Alat Musik Kendang, Temukan Suara Keplak Tersulit

Alat musik yang digunakan kesenian tradisional kuda lumping, jaranan, reog, ataupun barong banyak macamnya. Satu sama lain pastinya saling melengkapi. Namun, ada alat musik yang benar-benar menguras tenaga, yaitu kendang. Kok bisa, ya?

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Dalam permainan musik tradisional, tidak semua paguyuban atau kelompok seni yang ada di Kabupaten Jember punya penabuh kendang. Bisa dibilang, orang yang bisa menabuh kendang memiliki skill berbeda dan dibutuhkan.

Ibarat masakan, lantunan musik akan serasa tawar tanpa kendang. “Katanya, kalau tanpa kendang, begitu. Tontonan kurang enak didengar,” kata Danu Akmal Hardiyanto, penabuh kendang yang tinggal di Jalan Basuki Rachmat, Kelurahan Kebonsari, Kecamatan Sumbersari.

Menjadi seorang penabuh kendang, menurut dia, harus tahan banting. Bagaimana tidak, dalam sebuah pertunjukan biasanya bermain dua sampai tiga jam. “Kalau berhenti, musik kuda lumping atau kesenian lain bisa rusak. Makanya, sekali bermain, maka sampai satu lagi harus selesai,” ulasnya.

Dalam kesenian tradisional ini, Danu, yang tergabung dalam Paguyuban Laras Langen Budoyo, menyebut, kendang ibaratnya menjadi pakem dan berkaitan dengan semua bagian yang dipertontonkan dan diperdengarkan. Bukan saja pada musik, gerakan penari juga ikut tabuhan kendang. “Yang sulit kalau penarinya masih baru, kendang yang mengikuti penari. Tetapi kalau penarinya sudah pengalaman, pasti mengikuti kendang,” ucapnya.

Keasyikan bermain kendang pun diperlihatkan kepada Jawa Pos Radar Jember. Saat itu dia ditemani pria yang sudah malang melintang di dunia seni, yakni Jamhari, pelantun kejung yang naik daun setelah kolaborasi bersama para seniman di Linkrafin. “Kendang ini sangat penting. Kalau suara kendang tidak konsisten, musik bisa rusak dan yang menari juga bisa berhenti,” timpal Jamhari.

Saking pentingnya peran kendang dalam musik, setelah melakukan pementasan, tangan siswa yang duduk di bangku kelas 2 SMPN 8 Jember itu dipastikan akan kapalan. “Tapi sudah biasa, karena saya sudah lama suka kendang,” ucapnya.

Danu cilik bisa dibilang sebagai anak yang sudah kawakan menjadi penabuh kendang. Dulu, Danu kecil sama seperti kebanyakan anak. Dia bermain di lingkungan rumah. Mulai dari mobil-mobilan maupun mainan yang lain. Namun, kala itu dirinya punya hobi yang berbeda, yakni suka menabuh barang. Mulai dari kaleng bekas, timba, paralon, atau barang lain yang dapat menghasilkan bunyi-bunyian.

Begitu dirinya mulai menginjak usia TK atau sekitar usia 5 sampai 6 tahun, Danu mencuri-curi kesempatan untuk masuk ke kamar rumah Jamhari yang berdekatan dengan rumahnya. Di kamar itulah dirinya menabuh kendang yang sesungguhnya. “Jadi, suka mulai kecil sampai sekarang ini,” jelas anak yang bercita-cita menjadi polisi tersebut.

Memasuki sekolah dasar, Danu mulai gemar menonton kesenian tradisional itu. Bukan saja di samping rumahnya saat paguyuban latihan, tetapi dia mulai mengoleksi sejumlah keping CD untuk ditonton. Baik kesenian langsung maupun di televisi, mata dan telinga Danu fokus pada kendang. “Orang tua saya sangat mendukung. Saat kelas 4 SD saya sudah ikut ke Jakarta bersama Kartika Budaya, sanggar seni Ambulu,” kenangnya. Dia pun beberapa kali diundang oleh paguyuban yang belum memiliki penabuh kendang.

Jurnalis: Nur Hariri
Fotografer: Nur Hariri
Editor: Lintang Anis Bena Kinanti