JEMBER, RADARJEMBER.ID – Keberadaan sepeda tua yang sering dipakai oleh anggota Kosti Jember memiliki banyak perbedaan. Mulai dari bentuk, besar kecilnya ukuran, hingga merek sepeda dan harganya. Para pencinta sepeda tua itu pun banyak memburu jenis sepeda termasuk onderdilnya.
Bagi warga yang tidak hobi dan tidak pernah punya koleksi, keberadaan sepeda tua mungkin biasa saja. Tetapi, di balik sepeda lawas itu ada hal yang membedakan dengan sepeda zaman sekarang. Contoh saja, sepeda tua cukup tangguh dan tahan banting. Berbeda dengan sepeda zaman sekarang yang terkadang mudah bengkok karena saking tipisnya bahan-bahan di sepeda.
Di kalangan pecinta sepeda ini, mereka tetap berburu merek dan keunikan sepeda. Ali Al-Hasyimi menyebut, merek sepeda tua paling diburu adalah BSA Militer lipat. “Itu harganya saat ini sekitar Rp 150 juta. Bisa juga lebih,” katanya. Yek Ali yang kemudian menyeruput kopi melanjutkan, sepeda ini adalah sepeda yang pernah dipakai pada zaman perang. Sepeda tersebut banyak yang dilempar dari atas helikopter atau pesawat terbang untuk kendaraan perang.
Pria itu pun menunjukkan beberapa jenis sepeda miliknya. Ia juga meminta Jawa Pos Radar Jember mencobanya untuk keliling sekitar rumah Yek Ali yang berada di depan Kantor Kelurahan Jember Kidul itu. Selanjutnya, Yek Ali kembali menjelaskan beberapa merek sepeda tua yang tetap diburu banyak orang. “Merek sepeda yang banyak di Jember yaitu Gazelle seri 5 dan 11. Harganya antara Rp 30 juta sampai Rp 50 juta. Kalau sepeda merek BSA Militer lipat, sejauh ini saya belum tahu itu ada atau tidak di Jember,” ucapnya.
Sepeda tua yang juga diburu yakni merek Fongers dengan kisaran harga Rp 20 juta sampai Rp 30 juta. Keberadaan sepeda ini menurutnya cukup banyak di Jember. “Ini mungkin belum bisa dijangkau semua kalangan. Tetapi ada juga sepeda tua yang harganya lebih rendah,” jelasnya.
Sepeda standar dimaksud yaitu Royal, Humber Philips, Batavus, dan beberapa merek lain. Harga Humber serta sepeda lain menurutnya ada pada kisaran Rp 5 juta sampai Rp 10 juta. “Di bawahnya masih ada, tetapi tidak banyak diburu orang. Biasanya ada yang dipakai untuk merumput, untuk kerja, dan yang lain,” ungkapnya.
Tak hanya soal merek, tingkat orisinalitas pada bagian sepeda menurutnya juga memengaruhi harga. Semakin kondisinya baik dan orisinal, maka semakin mahal. “Onderdil sepeda juga demikian. Kalau orisinal itu masih tetap mahal, jadi beda dengan yang tiruan,” ulasnya.
Dia mencontohkan, satu lampu sepeda ontel jenis lampu Lucidus yang orisinal harganya mencapai Rp 1 juta. Belum lagi pada bagian lain seperti rem, velg, jeruji, gir, tempat duduk, selebor, dan sebagainya. Semua itu, masih memiliki harga jual yang tinggi. Melihat apakah barangnya masih ori atau tidak.
Sekalipun barang-barang itu kuno, tetapi suku cadangnya masih mudah ditemukan. Biasanya, dijual oleh para kolektor pada saat ada acara pertemuan. “Sejak pandemi korona, Kosti tidak mengadakan pertemuan besar dengan ngontel bareng. Semoga saja tahun ini bisa. Harapan kami, persaudaraan antara semua komunitas tetap baik dan ke depan bisa bersepeda bersama-sama lagi,” pungkasnya.
Jurnalis: Nur Hariri
Fotografer: Dwi Siswanto
Editor: Mahrus Sholih