung dilakukan secara otodidak, dengan memperbaiki payungnya sendiri yang rusak. Itu terjadi lantaran baginya tidak ada payung yang tidak bisa diperbaiki asalkan kain tidak sobek.

Sementara itu, onderdil guna memperbaiki payung tersebut, didapatkannya dari pengepul barang bekas. Sebab, dalam hal ini tidak ada toko yang menjual onderdil payung. Dari situ, jika berkunjung ke tempat pengepul barang bekas dan menemukan payung,

Dia langsung membeli. “Selagi masih bisa, akan terus menekuni pekerjaan ini dan keliling menggunakan sepeda. Sebab, seperti trauma jika pakai sepeda motor, karena dua tahun lalu sempat terjatuh dan harus opname sekitar satu minggu.”pungkas kakek 75 tahun ini.

Editor : Winardyasto HariKirono

Foto:Istimewa

Sumber Berita:jawapos.com

TRENGGALEK, RADARJEMBER.ID – Sekitar pukul 15.30 kemarin, Sumani terlihat baru memarkirkan sepeda di rumah dia di Desa Karangsoko, Kecamatan Trenggalek. Pria tersebut memang setia terhadap profesi,  Sumani masih bertahan menjadi tukang servis payung keliling.

Dia berkeliling dengan sepeda seraya menawarkan jasa memperbaiki payung.Untung saja, ketika sore hari saat koran ini menemui dia.Sumani sudah memperoleh lima pelanggan setelah berkeliling sejak pukul 07.30.

Dengan begitu, rezeki tersebut akan digunakan sebagai modal untuk aktivitas esok hari. “Alhamdulillah, hari ini (kemarin-red) dapat Rp 60 ribu dari memperbaiki lima payung, semoga besok dapat lagi,”jelas Sumani berharap.

Ya, ucapan syukur tersebut selalu diucapkan Sumani ketika ada pelanggan datang. Sebab, penghasilan  setiap hari tak menentu. Bahkan pada kondisi tertentu, kendati telah berkeliling puluhan kilometer, tidak ada pelanggan menghampiri.

Kendati demikian, hal tersebut tidak membuatnya pantang menyerah, karena hanya itu yang bisa dilakukannya untuk menghidupi keluarga. “Jadi tidak menentu, kadang dapat Rp 15 ribu, Rp 40 ribu, bahkan tidak sama sekali. “ungkap Sumani.

Hal itula telah ia rasakan selama 32 tahun berkeliling menjadi tukang servis payung. Untuk rutenya, biasanya dari rumah ke timur hingga ke Desa Kedunglurah, Kecamatan Pogalan; Desa Sukorame, Kecamatan Gandusari; hingga ke Desa Baruharjo, Kecamatan Durenan.

Setiap harinya, dia setidaknya menempuh jarak sekitar 30 kilometer. Lalu untuk musim hujan seperti saat ini, menjadi berkah tersendiri bagi dirinya. Sebab, banyak orang mau servis payung. Jika kemarau pastinya sepi, karena tidak sedikit orang hanya menaruh payung begitu saja.

Ketika musim kemarau berkepanjangan tiba, jumlah pelanggannya sering tidak ada. Akibatnya, dia terpaksa mengayuh sepeda lebih jauh dan pulang lebih sore. Itu dilakukannya saat kemarau. Selain servis payung, dia juga menawarkan jasa untuk mengukir nama pada sendok atau piring.

Namun, musim hujan bisa dikatakan sebagai masa panennya. Sebab, dalam satu harinya dia bisa memperbaiki hingga 15 payung. Biaya perbaikan satu payung biasanya diberi harga sekitar Rp 10 ribu hingga Rp 20 ribu tergantung kerusakan.

Kendati harga tersebut terbilang miring, tetapi masih saja ada yang nawar. Jika tidak terlalu rendah, dia langsung menyetujuinya.Tidak sedikit pelanggan memberikan bonus kepada Sumani. Bonus tersebut seperti memberi payung bekas tak terpakai, makanan, roti, dan minuman,

Dalam menemui pelanggan, dia hanya mengandalkan insting karena tidak bermodal alat komunikasi semisal handphone. Dari situ, ketika bertemu calon pelanggan di suatu tempat tetapi tidak membawa payung rusak, mereka mengambil kesepakatan untuk datang ke lokasi.

Setiap kali beraktivitas, Sumani hanya bermodalkan sepeda dan tas berisi peralatan servis payung seperti tang dan kawat, serta onderdil payung bekas yang mungkin diperlukan. Tidak lupa, sehelai jas hujan juga selalu ditentangnya sebagai bekal jika saat itu turun hujan.

Teknik perbaikan payung dilakukan secara otodidak, dengan memperbaiki payungnya sendiri yang rusak. Itu terjadi lantaran baginya tidak ada payung yang tidak bisa diperbaiki asalkan kain tidak sobek.

Sementara itu, onderdil guna memperbaiki payung tersebut, didapatkannya dari pengepul barang bekas. Sebab, dalam hal ini tidak ada toko yang menjual onderdil payung. Dari situ, jika berkunjung ke tempat pengepul barang bekas dan menemukan payung,

Dia langsung membeli. “Selagi masih bisa, akan terus menekuni pekerjaan ini dan keliling menggunakan sepeda. Sebab, seperti trauma jika pakai sepeda motor, karena dua tahun lalu sempat terjatuh dan harus opname sekitar satu minggu.”pungkas kakek 75 tahun ini.

Editor : Winardyasto HariKirono

Foto:Istimewa

Sumber Berita:jawapos.com

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca