JEMBER, RADARJEMBER.ID – Perkumpulan pecinta burung perkutut tidak main-main. Di Jember jumlahnya lumayan banyak. Nah, dalam pertemuan komunitas itulah Edy Mustari banyak berbincang seputar burung dengan suara khas tersebut.
Edy sendiri memiliki 24 kandang yang diisi puluhan ekor burung perkutut. Mulai dari cara merawat dan beternak, dia pun kerap tukar pengalaman dengan pecinta yang lain. “Saya saja ikut arisan sampai empat kelompok,” ulasnya.
Tak heran jika dalam sepekan, Edy bisa mengikuti empat kali arisan. Ada yang seminggu sekali, dan ada yang sebulan sekali. “Pada pertengahan puasa ini, kebetulan semua arisan waktunya nyaris bersamaan. Namanya juga suka, jadi ikut banyak perkumpulan,” cetusnya.
Kepada Jawa Pos Radar Jember, Edy menyampaikan pengalamannya dalam beternak perkutut. Menurutnya, sejak perkutut bertelur, hanya sekitar 15 hari saja akan menetas. “Rata-rata 25 hari setelah menetas, sudah bisa makan sendiri,” cetusnya.
Perkutut pun memiliki banyak jenis. Burung perkutut anakan bisa menjadi dewasa sekitar tujuh bulan dan siap dibuahi atau membuahi. “Kalau induknya, kadang anaknya belum pisah, sudah bertelur lagi,” katanya.
Bersama teman-teman arisannya, Edy pun kerap meminta tips dan memberi tips cara merawat burung perkutut. “Kalau ada pemula, bisa juga gabung teman-teman arisan agar cepat memahami burung perkutut,” tandasnya.
Di era modern saat ini, perkutut telah memiliki pangsa pasar yang cukup baik. Bahkan, kontes perkutut kerap dihelat. Tak sedikit perkutut yang kemudian harganya melejit. “Untuk di Jember, burung perkutut ini ada yang harganya belasan juta kalau sudah bagus,” kata Edy, yang memiliki delapan cucu tersebut.
Edy yang kini menjadi salah satu spesialis ternak perkutut menyebut, burung miliknya yang mulai dewasa rata-rata dihargai Rp 500 ribu. “Kalau punya saya, perkutut yang paling mahal hanya Rp 2 juta. Itu untuk saat ini, beda kalau ada yang lebih bagus lagi,” jelasnya.
Jurnalis: Nur Hariri
Fotografer: Dwi Siswanto
Editor: Lintang Anis Bena Kinanti