JEMBER, RADARJEMBER.ID – Asiknya bersepeda pancal bisa dirasakan siapa saja. Mulai dari anak-anak, remaja, hingga mereka yang telah dewasa. Bahkan, orang yang lanjut usia sekali pun tetap bisa menikmatinya. Hal ini yang menjadi sisi lain, mengapa Komunitas Sepeda Tua Indonesia (Kosti) Jember terus berkembang dan perkumpulannya ada di mana-mana.
Perkumpulan para pecinta sepeda lawas ini pun sangat guyub. Banyak kegiatan yang dilakukan Kosti Jember. Ada yang mancal bareng dengan tujuan dekat. Ada pula perkumpulan yang ngontel jauh hingga ke luar kota.
Ali Al-Hasyimi, Bagian Organisasi sekaligus Humas Kosti Jember, menyampaikan, keberadaan sepeda ontel telah menjadi bagian dari hobi. Selain itu, orang yang kerap bermain sepeda sudah menjadikannya sebagai sarana berolahraga.
“Ada sekitar 50 ribu warga Jember yang tergabung di sejumlah komunitas. Untuk komunitas sepeda tua ini ada di bawah naungan Kosti Jember,” papar pria yang akrab disapa Yek Ali ini di halaman rumahnya, Kelurahan Jember Kidul, Kecamatan Kaliwates. Bahkan, di Jember ada satu desa yang menurutnya memiliki anggota komunitas hingga mencapai 600 orang.
Untuk semakin mempererat persaudaraan, menurutnya, Ketua Kosti Jember Gatot Subekti kerap melakukan pertemuan-pertemuan. Hal itu dilakukan antarkomunitas yang ada di bawah Kosti. “Setiap komunitas juga begitu, saling silaturahmi. Kosti, mempertemukan seluruh komunitas tersebut. Beberapa hari yang lalu, Kosti juga melakukan pertemuan di Tempurejo. Tetapi, karena masih pandemi, hanya perwakilan saja,” ucapnya.
Ali menyebut, selain bisa menyehatkan, bermain sepeda pancal juga memberikan ketenangan bagi komunitas. Pada saat naik sepeda ontel, pikiran pun bisa tenang. “Sekaligus bisa menjadi sarana refreshing. Baik bersama keluarga maupun sesama anggota komunitas,” ujarnya.
Dalam perkembangannya, jenis sepeda di zaman modern memang banyak bermunculan. Namun, pamor sepeda tua menurutnya tak lekang oleh zaman. “Bahkan, sepeda tua dibanding sepeda modern di zaman sekarang ini, masih lebih maju sepeda tua. Sepeda lipat sudah ada sejak dulu. Bahkan, dinamo untuk lampu sepeda, dulu ada yang dipasang pada gir sepeda. Sekarang tidak ada,” ungkapnya.
Bahan serta kualitas pun, menurutnya, tak kalah dengan sepeda zaman sekarang. Modelnya lebih variasi sepeda tua. Makanya, harga sepeda tua tetap mahal. Bahannya sepeda standar saja, banyak yang lebih bagus dibanding sepeda sekarang. “Orang beli sepeda tua zaman dulu, banyak yang harus menjual sawah. Ada juga yang rela menjual sapinya. Berarti, sepeda tua itu harganya memang mahal karena kualitasnya juga bagus,” ulasnya.
Jurnalis: Nur Hariri
Fotografer: Dwi Siswanto
Editor: Mahrus Sholih