21 C
Jember
Saturday, 10 June 2023

Dedikasi Mulia Menyelamatkan Dua Nyawa

Bidan merupakan salah satu tenaga kesehatan (nakes) di berbagai fasilitas kesehatan. Tugas bidan bukan sekadar membantu proses persalinan, namun bisa mencakup berbagai hal. Termasuk menyelamatkan nyawa.

Mobile_AP_Rectangle 1

Sebab, tidak sedikit bidan yang bertugas namun dengan status masih sebagai tenaga honorer atau sukwan, yang mengandalkan gaji dari dana kapitasi setiap puskesmas atau faskes tempat mereka bertugas. “Kalau dikatakan berat, ya, sebenarnya berat. Tapi, begitu ibu dan buah hatinya terselamatkan, entah mengapa saya ikut lega dan bangga. Dari situ mungkin yang bikin saya betah,” aku bidan honorer yang sudah 14 tahun bekerja itu.

Meski ia bertugas secara bergantian sesuai sif di puskesmas, namun Ratih juga membuka praktik sendiri di rumahnya. Menyediakan layanan konsultasi ibu hamil, nifas, anak sakit, dan pelayanan KB (keluarga berencana). Alumnus Universitas Kadiri di Kediri itu juga menceritakan, sebelum di Puskesmas Sukowono, ia sempat bertugas di Puskesmas Sumberjambe sejak tahun 2009 hingga 2021.

Saat itu, ia mengaku sering kali dihadapkan pada persoalan laten di masyarakat. Seperti soal masifnya pernikahan dini, kehamilan muda, angka kematian ibu dan anak, hingga soal pemahaman masyarakat yang masih mengandalkan dukun bayi ketika proses persalinan. Meski begitu, Ratih mengaku itu bagian dari profesinya yang melekat dan mesti dijalani. Banyak hal lain yang selama ini turut menguatkan dedikasinya sebagai seorang bidan. Termasuk dukungan dari orang-orang terdekatnya. “Ini bagian dari dedikasi sebagai bidan. Selain membantu persalinan, juga harus membantu mengedukasi masyarakat,” pungkas perempuan 36 tahun itu. (c2/nur)

- Advertisement -

Sebab, tidak sedikit bidan yang bertugas namun dengan status masih sebagai tenaga honorer atau sukwan, yang mengandalkan gaji dari dana kapitasi setiap puskesmas atau faskes tempat mereka bertugas. “Kalau dikatakan berat, ya, sebenarnya berat. Tapi, begitu ibu dan buah hatinya terselamatkan, entah mengapa saya ikut lega dan bangga. Dari situ mungkin yang bikin saya betah,” aku bidan honorer yang sudah 14 tahun bekerja itu.

Meski ia bertugas secara bergantian sesuai sif di puskesmas, namun Ratih juga membuka praktik sendiri di rumahnya. Menyediakan layanan konsultasi ibu hamil, nifas, anak sakit, dan pelayanan KB (keluarga berencana). Alumnus Universitas Kadiri di Kediri itu juga menceritakan, sebelum di Puskesmas Sukowono, ia sempat bertugas di Puskesmas Sumberjambe sejak tahun 2009 hingga 2021.

Saat itu, ia mengaku sering kali dihadapkan pada persoalan laten di masyarakat. Seperti soal masifnya pernikahan dini, kehamilan muda, angka kematian ibu dan anak, hingga soal pemahaman masyarakat yang masih mengandalkan dukun bayi ketika proses persalinan. Meski begitu, Ratih mengaku itu bagian dari profesinya yang melekat dan mesti dijalani. Banyak hal lain yang selama ini turut menguatkan dedikasinya sebagai seorang bidan. Termasuk dukungan dari orang-orang terdekatnya. “Ini bagian dari dedikasi sebagai bidan. Selain membantu persalinan, juga harus membantu mengedukasi masyarakat,” pungkas perempuan 36 tahun itu. (c2/nur)

Sebab, tidak sedikit bidan yang bertugas namun dengan status masih sebagai tenaga honorer atau sukwan, yang mengandalkan gaji dari dana kapitasi setiap puskesmas atau faskes tempat mereka bertugas. “Kalau dikatakan berat, ya, sebenarnya berat. Tapi, begitu ibu dan buah hatinya terselamatkan, entah mengapa saya ikut lega dan bangga. Dari situ mungkin yang bikin saya betah,” aku bidan honorer yang sudah 14 tahun bekerja itu.

Meski ia bertugas secara bergantian sesuai sif di puskesmas, namun Ratih juga membuka praktik sendiri di rumahnya. Menyediakan layanan konsultasi ibu hamil, nifas, anak sakit, dan pelayanan KB (keluarga berencana). Alumnus Universitas Kadiri di Kediri itu juga menceritakan, sebelum di Puskesmas Sukowono, ia sempat bertugas di Puskesmas Sumberjambe sejak tahun 2009 hingga 2021.

Saat itu, ia mengaku sering kali dihadapkan pada persoalan laten di masyarakat. Seperti soal masifnya pernikahan dini, kehamilan muda, angka kematian ibu dan anak, hingga soal pemahaman masyarakat yang masih mengandalkan dukun bayi ketika proses persalinan. Meski begitu, Ratih mengaku itu bagian dari profesinya yang melekat dan mesti dijalani. Banyak hal lain yang selama ini turut menguatkan dedikasinya sebagai seorang bidan. Termasuk dukungan dari orang-orang terdekatnya. “Ini bagian dari dedikasi sebagai bidan. Selain membantu persalinan, juga harus membantu mengedukasi masyarakat,” pungkas perempuan 36 tahun itu. (c2/nur)

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca