Mobile_AP_Rectangle 1
.”Proses masak ingkung jenis ini butuh waktu tidak sebentar. Diawali merebus dua kali, digoreng, dibakar, kemudian dibungkus daun pisang, daun talas dan dibalur lumpur. Kemudian dipanggang di atas bara api kayu. Butuh waktu sekira tujuh jam lamanya,” kata Alfian.
Dalam sejarahnya, Ingkung Jendali Sodo disajikan pada saat raja Keraton Kartasura pertama, yaitu Amangkurat II menjamu tamu terdiri dari tujuh kasta. Mereka diundang dalam acara syukuran peresmian pembangunan keraton.
Namun saat ini belum banyak, bahkan jarang ditemukan, baik di Jogjakarta maupun di Jawa Tengah. Belum ada satupun jenis usaha makanan dan minuman yang menyajikan kuliner zaman Mataram ini.
Mobile_AP_Rectangle 2
Mbah Koko, Ketua Mataram Joyo Binangun menjelaskan, warisan nenek moyang zaman dulu tidak hanya berupa benda fisik, tapi juga ada nonfisik, atau tak benda berwujud kuliner seperti Iingkung Jendali Sodo.
”Di kuliner era Mataram 1650-1750 Masehi juga ada tumpeng kemaru songo sapto wargo, iwak kali, tempe tahu wedono, dan sego jagung. Kemudian ada kudapan atau jajanan jemblem, srumping, dan karitan. Itu semua jarang dijumpai pada jaman sekarang.”papar . (*)
Editor:Winardyasto HariKirono
Foto:Iwan Kawul/Jawa Pos Radar Solo
Sumber Berita:Jawa Pos Radar Solo
- Advertisement -
.”Proses masak ingkung jenis ini butuh waktu tidak sebentar. Diawali merebus dua kali, digoreng, dibakar, kemudian dibungkus daun pisang, daun talas dan dibalur lumpur. Kemudian dipanggang di atas bara api kayu. Butuh waktu sekira tujuh jam lamanya,” kata Alfian.
Dalam sejarahnya, Ingkung Jendali Sodo disajikan pada saat raja Keraton Kartasura pertama, yaitu Amangkurat II menjamu tamu terdiri dari tujuh kasta. Mereka diundang dalam acara syukuran peresmian pembangunan keraton.
Namun saat ini belum banyak, bahkan jarang ditemukan, baik di Jogjakarta maupun di Jawa Tengah. Belum ada satupun jenis usaha makanan dan minuman yang menyajikan kuliner zaman Mataram ini.
Mbah Koko, Ketua Mataram Joyo Binangun menjelaskan, warisan nenek moyang zaman dulu tidak hanya berupa benda fisik, tapi juga ada nonfisik, atau tak benda berwujud kuliner seperti Iingkung Jendali Sodo.
”Di kuliner era Mataram 1650-1750 Masehi juga ada tumpeng kemaru songo sapto wargo, iwak kali, tempe tahu wedono, dan sego jagung. Kemudian ada kudapan atau jajanan jemblem, srumping, dan karitan. Itu semua jarang dijumpai pada jaman sekarang.”papar . (*)
Editor:Winardyasto HariKirono
Foto:Iwan Kawul/Jawa Pos Radar Solo
Sumber Berita:Jawa Pos Radar Solo
.”Proses masak ingkung jenis ini butuh waktu tidak sebentar. Diawali merebus dua kali, digoreng, dibakar, kemudian dibungkus daun pisang, daun talas dan dibalur lumpur. Kemudian dipanggang di atas bara api kayu. Butuh waktu sekira tujuh jam lamanya,” kata Alfian.
Dalam sejarahnya, Ingkung Jendali Sodo disajikan pada saat raja Keraton Kartasura pertama, yaitu Amangkurat II menjamu tamu terdiri dari tujuh kasta. Mereka diundang dalam acara syukuran peresmian pembangunan keraton.
Namun saat ini belum banyak, bahkan jarang ditemukan, baik di Jogjakarta maupun di Jawa Tengah. Belum ada satupun jenis usaha makanan dan minuman yang menyajikan kuliner zaman Mataram ini.
Mbah Koko, Ketua Mataram Joyo Binangun menjelaskan, warisan nenek moyang zaman dulu tidak hanya berupa benda fisik, tapi juga ada nonfisik, atau tak benda berwujud kuliner seperti Iingkung Jendali Sodo.
”Di kuliner era Mataram 1650-1750 Masehi juga ada tumpeng kemaru songo sapto wargo, iwak kali, tempe tahu wedono, dan sego jagung. Kemudian ada kudapan atau jajanan jemblem, srumping, dan karitan. Itu semua jarang dijumpai pada jaman sekarang.”papar . (*)
Editor:Winardyasto HariKirono
Foto:Iwan Kawul/Jawa Pos Radar Solo
Sumber Berita:Jawa Pos Radar Solo