Mobile_AP_Rectangle 1
JEMBER, RADARJEMBER.ID – Sebuah monumen terbuat dari keramik dan marmer terdiri dari 5 bambu runcing. Setiap bambu runcing memiliki tinggi yang berbeda. Monumen ini pasti akan mencuri perhatian pengunjung sebelum mereka memasuki Masjid An-Nuur yang terletak di desa karang kedawung. Di atas monumen, terpatri nama lengkap, yang beberapa ditulis dengan pangkat militer, Yakni Letkol Moh Sroedji, Letkol Dr. Subandi dan H. Abdul Adim Kepala Desa.
Salah satu warga perempuan yang merupakan warga setempat bernama Jayus, mengungkapkan adanya monumen karena ada sesuatu yang spesial. Yaitu digelarnya rapat sejumlah pahlawan. Diantaranya Letkol Moh Sroedji bersama wakilnya Letkol Subandi, staf Brigade III Damarwoelan, Kepala Desa Karang Kedawung Abduladim serta beberapa tokoh masyarakat setempat.
Tanpa diketahui Sroedji dan pasukannya, mereka sudah terkepung oleh pasukan Belanda dari segala penjuru. Tak ada pilihan bagi Sroedji dan Brigade III Damarwoelan. Hanya ada dua pilihan kala itu, mati atau hidup terjajah. Dan mereka memilih tetap berjuang hingga meninggal di lokasi. “Dulu saya masih kecil. Jadi saya tau sedikit-sedikit,” kata Jayus di Masjid An Nur.
Mobile_AP_Rectangle 2
Letkol Sroedji dan Brigade III Damarwoelan sempat memberikan perlawanan sengit. Tidak disangka, rakyat di desa itu pun turut membantu berperang melawan Belanda. Takdir pun menjemput Sroedji, dalam sebuah serangan, moncong-moncong senapan mesin Belanda akhirnya berhasil mendapati tubuh Sroedji. Letkol Moh Seroedji akhirnya gugur di medan perang.
Jayus mengungkapkan, hingga saat ini masyarakat setempat sangat menjunjung tinggi monumen tersebut. Upaya masyarakat untuk menghargai peninggalan pahlawan Letkol Sroedji yaitu dengan merawat monumen tersebut. “Dijaga kebersihannya, masjidnya digunakan sampai sekarang,” pungkas Jayus.
Jurnalis: Dian Cahyani
Fotografer: Dian Cahyani
Editor: Nur Hariri
- Advertisement -
JEMBER, RADARJEMBER.ID – Sebuah monumen terbuat dari keramik dan marmer terdiri dari 5 bambu runcing. Setiap bambu runcing memiliki tinggi yang berbeda. Monumen ini pasti akan mencuri perhatian pengunjung sebelum mereka memasuki Masjid An-Nuur yang terletak di desa karang kedawung. Di atas monumen, terpatri nama lengkap, yang beberapa ditulis dengan pangkat militer, Yakni Letkol Moh Sroedji, Letkol Dr. Subandi dan H. Abdul Adim Kepala Desa.
Salah satu warga perempuan yang merupakan warga setempat bernama Jayus, mengungkapkan adanya monumen karena ada sesuatu yang spesial. Yaitu digelarnya rapat sejumlah pahlawan. Diantaranya Letkol Moh Sroedji bersama wakilnya Letkol Subandi, staf Brigade III Damarwoelan, Kepala Desa Karang Kedawung Abduladim serta beberapa tokoh masyarakat setempat.
Tanpa diketahui Sroedji dan pasukannya, mereka sudah terkepung oleh pasukan Belanda dari segala penjuru. Tak ada pilihan bagi Sroedji dan Brigade III Damarwoelan. Hanya ada dua pilihan kala itu, mati atau hidup terjajah. Dan mereka memilih tetap berjuang hingga meninggal di lokasi. “Dulu saya masih kecil. Jadi saya tau sedikit-sedikit,” kata Jayus di Masjid An Nur.
Letkol Sroedji dan Brigade III Damarwoelan sempat memberikan perlawanan sengit. Tidak disangka, rakyat di desa itu pun turut membantu berperang melawan Belanda. Takdir pun menjemput Sroedji, dalam sebuah serangan, moncong-moncong senapan mesin Belanda akhirnya berhasil mendapati tubuh Sroedji. Letkol Moh Seroedji akhirnya gugur di medan perang.
Jayus mengungkapkan, hingga saat ini masyarakat setempat sangat menjunjung tinggi monumen tersebut. Upaya masyarakat untuk menghargai peninggalan pahlawan Letkol Sroedji yaitu dengan merawat monumen tersebut. “Dijaga kebersihannya, masjidnya digunakan sampai sekarang,” pungkas Jayus.
Jurnalis: Dian Cahyani
Fotografer: Dian Cahyani
Editor: Nur Hariri
JEMBER, RADARJEMBER.ID – Sebuah monumen terbuat dari keramik dan marmer terdiri dari 5 bambu runcing. Setiap bambu runcing memiliki tinggi yang berbeda. Monumen ini pasti akan mencuri perhatian pengunjung sebelum mereka memasuki Masjid An-Nuur yang terletak di desa karang kedawung. Di atas monumen, terpatri nama lengkap, yang beberapa ditulis dengan pangkat militer, Yakni Letkol Moh Sroedji, Letkol Dr. Subandi dan H. Abdul Adim Kepala Desa.
Salah satu warga perempuan yang merupakan warga setempat bernama Jayus, mengungkapkan adanya monumen karena ada sesuatu yang spesial. Yaitu digelarnya rapat sejumlah pahlawan. Diantaranya Letkol Moh Sroedji bersama wakilnya Letkol Subandi, staf Brigade III Damarwoelan, Kepala Desa Karang Kedawung Abduladim serta beberapa tokoh masyarakat setempat.
Tanpa diketahui Sroedji dan pasukannya, mereka sudah terkepung oleh pasukan Belanda dari segala penjuru. Tak ada pilihan bagi Sroedji dan Brigade III Damarwoelan. Hanya ada dua pilihan kala itu, mati atau hidup terjajah. Dan mereka memilih tetap berjuang hingga meninggal di lokasi. “Dulu saya masih kecil. Jadi saya tau sedikit-sedikit,” kata Jayus di Masjid An Nur.
Letkol Sroedji dan Brigade III Damarwoelan sempat memberikan perlawanan sengit. Tidak disangka, rakyat di desa itu pun turut membantu berperang melawan Belanda. Takdir pun menjemput Sroedji, dalam sebuah serangan, moncong-moncong senapan mesin Belanda akhirnya berhasil mendapati tubuh Sroedji. Letkol Moh Seroedji akhirnya gugur di medan perang.
Jayus mengungkapkan, hingga saat ini masyarakat setempat sangat menjunjung tinggi monumen tersebut. Upaya masyarakat untuk menghargai peninggalan pahlawan Letkol Sroedji yaitu dengan merawat monumen tersebut. “Dijaga kebersihannya, masjidnya digunakan sampai sekarang,” pungkas Jayus.
Jurnalis: Dian Cahyani
Fotografer: Dian Cahyani
Editor: Nur Hariri