30.4 C
Jember
Saturday, 10 June 2023

Posisi Rp 107 M Mulai Terkuak

Mobile_AP_Rectangle 1

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Tidak adanya pengesahan surat pertanggungjawaban (SPj) dana Covid-19 sebesar Rp 107 miliar berangsur terurai. Rapat Pansus Covid-19 DPRD Jember yang menghadirkan sejumlah pejabat mantan satgas 2020 menguak beberapa hal penting, kemarin (16/6). Salah satunya yakni SPj tak sampai disahkan akibat kerja lamban di tubuh Pemkab Jember.

Rapat ini tetap fokus pada refocusing anggaran yang menghabiskan dana Rp 220 miliar dari Rp 479 miliar. Terlebih tentang dana Rp 107 miliar yang menjadi temuan BPK.

Jika dalam rapat sebelumnya belum terkuak mengapa SPj dana Rp 107 miliar tidak disahkan, akhirnya kali ini terjawab. Sejatinya, dana tersebut telah dicairkan pada saat Penny Artha Medya menjabat Kepala BPKAD, sementara pengesahan SPj-nya pada waktu Kepala BPKAD digantikan oleh Yuliana Harimurti.

Mobile_AP_Rectangle 2

Kepada Pansus Covid-19, Yuliana menjelaskan bahwa pada saat dirinya menjabat sebagai Kepala BPKAD per 13 November 2020, banyak pekerjaan yang belum terselesaikan sehingga menumpuk. “Pada saat kami di sana (BPKAD, Red), itu anggaran Covid-19 memang sudah cair, di SP2D TUP, pada zamannya Bu Penny,” ucapnya.

Hal mengejutkan saat Yuliana masuk ke BPKAD yaitu tidak satu pun SPj penggunaan dana korona yang di-TU nihil alias dipertanggungjawabkan. Perempuan yang ketiban pekerjaan menumpuk itu pun meminta kepada kuasa BUD untuk melakukan perekapan terhadap dana yang cair sesuai RKB. Yuliana pun berkoordinasi dengan Harifin selaku PPK Satgas Covid-19 dan Fitri sebagai bendahara. Dia juga menanyakan perihal kendala yang terjadi.

Pada saat itu, Harifin dan Fitri, menurut Yuliana, memberikan jawaban bila SPj sudah ada sesuai RKB. Namun demikian, banyaknya berkas yang belum mendapatkan pengesahan dari Kepala BPKAD lama, akhirnya dilakukan pengecekan satu per satu. Baik SPj dari Dinkes maupun dari OPD yang lain. “Sampai di akhir anggaran, itu yang bisa dipertanggungjawabkan dengan TU nihil kepada kami, sebesar Rp 74 miliar dari sekitar 220 miliar,” beber Yuliana.

Hal yang belum terungkap dalam SPj tanpa pengesahan itu adalah, mengapa pada saat Penny menjabat sebagai Kepala BPKAD tidak melakukan pengesahan SPj. Padahal dana cair di era dirinya menjabat. Fakta ini pun belum terkuak dalam rapat Pansus DPRD Jember. Apakah karena per 13 November sudah tidak menjabat Kepala BPKAD atau karena ada persoalan lain.

Di tengah forum terkait dana Covid-19 tahun 2020, Penny Artha Medya selaku mantan kepala BPKAD juga mendapat kesempatan untuk menyampaikan masalah Rp 107 miliar yang menjadi temuan BPK. Menurutnya, dana Rp 107 miliar tidak sesuai sistem administrasi pemerintah karena belum ada pengesahannya. “Saya sebagai kepala BPKAD sampai 13 November,” katanya.

Posisi dana Rp 107 miliar itu, menurutnya, dalam bentuk kas bendahara pengeluaran yang tidak berupa kas atau rekening. Akan tetapi, ada dalam bentuk SPj yang sudah dilakukan review oleh inspektorat dengan selisih sebesar Rp 668 juta. “SPj sudah ada, tetapi kenyataannya belum ada pengesahan dari BPKAD. Sehingga di BPKAD, catatannya ada dalam kas bendahara pengeluaran,” ucapnya.

Akibat berkas yang menumpuk, SPj dana Rp 220 miliar hanya disahkan sebesar Rp 74 miliar. Sementara, Rp 107 miliar tidak mendapat pengesahan karena pengecekannya terlambat. Hal itu menunjukkan ke publik lambannya kerja satgas Covid-19. Khususnya di ranah administrasi atau urusan laporan keuangan. Akibat hal itu, menjadi temuan BPK dan menjadi salah satu sumbangsih penilaian tidak wajar di mata BPK.

Atas dugaan tidak adanya perencanaan yang baik dalam refocusing anggaran Rp 479 miliar serta tidak adanya pertanggungjawaban yang memuaskan dari dana Rp 220 miliar, Pansus Covid-19 DPRD Jember meminta agar berkas perencanaan, realisasi kegiatan, hingga pertanggungjawaban diserahkan ke dewan. “Ini kan anggaran 2020. Anggaran yang segitu besar muncul Rp 107 miliar menjadi temuan BPK. Berikan perencanaan itu kepada kami. Kalau ada yang tidak membolehkan, bilang siapa yang tidak membolehkan,” papar Ardi Pujo Prabowo, anggota Komisi D DPRD Jember.

Sementara itu, Ketua Pansus Covid-19 David Handoko Seto menyebut, refocusing anggaran dengan nilai Rp 479 miliar merupakan kebijakan yang tidak disertai rencana yang matang. Akibatnya, transparansi penggunaan dana tidak terjadi pada tahun 2020. “Selama ini, kami minta data OPD-OPD yang masuk dalam susunan satgas Covid-19. Itu belum ada data detail yang diberikan. Temuan BPK Rp 107 miliar belum bisa dipertanggungjawabkan,” ucapnya.

David menyebut, Pansus Covid-19 tak berhenti pada rapat itu saja. Sebab, ada sejumlah orang yang perlu dipanggil. “Mantan sekretaris satgas hari ini tidak hadir lagi. Ke depan kami masih perlu memanggil sejumlah orang,” pungkasnya.

 

 

Jurnalis : Nur Hariri
Fotografer :
Redaktur : Lintang Anis Bena Kinanti

- Advertisement -

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Tidak adanya pengesahan surat pertanggungjawaban (SPj) dana Covid-19 sebesar Rp 107 miliar berangsur terurai. Rapat Pansus Covid-19 DPRD Jember yang menghadirkan sejumlah pejabat mantan satgas 2020 menguak beberapa hal penting, kemarin (16/6). Salah satunya yakni SPj tak sampai disahkan akibat kerja lamban di tubuh Pemkab Jember.

Rapat ini tetap fokus pada refocusing anggaran yang menghabiskan dana Rp 220 miliar dari Rp 479 miliar. Terlebih tentang dana Rp 107 miliar yang menjadi temuan BPK.

Jika dalam rapat sebelumnya belum terkuak mengapa SPj dana Rp 107 miliar tidak disahkan, akhirnya kali ini terjawab. Sejatinya, dana tersebut telah dicairkan pada saat Penny Artha Medya menjabat Kepala BPKAD, sementara pengesahan SPj-nya pada waktu Kepala BPKAD digantikan oleh Yuliana Harimurti.

Kepada Pansus Covid-19, Yuliana menjelaskan bahwa pada saat dirinya menjabat sebagai Kepala BPKAD per 13 November 2020, banyak pekerjaan yang belum terselesaikan sehingga menumpuk. “Pada saat kami di sana (BPKAD, Red), itu anggaran Covid-19 memang sudah cair, di SP2D TUP, pada zamannya Bu Penny,” ucapnya.

Hal mengejutkan saat Yuliana masuk ke BPKAD yaitu tidak satu pun SPj penggunaan dana korona yang di-TU nihil alias dipertanggungjawabkan. Perempuan yang ketiban pekerjaan menumpuk itu pun meminta kepada kuasa BUD untuk melakukan perekapan terhadap dana yang cair sesuai RKB. Yuliana pun berkoordinasi dengan Harifin selaku PPK Satgas Covid-19 dan Fitri sebagai bendahara. Dia juga menanyakan perihal kendala yang terjadi.

Pada saat itu, Harifin dan Fitri, menurut Yuliana, memberikan jawaban bila SPj sudah ada sesuai RKB. Namun demikian, banyaknya berkas yang belum mendapatkan pengesahan dari Kepala BPKAD lama, akhirnya dilakukan pengecekan satu per satu. Baik SPj dari Dinkes maupun dari OPD yang lain. “Sampai di akhir anggaran, itu yang bisa dipertanggungjawabkan dengan TU nihil kepada kami, sebesar Rp 74 miliar dari sekitar 220 miliar,” beber Yuliana.

Hal yang belum terungkap dalam SPj tanpa pengesahan itu adalah, mengapa pada saat Penny menjabat sebagai Kepala BPKAD tidak melakukan pengesahan SPj. Padahal dana cair di era dirinya menjabat. Fakta ini pun belum terkuak dalam rapat Pansus DPRD Jember. Apakah karena per 13 November sudah tidak menjabat Kepala BPKAD atau karena ada persoalan lain.

