Mobile_AP_Rectangle 1
SUMBERSARI, Radar Jember – Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jember masih tetap sama dengan IDI pusat yang menolak Rancangan Undang–Undang (RUU) Kesehatan. Sebab, rancangan itu dinilai masih tergesa–gesa dan masih perlu perlindungan hukum yang konkret terhadap dokter dan tenaga kesehatan.
BACA JUGA : Rekontruksi Pembacokan Akibat Sakit Hati Istri Mendua Dijaga Ketat Polisi
Ketua IDI Jember Ali Sodikin mengatakan, pembahasan RUU dinilai belum layak dan masih perlu banyaknya koreksi. Artinya, perlu perbaikan baik dari akademisi, organisasi profesi, maupun stakeholder lainnya. “Kami IDI Jember menyatakan menolak RUU Kesehatan Omnibus Law, dan kami meminta pembahasan RUU distop, dan jangan disahkan dulu. RUU Kesehatan jika diundangkan, maka akan dinilai regulasi yang memilki banyak kerugian,” bebernya.
Mobile_AP_Rectangle 2
Selain itu, kata dokter spesialis anak itu, yang perlu dikoreksi dari penyusunan RUU yakni proses penyusunan RUU yang perlu terbuka, transparan, partisipatif, dan harus menerima masukan. Mulai dari akademisi, profesional, tenaga kesehatan, hingga organisasi profesi. Selanjutnya, peran organisasi profesi dokter perlu dipertahankan dan jangan dikerdilkan. Serta perlu perlindungan hukum yang konkret terhadap dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Agar bisa menjalankan pelayanan secara profesional sesuai dengan kode etik, standar prosedur, dan tanpa adanya rasa khawatir dikriminalisasikan.
- Advertisement -
SUMBERSARI, Radar Jember – Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jember masih tetap sama dengan IDI pusat yang menolak Rancangan Undang–Undang (RUU) Kesehatan. Sebab, rancangan itu dinilai masih tergesa–gesa dan masih perlu perlindungan hukum yang konkret terhadap dokter dan tenaga kesehatan.
BACA JUGA : Rekontruksi Pembacokan Akibat Sakit Hati Istri Mendua Dijaga Ketat Polisi
Ketua IDI Jember Ali Sodikin mengatakan, pembahasan RUU dinilai belum layak dan masih perlu banyaknya koreksi. Artinya, perlu perbaikan baik dari akademisi, organisasi profesi, maupun stakeholder lainnya. “Kami IDI Jember menyatakan menolak RUU Kesehatan Omnibus Law, dan kami meminta pembahasan RUU distop, dan jangan disahkan dulu. RUU Kesehatan jika diundangkan, maka akan dinilai regulasi yang memilki banyak kerugian,” bebernya.
Selain itu, kata dokter spesialis anak itu, yang perlu dikoreksi dari penyusunan RUU yakni proses penyusunan RUU yang perlu terbuka, transparan, partisipatif, dan harus menerima masukan. Mulai dari akademisi, profesional, tenaga kesehatan, hingga organisasi profesi. Selanjutnya, peran organisasi profesi dokter perlu dipertahankan dan jangan dikerdilkan. Serta perlu perlindungan hukum yang konkret terhadap dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Agar bisa menjalankan pelayanan secara profesional sesuai dengan kode etik, standar prosedur, dan tanpa adanya rasa khawatir dikriminalisasikan.
SUMBERSARI, Radar Jember – Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jember masih tetap sama dengan IDI pusat yang menolak Rancangan Undang–Undang (RUU) Kesehatan. Sebab, rancangan itu dinilai masih tergesa–gesa dan masih perlu perlindungan hukum yang konkret terhadap dokter dan tenaga kesehatan.
BACA JUGA : Rekontruksi Pembacokan Akibat Sakit Hati Istri Mendua Dijaga Ketat Polisi
Ketua IDI Jember Ali Sodikin mengatakan, pembahasan RUU dinilai belum layak dan masih perlu banyaknya koreksi. Artinya, perlu perbaikan baik dari akademisi, organisasi profesi, maupun stakeholder lainnya. “Kami IDI Jember menyatakan menolak RUU Kesehatan Omnibus Law, dan kami meminta pembahasan RUU distop, dan jangan disahkan dulu. RUU Kesehatan jika diundangkan, maka akan dinilai regulasi yang memilki banyak kerugian,” bebernya.
Selain itu, kata dokter spesialis anak itu, yang perlu dikoreksi dari penyusunan RUU yakni proses penyusunan RUU yang perlu terbuka, transparan, partisipatif, dan harus menerima masukan. Mulai dari akademisi, profesional, tenaga kesehatan, hingga organisasi profesi. Selanjutnya, peran organisasi profesi dokter perlu dipertahankan dan jangan dikerdilkan. Serta perlu perlindungan hukum yang konkret terhadap dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Agar bisa menjalankan pelayanan secara profesional sesuai dengan kode etik, standar prosedur, dan tanpa adanya rasa khawatir dikriminalisasikan.