JEMBER, RADARJEMBER.ID – Dari pengalaman membuat henna art di tangan teman-temannya, Riska Raudatul Jannah pun mulai mendapat pesanan jasa dari rumah ke rumah. Biasanya, pengguna jasa henna art terbanyak digunakan untuk acara tunangan atau pernikahan. “Kalau dulu di pondok kan iseng, kalau di luar-luar kayak sekarang orang-orang mau nikah yang banyak,” tutur Riska.
Dalam membuat henna art, Riska bisa menghabiskan waktu hingga empat jam. Untuk harganya, berada di kisaran Rp 150 hingga 200 ribu. “Kalau nambah kuku palsu bisa tambah lagi. Tergantung maunya pakai kuku palsu yang kayak apa,” katanya.
Ya, dia menjalankan bisnis dari hobi menggambar yang ia tekuni sejak kecil itu. Perjalanan menjadi seorang henna artist memang sangatlah panjang bagi Riska. Selain berlatih dengan memanfaatkan tangan dan permintaan temannya, ia juga memanfaatkan segala tenaga yang dimilikinya.
Dia sempat membuat henna art di salah satu daerah, dan hanya dibayar nasi bungkus. Bukan hal yang menyedihkan baginya. Justru itu membuatnya sangat senang. Sebab, pengalaman tersebut dia alami saat masih bermukim di pesantren. “Nggak sedih ya, dapat nasi itu sudah senang banget,” katanya.
Bahkan, sebelum menjadi henna artist profesional, ia juga sempat salah dalam mematok harga kepada pelanggan. Ia memberikan harga yang sangat murah, bahkan tak sampai separuh dari harga pada umumnya.
“Waktu itu kan diminta sama tetangga, tapi rumahnya lumayan jauh juga dari sini. Itu aku dikasih Rp 65 ribu dan aku terima. Ternyata setelah aku tanya ke senior di komunitas, harga minimnya Rp 150 ribu. Kalau lebih kecil dari itu, sama halnya tidak menghargai seni hena,” tutur Riska.
Kini, ia telah terbiasa berkeliling kota untuk memanfaatkan hobinya. Bahkan, saat hamil pun dia masih melayani permintaan kliennya. “Kadang kan orang mau nikahan itu sulit cari henna artist. Jadi, aku selama masih bisa membantu dan bisa aku jangkau, aku berangkat. Lagian juga hobi, nggak pernah terasa berat atau kesulitan. Malah waktu menggambar itu meskipun lama tidak terasa lama,” pungkasnya.
Jurnalis: Delfi Nihayah
Fotografer: Delfi Nihayah
Editor: Lintang Anis Bena Kinanti