Di tengah forum terkait dana Covid-19 tahun 2020, Penny Artha Medya selaku mantan kepala BPKAD juga mendapat kesempatan untuk menyampaikan masalah Rp 107 miliar yang menjadi temuan BPK. Menurutnya, dana Rp 107 miliar tidak sesuai sistem administrasi pemerintah karena belum ada pengesahannya. “Saya sebagai kepala BPKAD sampai 13 November,” katanya.

Posisi dana Rp 107 miliar itu, menurutnya, dalam bentuk kas bendahara pengeluaran yang tidak berupa kas atau rekening. Akan tetapi, ada dalam bentuk SPj yang sudah dilakukan review oleh inspektorat dengan selisih sebesar Rp 668 juta. “SPj sudah ada, tetapi kenyataannya belum ada pengesahan dari BPKAD. Sehingga di BPKAD, catatannya ada dalam kas bendahara pengeluaran,” ucapnya.

Akibat berkas yang menumpuk, SPj dana Rp 220 miliar hanya disahkan sebesar Rp 74 miliar. Sementara, Rp 107 miliar tidak mendapat pengesahan karena pengecekannya terlambat. Hal itu menunjukkan ke publik lambannya kerja satgas Covid-19. Khususnya di ranah administrasi atau urusan laporan keuangan. Akibat hal itu, menjadi temuan BPK dan menjadi salah satu sumbangsih penilaian tidak wajar di mata BPK.

Atas dugaan tidak adanya perencanaan yang baik dalam refocusing anggaran Rp 479 miliar serta tidak adanya pertanggungjawaban yang memuaskan dari dana Rp 220 miliar, Pansus Covid-19 DPRD Jember meminta agar berkas perencanaan, realisasi kegiatan, hingga pertanggungjawaban diserahkan ke dewan. “Ini kan anggaran 2020. Anggaran yang segitu besar muncul Rp 107 miliar menjadi temuan BPK. Berikan perencanaan itu kepada kami. Kalau ada yang tidak membolehkan, bilang siapa yang tidak membolehkan,” papar Ardi Pujo Prabowo, anggota Komisi D DPRD Jember.

Sementara itu, Ketua Pansus Covid-19 David Handoko Seto menyebut, refocusing anggaran dengan nilai Rp 479 miliar merupakan kebijakan yang tidak disertai rencana yang matang. Akibatnya, transparansi penggunaan dana tidak terjadi pada tahun 2020. “Selama ini, kami minta data OPD-OPD yang masuk dalam susunan satgas Covid-19. Itu belum ada data detail yang diberikan. Temuan BPK Rp 107 miliar belum bisa dipertanggungjawabkan,” ucapnya.

David menyebut, Pansus Covid-19 tak berhenti pada rapat itu saja. Sebab, ada sejumlah orang yang perlu dipanggil. “Mantan sekretaris satgas hari ini tidak hadir lagi. Ke depan kami masih perlu memanggil sejumlah orang,” pungkasnya.

 

 

Jurnalis : Nur Hariri
Fotografer :
Redaktur : Lintang Anis Bena Kinanti

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Tidak adanya pengesahan surat pertanggungjawaban (SPj) dana Covid-19 sebesar Rp 107 miliar berangsur terurai. Rapat Pansus Covid-19 DPRD Jember yang menghadirkan sejumlah pejabat mantan satgas 2020 menguak beberapa hal penting, kemarin (16/6). Salah satunya yakni SPj tak sampai disahkan akibat kerja lamban di tubuh Pemkab Jember.

Rapat ini tetap fokus pada refocusing anggaran yang menghabiskan dana Rp 220 miliar dari Rp 479 miliar. Terlebih tentang dana Rp 107 miliar yang menjadi temuan BPK.

Jika dalam rapat sebelumnya belum terkuak mengapa SPj dana Rp 107 miliar tidak disahkan, akhirnya kali ini terjawab. Sejatinya, dana tersebut telah dicairkan pada saat Penny Artha Medya menjabat Kepala BPKAD, sementara pengesahan SPj-nya pada waktu Kepala BPKAD digantikan oleh Yuliana Harimurti.

Kepada Pansus Covid-19, Yuliana menjelaskan bahwa pada saat dirinya menjabat sebagai Kepala BPKAD per 13 November 2020, banyak pekerjaan yang belum terselesaikan sehingga menumpuk. “Pada saat kami di sana (BPKAD, Red), itu anggaran Covid-19 memang sudah cair, di SP2D TUP, pada zamannya Bu Penny,” ucapnya.

Hal mengejutkan saat Yuliana masuk ke BPKAD yaitu tidak satu pun SPj penggunaan dana korona yang di-TU nihil alias dipertanggungjawabkan. Perempuan yang ketiban pekerjaan menumpuk itu pun meminta kepada kuasa BUD untuk melakukan perekapan terhadap dana yang cair sesuai RKB. Yuliana pun berkoordinasi dengan Harifin selaku PPK Satgas Covid-19 dan Fitri sebagai bendahara. Dia juga menanyakan perihal kendala yang terjadi.

Pada saat itu, Harifin dan Fitri, menurut Yuliana, memberikan jawaban bila SPj sudah ada sesuai RKB. Namun demikian, banyaknya berkas yang belum mendapatkan pengesahan dari Kepala BPKAD lama, akhirnya dilakukan pengecekan satu per satu. Baik SPj dari Dinkes maupun dari OPD yang lain. “Sampai di akhir anggaran, itu yang bisa dipertanggungjawabkan dengan TU nihil kepada kami, sebesar Rp 74 miliar dari sekitar 220 miliar,” beber Yuliana.

Hal yang belum terungkap dalam SPj tanpa pengesahan itu adalah, mengapa pada saat Penny menjabat sebagai Kepala BPKAD tidak melakukan pengesahan SPj. Padahal dana cair di era dirinya menjabat. Fakta ini pun belum terkuak dalam rapat Pansus DPRD Jember. Apakah karena per 13 November sudah tidak menjabat Kepala BPKAD atau karena ada persoalan lain.

Di tengah forum terkait dana Covid-19 tahun 2020, Penny Artha Medya selaku mantan kepala BPKAD juga mendapat kesempatan untuk menyampaikan masalah Rp 107 miliar yang menjadi temuan BPK. Menurutnya, dana Rp 107 miliar tidak sesuai sistem administrasi pemerintah karena belum ada pengesahannya. “Saya sebagai kepala BPKAD sampai 13 November,” katanya.

Posisi dana Rp 107 miliar itu, menurutnya, dalam bentuk kas bendahara pengeluaran yang tidak berupa kas atau rekening. Akan tetapi, ada dalam bentuk SPj yang sudah dilakukan review oleh inspektorat dengan selisih sebesar Rp 668 juta. “SPj sudah ada, tetapi kenyataannya belum ada pengesahan dari BPKAD. Sehingga di BPKAD, catatannya ada dalam kas bendahara pengeluaran,” ucapnya.

Akibat berkas yang menumpuk, SPj dana Rp 220 miliar hanya disahkan sebesar Rp 74 miliar. Sementara, Rp 107 miliar tidak mendapat pengesahan karena pengecekannya terlambat. Hal itu menunjukkan ke publik lambannya kerja satgas Covid-19. Khususnya di ranah administrasi atau urusan laporan keuangan. Akibat hal itu, menjadi temuan BPK dan menjadi salah satu sumbangsih penilaian tidak wajar di mata BPK.

Atas dugaan tidak adanya perencanaan yang baik dalam refocusing anggaran Rp 479 miliar serta tidak adanya pertanggungjawaban yang memuaskan dari dana Rp 220 miliar, Pansus Covid-19 DPRD Jember meminta agar berkas perencanaan, realisasi kegiatan, hingga pertanggungjawaban diserahkan ke dewan. “Ini kan anggaran 2020. Anggaran yang segitu besar muncul Rp 107 miliar menjadi temuan BPK. Berikan perencanaan itu kepada kami. Kalau ada yang tidak membolehkan, bilang siapa yang tidak membolehkan,” papar Ardi Pujo Prabowo, anggota Komisi D DPRD Jember.

Sementara itu, Ketua Pansus Covid-19 David Handoko Seto menyebut, refocusing anggaran dengan nilai Rp 479 miliar merupakan kebijakan yang tidak disertai rencana yang matang. Akibatnya, transparansi penggunaan dana tidak terjadi pada tahun 2020. “Selama ini, kami minta data OPD-OPD yang masuk dalam susunan satgas Covid-19. Itu belum ada data detail yang diberikan. Temuan BPK Rp 107 miliar belum bisa dipertanggungjawabkan,” ucapnya.

David menyebut, Pansus Covid-19 tak berhenti pada rapat itu saja. Sebab, ada sejumlah orang yang perlu dipanggil. “Mantan sekretaris satgas hari ini tidak hadir lagi. Ke depan kami masih perlu memanggil sejumlah orang,” pungkasnya.

 

 

Jurnalis : Nur Hariri
Fotografer :
Redaktur : Lintang Anis Bena Kinanti

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca