25.8 C
Jember
Thursday, 1 June 2023

Kertas Minyak Bukan Jaminan Bebas Hepatitis A

Mobile_AP_Rectangle 1

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Merebaknya virus hepatitis di daerah kampus hingga Pemkab Jember menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) hepatitis A bukan pertama kali terjadi. Pedagang makanan di pinggir jalan pun sudah mengubah gaya penyajian lebih bersih dengan dilapisi kertas minyak dan banyak mahasiswa memilih membeli dengan dibungkus saja. Hal itu bukan jaminan untuk bebas virus hepatitis A.

Direktur RSD dr Soebandi dr Hendro Soelistijono mengaku, serangan hepatitis A yang banyak diterima mahasiswa tidak hanya terjadi penghujung tahun ini. Hampir setiap tahun, saat pergantian musim kemarau ke hujan, selalu ada. Walau tidak sampai KLB, tapi beberapa dekade yang lalu wabah hepatitis A sangat heboh di daerah kampus. Antara tahun 2003–2005 sangat banyak mahasiswa sakit hepatitis A. Bahkan, RSD Soebandi waktu itu penuh pelayanan rawat inap hingga di lorong-lorong.

Sejak kejadian hepatitis A dan setiap tahun selalu demikian, lambat laun pedagang dan mahasiswa mulai sadar akan kebersihan untuk konsumsi makanan. Mahasiswa waktu itu banyak memilih membeli makanan dengan dibungkus saja. Sementara itu, pedagang memilih melapisi kertas minyak untuk dihidangkan ke pelanggannya yang memilih menyantap makanan di lokasi.

Mobile_AP_Rectangle 2

“Kalau dulu pakai piring terus diganti piring dilapisi kertas minyak. Sekarang walau pakai kertas minyak, tetap ada hepatitis A. Berarti mungkin saat memasak juga diperhatikan kebersihannya,” jelasnya.

Pada intinya, virus hepatitis A kaitannya dengan kebersihan. Sakit peradangan organ hati itu menyebar dan menular melalui fecal-oral. Yaitu melalui makanan atau minuman yang tercemar hepatitis A. Pada umumnya, ditularkan oleh lalat yang menghinggapi tinja penderita hepatitis A.

dr Hendro menegaskan, selain menjaga kebersihan serta membiasakan mencuci tangan, tubuh juga harus fit. Sebab, dengan tubuh fit, virus yang masuk tidak akan sampai jadi penyakit. Begitu pula dengan penderita hepatitis A, kunci untuk kesembuhan adalah menjaga asupan nutrisi serta istirahat. “Hepatitis A ini tidak ada obatnya. Jika asupan nutrisinya terjaga dan istirahat, hepatitis A akan sembuh dengan sendirinya. Jika tidak bisa menjaga makan dan minum, kondisi itulah yang berbahaya dan segera dilarikan ke rumah sakit,” paparnya.

Sementara itu, Plt Kepala Pukesmas Sumbersari dr Niluh Susi Andarini mengatakan, pemakaian kertas minyak untuk melapisi makanan yang akan dihidangkan adalah langkah pedagang untuk bersih. Tapi menurut Niluh, ada kalanya justru tetap kotor dan tetap terkontaminasi. “Piringnya pakai rotan dan jarang dicuci. Piring rotan itu juga ditaruh di bawah. Lantas, piring rotan yang diberi kertas minyak itu juga ditumpuk dengan piring rotan lainnya, tetap saja kotor,” paparnya.

Sementara itu, pantauan Jawa Pos Radar Jember, para pedagang yang ingin tampil bersih dengan menutup makanan pakai etalase kaca, tetap dimasuki oleh lalat dan tawon. Bahkan, tidak sedikit dari mereka kerap kali mengusir lalat dan memakai kertas perekat lalat. Bahkan, di antara mereka juga baru tahu jika wabah hepatitis A kembali terjadi. “Tidak tahu kalau banyak mahasiswa yang kena hepatitis A,” ucap Bu Lil, salah seorang penjual makanan di Jalan Jawa.

Sementara itu, Farizal, mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unej, mengaku bahwa untuk makan di pinggir jalan, hal yang dirasa kotor adalah sajian minuman. “Kalau piringnya sudah diberi kertas minyak. Tapi minumnya, itu gelasnya terasa kurang bersih. Airnya yang dipakai itu-itu saja,” ujarnya. Karena itu, Farizal lebih memilih beli makanan bungkus daripada makan di tempat.

- Advertisement -

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Merebaknya virus hepatitis di daerah kampus hingga Pemkab Jember menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) hepatitis A bukan pertama kali terjadi. Pedagang makanan di pinggir jalan pun sudah mengubah gaya penyajian lebih bersih dengan dilapisi kertas minyak dan banyak mahasiswa memilih membeli dengan dibungkus saja. Hal itu bukan jaminan untuk bebas virus hepatitis A.

Direktur RSD dr Soebandi dr Hendro Soelistijono mengaku, serangan hepatitis A yang banyak diterima mahasiswa tidak hanya terjadi penghujung tahun ini. Hampir setiap tahun, saat pergantian musim kemarau ke hujan, selalu ada. Walau tidak sampai KLB, tapi beberapa dekade yang lalu wabah hepatitis A sangat heboh di daerah kampus. Antara tahun 2003–2005 sangat banyak mahasiswa sakit hepatitis A. Bahkan, RSD Soebandi waktu itu penuh pelayanan rawat inap hingga di lorong-lorong.

Sejak kejadian hepatitis A dan setiap tahun selalu demikian, lambat laun pedagang dan mahasiswa mulai sadar akan kebersihan untuk konsumsi makanan. Mahasiswa waktu itu banyak memilih membeli makanan dengan dibungkus saja. Sementara itu, pedagang memilih melapisi kertas minyak untuk dihidangkan ke pelanggannya yang memilih menyantap makanan di lokasi.

“Kalau dulu pakai piring terus diganti piring dilapisi kertas minyak. Sekarang walau pakai kertas minyak, tetap ada hepatitis A. Berarti mungkin saat memasak juga diperhatikan kebersihannya,” jelasnya.

Pada intinya, virus hepatitis A kaitannya dengan kebersihan. Sakit peradangan organ hati itu menyebar dan menular melalui fecal-oral. Yaitu melalui makanan atau minuman yang tercemar hepatitis A. Pada umumnya, ditularkan oleh lalat yang menghinggapi tinja penderita hepatitis A.

dr Hendro menegaskan, selain menjaga kebersihan serta membiasakan mencuci tangan, tubuh juga harus fit. Sebab, dengan tubuh fit, virus yang masuk tidak akan sampai jadi penyakit. Begitu pula dengan penderita hepatitis A, kunci untuk kesembuhan adalah menjaga asupan nutrisi serta istirahat. “Hepatitis A ini tidak ada obatnya. Jika asupan nutrisinya terjaga dan istirahat, hepatitis A akan sembuh dengan sendirinya. Jika tidak bisa menjaga makan dan minum, kondisi itulah yang berbahaya dan segera dilarikan ke rumah sakit,” paparnya.

Sementara itu, Plt Kepala Pukesmas Sumbersari dr Niluh Susi Andarini mengatakan, pemakaian kertas minyak untuk melapisi makanan yang akan dihidangkan adalah langkah pedagang untuk bersih. Tapi menurut Niluh, ada kalanya justru tetap kotor dan tetap terkontaminasi. “Piringnya pakai rotan dan jarang dicuci. Piring rotan itu juga ditaruh di bawah. Lantas, piring rotan yang diberi kertas minyak itu juga ditumpuk dengan piring rotan lainnya, tetap saja kotor,” paparnya.

Sementara itu, pantauan Jawa Pos Radar Jember, para pedagang yang ingin tampil bersih dengan menutup makanan pakai etalase kaca, tetap dimasuki oleh lalat dan tawon. Bahkan, tidak sedikit dari mereka kerap kali mengusir lalat dan memakai kertas perekat lalat. Bahkan, di antara mereka juga baru tahu jika wabah hepatitis A kembali terjadi. “Tidak tahu kalau banyak mahasiswa yang kena hepatitis A,” ucap Bu Lil, salah seorang penjual makanan di Jalan Jawa.

Sementara itu, Farizal, mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unej, mengaku bahwa untuk makan di pinggir jalan, hal yang dirasa kotor adalah sajian minuman. “Kalau piringnya sudah diberi kertas minyak. Tapi minumnya, itu gelasnya terasa kurang bersih. Airnya yang dipakai itu-itu saja,” ujarnya. Karena itu, Farizal lebih memilih beli makanan bungkus daripada makan di tempat.

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Merebaknya virus hepatitis di daerah kampus hingga Pemkab Jember menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) hepatitis A bukan pertama kali terjadi. Pedagang makanan di pinggir jalan pun sudah mengubah gaya penyajian lebih bersih dengan dilapisi kertas minyak dan banyak mahasiswa memilih membeli dengan dibungkus saja. Hal itu bukan jaminan untuk bebas virus hepatitis A.

Direktur RSD dr Soebandi dr Hendro Soelistijono mengaku, serangan hepatitis A yang banyak diterima mahasiswa tidak hanya terjadi penghujung tahun ini. Hampir setiap tahun, saat pergantian musim kemarau ke hujan, selalu ada. Walau tidak sampai KLB, tapi beberapa dekade yang lalu wabah hepatitis A sangat heboh di daerah kampus. Antara tahun 2003–2005 sangat banyak mahasiswa sakit hepatitis A. Bahkan, RSD Soebandi waktu itu penuh pelayanan rawat inap hingga di lorong-lorong.

Sejak kejadian hepatitis A dan setiap tahun selalu demikian, lambat laun pedagang dan mahasiswa mulai sadar akan kebersihan untuk konsumsi makanan. Mahasiswa waktu itu banyak memilih membeli makanan dengan dibungkus saja. Sementara itu, pedagang memilih melapisi kertas minyak untuk dihidangkan ke pelanggannya yang memilih menyantap makanan di lokasi.

“Kalau dulu pakai piring terus diganti piring dilapisi kertas minyak. Sekarang walau pakai kertas minyak, tetap ada hepatitis A. Berarti mungkin saat memasak juga diperhatikan kebersihannya,” jelasnya.

Pada intinya, virus hepatitis A kaitannya dengan kebersihan. Sakit peradangan organ hati itu menyebar dan menular melalui fecal-oral. Yaitu melalui makanan atau minuman yang tercemar hepatitis A. Pada umumnya, ditularkan oleh lalat yang menghinggapi tinja penderita hepatitis A.

dr Hendro menegaskan, selain menjaga kebersihan serta membiasakan mencuci tangan, tubuh juga harus fit. Sebab, dengan tubuh fit, virus yang masuk tidak akan sampai jadi penyakit. Begitu pula dengan penderita hepatitis A, kunci untuk kesembuhan adalah menjaga asupan nutrisi serta istirahat. “Hepatitis A ini tidak ada obatnya. Jika asupan nutrisinya terjaga dan istirahat, hepatitis A akan sembuh dengan sendirinya. Jika tidak bisa menjaga makan dan minum, kondisi itulah yang berbahaya dan segera dilarikan ke rumah sakit,” paparnya.

Sementara itu, Plt Kepala Pukesmas Sumbersari dr Niluh Susi Andarini mengatakan, pemakaian kertas minyak untuk melapisi makanan yang akan dihidangkan adalah langkah pedagang untuk bersih. Tapi menurut Niluh, ada kalanya justru tetap kotor dan tetap terkontaminasi. “Piringnya pakai rotan dan jarang dicuci. Piring rotan itu juga ditaruh di bawah. Lantas, piring rotan yang diberi kertas minyak itu juga ditumpuk dengan piring rotan lainnya, tetap saja kotor,” paparnya.

Sementara itu, pantauan Jawa Pos Radar Jember, para pedagang yang ingin tampil bersih dengan menutup makanan pakai etalase kaca, tetap dimasuki oleh lalat dan tawon. Bahkan, tidak sedikit dari mereka kerap kali mengusir lalat dan memakai kertas perekat lalat. Bahkan, di antara mereka juga baru tahu jika wabah hepatitis A kembali terjadi. “Tidak tahu kalau banyak mahasiswa yang kena hepatitis A,” ucap Bu Lil, salah seorang penjual makanan di Jalan Jawa.

Sementara itu, Farizal, mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unej, mengaku bahwa untuk makan di pinggir jalan, hal yang dirasa kotor adalah sajian minuman. “Kalau piringnya sudah diberi kertas minyak. Tapi minumnya, itu gelasnya terasa kurang bersih. Airnya yang dipakai itu-itu saja,” ujarnya. Karena itu, Farizal lebih memilih beli makanan bungkus daripada makan di tempat.

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca